Rasa yang tulus akan senantiasa beriringan dengan rasa percaya,
Tak selamanya ketulusan akan dibalas dengan ketulusan, adakalnya kecewa sebab rasa tulus yang diberikan tak terbalaskan.
.......................................
Setelah melalui proses panjang, bujukan serta doa, akhirnya malam setelah itu, bapak mengirimiku surat tersebut dan dihari berikutnya aku berhasil mendaftar dan mensubmit setelah yakin semua berkas di up ke sistem.
Bukan suatu hal yang mudah untuk meyakini keluarga dan sanak family lainnya jika aku bisa mandiri di negeri orang, bahkan mertuaku sendiri, bapak dan ibuk Alfin sempat takut jika aku harus menyusul Alfin, namun kembali lagi dengan takdir, jika nanti hasilnya aku keterima, berarti Allah merestuiku dalam hal ini, namun jika tidak, aku juga akan bersyukur, karena Allah yang maha tau segelanya.
“Kay, ada tamu diluar” panggil ibuk sembari mengetok pintu kamarku, aku yang masih merenungi diri sendiri dengan segala khayalan dan mimpi langsung kabur seketika, siapakah tamu tersebut, pikirku,
“baik buk, Kayla pake jilbab dulu” jawabku dari dalam,
Setelah siap dengan pakaianku, aku menuju ruang tamu, disana terlihat ibu sedang berbincang dengan tamu laki-laki yang hanya terlihat punggungnya, sebab posisinya membelakangiku, terlihat asyik dan begitu akrab
“nah ini Kayla nak, sini Kay duduk” tunjuk ibu pada lelaki itu yang sontak membuatnya menoleh ke arahku, wajahnya asing, belum pernah aku melihat lelaki itu sebelumnya, beliau tersenyum ke arahku, membuatku membalas senyum itu dan kemudian ku tundukkan kepala dengan mengucap salam kepadanya, beliau menjawab dan menanyai kabarku,
“alhamdulillah saya baik-baik saja, kalau boleh tahu, jennengan siapa nggeh, apa kita pernah ketemu sebelumnya?” tanyaku mencoba mencairkan suasana,
“aku Haikal, temannya Alfin, lebih tepatnya kakak kelasnya, aku baru pulang sekitar seminggu yang lalu, ada titipan dari Alfin yang membuat aku mengunjungimu dik Kayla”
“masyaAllah, terimakasih banyak sebelumnya sudah mau direpotkan” tanggapku tidak enak hati,
”sama-sama, tidak merepotkan sama sekali, jadi gini buk, dik Kayla, Alfin menitipkan surat ini kepada dik Kayla dan meminta saya untuk mewakilinya, Alfin meminta saya untuk mengucapkan maaf kepada dik Kayla dan keluarga, dan mungkin sehari atau dua hari setelah surat ini sampai di tangan dik Kayla, keluarga Alfin akan mengunjungi dik Kayla”
“untuk apa?” potongku,
“lebih baik dik Kayla baca dulu surat itu, oh iyya itu juga ada nomorku dibagian belakang, barangkali dik Kayla memerlukan bantuanku”
“terimakasih banyak, tapi kenapa Alfin tidak melalu chat saja?”
“Alfin takut ada kesalahpahaman jika melalui chat, Alfin ingin mengakhiri semuanya melalu surat itu yang sampai di kediamanan dik Kayla, seperti halnya Alfin yang datang ke sini untuk meminangmu dik Kayla, dan surat tersebut sebagai perwakilan dirinya yang sedang berada di tanah rantau sana”
Penjelasan kak Haikal membuat ibuk dan aku saling tatap, menerka-nerka apa kiranya isi surat dari Alfin,
“baik, saya akan membacanya”
“kalau begitu saya pamit ya buk, dik, “
“iyya nak, terimakasih banyak” setelah itu ibuk yang juga mengantar beliau ke luar, aku memutuskan untuk tetap duduk di ruang tamu, pikiranku kacau, belum lagi membaca surat ini, namun aku sudah bisa menerka tentang apa isi surat ini, mataku mulai berkaca-kaca, namun aku harus kuat dan tidak boleh cengeng, apapun keputusan Alfin, jika memang itu dengan alasan yang kuat, insyaAllah aku terima.
“masuklah nak, baca surat itu, ibuk jemput adek dulu ke rumah bu de, karena tadi dia main sama anak tetangga bu demu”
“baik bu” dengen sedikit gemetar, kubuka surat dari Alfin setelah aku duduk di atas kasur dengan posisi yang nyaman. Kertas berwarna putih tulang yang dibungkus dengan Amplop berwarna putih itu tertulis ‘Assalamualaikum Kayla’ di bagian depannya.
(Assalamualaikum Kay, ketika kamu sudah membaca surat ini, aku harap kak Haikal sudah sedikit memnyampaikan apa kiranya tujuanku, aku bukan penyair yang bisa merangkai kalimat sedemikian rupa, aku hanyalah Alfin yang kamu kenal, yang penuh kekurangan dan mungkin sudah berkali-kali membuatmu patah hati.
Dengan surat ini aku ingin menyampaikan bahwa aku ingin mengakhiri tunangan ini Kay, bukan karena aku sudah menemukan yang lain disini, namun aku ingin kamu bebas dan tidak terpikat olehku yang sedang berada di negeri orang ini, aku tahu, aku salah, aku plinplan dengan semua keputusan bodoh ini, aku yang mau melamarmu dengan alasan aku akan pergi jauh ke negeri orang, namun sekarang aku melepasmu dengan alasan yang sama, yakni karena aku jauh di negeri orang, aku sudah membicarakan ini dengan bapak dan ibuk, mereka juga sudah menyetujui dan akan datang ke rumahmu besok atau lusa, mereka akan meminta maaf kepada keluargamu dan ke kamu sebagai wakil dariku, bukannya aku suka dengan permainan yang kubuat sendiri ini Kay, tapi sekali lagi, aku tidak mau membuatmu terikat dan aku melepasmu, insyaAllah, kita tetap sepasang teman yang banyak menjalani lika liku kehiduapan, terimakasih telah sempat menjadi bagian dari hidupku, wassalamualaikum)
Baris demi baris kubaca surat ini, air mata juga ikut mengalir, sesak dihati semakin kuat kala kata “aku melepasmu” itu kubaca dalam hati, kata apa yang pantas ku katakan kepada Alfin setelah dia membuat aku terombang ambing dalam hidup ini, pecundang? Tidak, dia bukan pecundang, egois? Juga tidak, pengkhianat? Bisa jadi ia, alasan yang dia tulis dalm surat itu belum sepenuhnya membuatku yakin, pasti ada alasan lain yang membuat dia mau melepasku begitu saja, lalu apakah dia pembohong?
“aaarrggggghhhhhhhh” kujatuhkan tubuhku pada kasur dan menutup kepalaku dengan bantal, tangisku pecah, hatiku sakit, pikiranku sedang berkecamuk menerka-nerka dengan semua keputusan bodoh ini.
Siapalagi yang bisa menenangkan diri ini selain diri sendiri, tentu tidak mudah melalu jalan penuh kerikil, dan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa keputusan Alfin bukanlah keputusan yang menerima bantahan, dengan cepat ku kabari sahabat-sahabatku di grup, karena aku tidak mau memendamnya sendiri.
“guyss, aku dan Alfin undah ga ada hubungan apa lagi” tulisku,
Semenit kemudian, merkeka mulai mnegetik,
“hah demi apa Kay?”
“serius kay?”
“kenapa?”
Begitulah beberapa tanggapan yang mereka kirimkan di grup chtat, namun aku tidak bisa menjelaskan panjang lebar di grup ini, banyak ayng ingin aku ceritakan kepada mereka, tapi nanti dulu, biarkan aku mengabaikannya terlebih dahulu.
###
Disisi lain, Alfin sedang dengan tenang membaringkan tubuhnya di atas kasur, namun bebrapa pesan mengganggunya, pesan tersebut tak lain dari salah satu sahabat Kayla, sedang pesan yang lain dari teman Alfin.
“A, beneran kamu sama Kayla udah ga ada hubungan apa lagi? Wah parah Al, kenapa jadi gini, kamu ga kasian sama Kayla, ini udah ke dua kalinya dia sakit hati pada orang yang sama Al, yaitu kamu” sederet pesan dari kontak yang bernama Amanda.
Pesan lain dari konta tanpa nama, namun dengan tanda isyarat yakni tanda tanya (?), “Al gimana? Sudahkah Kayla menerima suratmu? Bagaimana tanggapan Kayla? Jujur sesama perempuan aku bisa merasakan sakitnya, dia sedang terluka saat ini, bagaimana dengan alasan yang kau beri bahwa kau telah jatu cinta padaku?”
Alfin segera membalas pesan dari kontak dengan tanda tanya tersebut, mengabaikan pesan dari Amanda meskipun ia telah membacanya’.
“sudah aku jelaskan tentang alasanku, namun aku tidak memberikan alasan bahwa aku telah berpaling darinya, aku tidak mau Kayla tambah terluka dengan kenyataan bahwa aku tidak bisa menjaga pandangan, sungguh aku hanya manusia yang berlumuran dosa”
“lalu bagaimana jika nanti keluargamu akan mempersunting diriku dan kita akan menikah disini?” tanya perempuan itu,
“aku akan mengatakan bahwa kita kenal setelah aku dan Kayla selesai” Alfin dengan santai menjawab pesan dari wanita itu, dan masih sama, dia mengabaikan pesan dari Amanda, sahabat Kayla.
Obrolan mereka berakhir, sedang diseberang sana, Kayla masih berusaha menenangkan dirinya sendiri dan menerima kenyataan bahwa jika nanti beasiswanya keterima, dia akan ke mesir dan tidak menutup kemungkinan bahwa dia dan Alfin akan bertemu.
###
Di rumah Kayla.
Aku sudah percaya dengan ketulusan, aku kira meskipun LDR semuanya akan baik-baik saja, namun tidak semudah itu, Alfin dengan pasrah melepasku begitu saja, apa iyya aku adalah orang yang tak pantas bersanding dengannya dikarenakan pendidikanku tidak setara dengannya, lalu apkah Alfin pantas memperlakukanku seperti ini, membuang layaknya sampah begitu saja, argghhh.
Pikiranku terus saja bertanya-tanya, bahkan surat darinya tak mampu ku baca kembali dengan tuntas, rasanya sakit menyayat ulu hati, pesan dari sahabat-sahabatku juga kubiarkan begitu saja tanpa ku gubris sedikitpun, ingin ku mengirimi pesan pada Alfin, namun urung, biarkan saja surat ini menjadi obrolan terakhirku dengannya, jikapun aku mengirimi dia pesan, akan terlihat seakan-akan akulah orang yang sangat menyayanginya dan tak ingin kehilangan dia, dan aku bukan tipikal orang yang mau berjuang sendirian.
“Kay, barusan orang tua Alfin mau kesini” teriak ibuk dari kamar sebelah, aku yang sudah tau apa tujuan mereka tak lantas membuatku merasa berharga dengan kehadiran mereka,
“apa ga sebaiknya kita aja yang kesana buk, sambil mengembalikan cincinnya” kataku,
“apa maksudmu Kay?” tanya ibuk yang memang belum tahu tentang surat ini, aku keluar kamar menuju kamar ibuk, disana adik sudah terlihat tidur pulas, akupun menyodorkan surat itu untuk ibuk baca, “ini surat yang dari Alfin?” tanyanya kembali, aku hanya mampu mengangguk dengan wajah yang masih sedikit menunduk,
“aku ke kamar dulu buk, ibuk silahkan baca surat itu dulu” kataku sembari meninggalkan kamar ibuk dan kembali ke kamarku, aku tak ingin ibuk melihat mataku yang sudah sembam akibat menangis.
Sedang hpku masih saja terus bergetar, bahkan pesan yang sudah lama aku tunggu kini kembali ada, mbak Rara mengirimiku pesan setelah lama tidak saling berkabar,
“Kayy, aku dengar dari Alya kalau kamu sama Alfin sudah tidak baik-baik saja, apakah itu benar? Kenapa masalahnya Kay? Sini cerita sama mbak”, bahkan aku juga tidak tau apa penyebabnya, gumamku dalam hati.
“iyya mbak seperti itulah, aku tidak bisa menjelaskan”
Jika luka saja tak ingin kau ingat, apalagi penyebabnya?, seseorang yang telah kau percaya untuk menaruk hati kepadanya, namun dengan beribu alasan ia rela meninggalkanmu dan membuatmu hanya bisa pasrah dengan keadaan tanpa melawan sedikutpun.