Loading...
Logo TinLit
Read Story - Aku baik-baik saja ¿?
MENU
About Us  

Bunga mawar yang indah tak selamanya bisa kau cium harumnya, bunga melati juga akan layu hingga perlahan keindahannya tak lagi bisa dinikmati

 Ibarat perpisahan yang menyiratkan kesedihan dan menggambarkan bahwasanya tidak semua orang bisa kita genggam selamanya.

.....................................................

 

  Malam-malam panjang yang bising akan kajian, perbincangan, juga tawa beriringan, kini sepi seketika. Malam ini tepat 2 tahun aku menjadi santri, malam ini pula akan menjadi saksi tentang pemilihan para pengurus pesantren yang baru, pergantian pengurus yang rutin dilaksanakn setiap waktu ini akan dilanjutkan dengan lepas pisah bersama kakak-kakak yang sudah mau berhenti, dan pulang kerumah masing-masing, salah satunya seperti mbak Rara.

  “mbakk” rajukku pada mbak Rara, aku juga melihat semburat kesedihan pada kelopak matanya, senyum tipis tak lagi menyatu dengan pancaran cahaya diwajahnya, kali ini dia berbeda, guratan kesedihan yang kukira hanya ada pada diriku, nyatanya tidak, kesedihan itu ada di mana-mana, bahkan aku tidak bisa mengungkapkan kata sekedar ‘terimakasih’ , dia sosok kakak yang sangat mengayomi, sangat penyayang dan perhatian. “sini Kay” mbak Rara merentangkan kedua tangannya, dengan senang hati kusambut pelukan hangatnya, kami menangis dalam hirak pikuk bisingnya malam.

“semangat, harus tanggung jawab dengan amanah yang kamu emban ya Kay” Amanah yang baru kemaren malam aku emban, serasa sudah sangat berat, terpilih menjadi sei.ubudiah yang harus siap siaga mengayomi, tegas juga sabar tak terbayang hingga detik ini. “engghih mbak, nanti ceritain ke Kayla ya, gimana indahnya menjadi mahasiwa” bahunya semakin bergetar, aku tidak tahu kenapa bisa mempertanyakan seperti itu, meski sebelumnya, mbak Rara tidak pernah cerita tentang kelanjutan study S1-nya dimana. Kucoba menenangkan dengan mengelus punggungnya perlahan, hingga tangisannya mereda baru aku mengutarakan pertanyaan yang sedari tadi ingin kutanyakan. “mbak, kenapa menangis, sejak dulu mbak Rara juga selalu sedih dengan pertanyaan Kayla tentang kuliah? Bolehkah Kayla tahu?” dia mengangguk, namun guratan sembilu serasa masih tertancap dihatinya, teka teki apa sebenarnya yang telah mbak Rara simpan sendirian disana. Dia menggeleng, menunduk lalu berkata “mbak tidak bisa lanjut kuliah Kay” lagi, dan lagi, kata-katanya tercekat begitu saja, bahunya kembali berguncang, namun perlahan ia bisa mendongakkan kepalanya, menghapus tetesan air mata lalu kembali menatap mataku, “mbak dijodohkan Kay, dan akan dinikahkan dua bulan lagi setelah pulang dari pesantren nanti”. Bungkam, aku tercengang dengan jawaban mbak Rara, bukankah ia imemiliki potensi? Sering mendapat nilai bagus waktu dibangku sekolah dulu? Bercita-cita ingin menjadi dokter bahkan keliling dunia dengan ilmu, namun aku tidak bisa menjawab itu semua, ingin bertanyapun tak mau, melihat mbak Rara yang sangat terpukul dengan semua ini membuat hatiku sakit, takut jikalau hal tersebut terjadi padaku, naudzubillah. “yang sabar ya mbak” ucapku akhirnya.

Bukan perpisahan jika tidak berakhir dengan air mata, mengenang kisah yang telah lama menjadi cerita, mengusik kembali segala rasa, suka duka tergambar nyata dipelupuk mata, mungkin, jika seseorang ingin kembali pada bait-bait cerita masa kelam, bersenandung dengan indahnya cerita masa lalu yang hanya akan menjadi jiwa terbelenggu pilu.

Aku, kamu, mereka bahkan kita sama-sama mempunyai kisah, namun bukan berarti kisah itu berakhir ketika tidak bersama lagi, ada banyak cara untuk tetap menjalin silaturrahmi, sama halnya dengan acara lepas pisah malam ini, ada banyak banyak mata sendu, suara tangis sebab kisah dulu kembali diputar, mnyiratkan arti kerinduan. Dan semua itu tidak akan hanya berhenti disini, semuanya akan melanjutkan cerita baru dengan suasana yang baru, tetaplah menjadi candu untuk tetap merindu dalam satu.

###  

  Suara gedoran pintu yang sempat aku benci dulu, kita berbalik arah, akulah yang akan menjadi dalam untuk setahun kedepan, membangunkan para santri dengan gedoran pintu kala adzan akan segera berkumandang, memegang kayu panjang kala dzikiran untuk mengawasi para santri yang tertidur dan berbicara sendiri, menegur hingga mendapat tatapan benci dari para santri adalah hal yang akan aku jalani hari ini, aku pernah mendengar kata-kata seperti ini, “jika kamu tidak dibenci, berarti kamu tidak becus menjalankan amanah organisasi’, setelah dipikir-pikir kembali, aku membenarkan kalimat tersebut, benar dan nyata adanya, sebab ini amanah yang akan kupertanggung jawabkan kelak diakhirat.

“gimana Kay udah bangun semua?” tanya Aisyah yang juga menjadi sei.ubudiah, “udah sepertinya, eh pengurus yang lain udah pada ke mushollah kan” “udah kok” aku menghembuskan nafas lega, sebab seorang pengurus adalah contoh utama dalam segala hal. Semoga mulai hari ini hingga nanti, semua pengurus bisa bekerja sama dengan hikmat, meski kadangkala ada masalah dikepengurusan sebelum-sebelumnya, bukan cuma tidak menghargai jabatan orang lain, melainkan juga terkadang ada pendapat yang tak selaras hingga menjadi desas desus pengurus bertengkar, sampai ditelinga santri.

  “aku duluan ya Kay” “iya Syah, aku masih mau ngontrol disebalah, takut ada yang tidak bangun” “okee”. Seperginya Aisyah ke mushollah, akupun melanjutkan tugasku untuk menggeleda kamar yang lain. Setelah terdengar adzan berkumandang, dan merasa sudah tidak ada yang tersisa, kuputuskan untuk ke mushollah juga.

Subuh kali ini sangat berbeda, tak lagi ketemua mbak Rara yang duduk sebelah pintu keluar seraya menanyakan para santri yang ingin keluar, tak lagi kutemui mbak Ila yang sinis menatap santri yang tidak berdzikir, kurindukan juga cerita-cerita Alya tentang kisah mistis dan semacamnya, ‘Al, apa kabar?” gumamku dalam hati. Sudah tiga hari Alya pulang dari pesantren, bahkan ia tidak bisa mengikuti acara pelantikan dan lepas pisah, bahkan aku tidak tahu apakah Alya sudah tahu tentang posisinya yang terpilih sebagai wakil ketua. Alya pulang bukan karena sakit, namun ia pulang sebab ada masalah yang mengharuskan pulang dengan alasan ‘acara keluarga’.

Sayangnya, aku sebagai sahabat tidak begitu tahu banyak tentang kehidupannya, masalah yang ditutup rapat dan di hadapi sendiri dalam diam, anaknya yang sangat ceria menyiratkan seakan ia baik-baik saja, beda dengaku yang tidak bisa bohong pada dunia, “Kay, adzan udah selesai, wiridhan yuk” “ayuk” jawabku setengah kaget, suara merdu menyatu menjadi satu, seketika hati ini kembali berdenyut lamban, menyiratkan rasa syahdu nan rindu perlahan.

  Mentari begitu cerah seakan ikut mewarnai hari, mendung kala pagi, kini mulai tak terlihat lagi, tak lagi kembali dengan rintisan hujan yang membersamai langkah menuju sekolah tiap pagi, hari kian berganti, menyisakan beribu-ribu memory, pahit manisnya kehidupan yang senantiasa aku jalani. Sejak Alya mulai tak ada kabar, aku juga mulai kesusahan dengan program kerja yang harus kujalankan, Amanda dan Dinda seringkali terlambat ketika sholat ashar, sebab mereka terlalu nyenyak tidur siang, dan akan kesal jika aku menegurnya, teman tetaplah teman, namun tanggung jawab haruslah dinomor satukan. “Kay, ga usah ngaji yaa” rajuknya dengan muka memelas, mengaji yasin seraya berdiri merupakan denda atas keterlambatan sholat, mengaji yasin akan di dua kali lipatkan untuk pengurus sendiri. “Amanda, Dinda harusnya kalian lebih dewasa yaa, hukum itu dibuat harus dijalankan, gapapa, mengajilah, niatkan ibadah yaa” aku berlalu turun dari mushollah sebab tak ingin memperpanjang perdebatan dengan mereka, ini bukan kali pertama mereka terlambat.

“Kay ada telpon” “dari siapa” tanyaku sedikit berteriak. “Alya” mendengar nama Alya, aku yang sedari tadi fokus mengetik makalah, langsung beranjak setengah berlari ke arah temanku yang mengabari. Dengan kasar aku merebut handphone dari genggamannya,. “Halo Alyaaa, gimana? Sehat kan? Kapan balik?” terdengar hembusah nafas dari seberang, “Kay, kebiasaan deh, ga sabaran, nanyanya bisa satu persatu ga?” “hehehe iyya maaf Al, habisnya kamu hampir seminggu loh izinnya” “iyya maaf ga ngabarin, aku juga ga cerita ke kamu tentang masalah keluargaku, nanti kalau aku kembali ke pondok, insyaAllah aku bakal cerita yaa” “boleh ga cerita sekarang aja, aku khawatir soalnya Al” diapun terdiam, memberi jeda pada perbincangan kami yang mulai menuju pada titik serius, terdengar kembali hembusan nafas kasar yang ia keluarkan, membuatku mulai tidak enak, takut jikalau aku memaksa dia untuk menceritakan tentang masalah keluarganya. “jadi sebenarnya, aku bukan anak kandung ibukku, melainkan anak salah satu saudara sepupu jauh dari bapak, makanya aku menjadi anak tunggal, karena salah satu dari orang tuaku mandul, aku pulang karena orang tua asliku datang ingin menjengukku, dan ini juga kali pertama aku bertemu beliau.. “ masih menggantung, aku tahu hatinya pasti sesak, namun aku tidak ingin memotong. “Al, jika kamu tidak ingin melanjutkan, gapapa kok” katakusetengah khawatir. “nggak, aku cuma nahan nafas doang, takut nangis lagi, yaa gimana ga kaget ya Kay, diumurku yang hampir 18tahun ini, baru dikasih tahu tentang kebenaran ini, anehnya juga aku tidak bisa merasakan jikalau aku bukan anak kandung bapak dan ibuk” setelah Alya berhenti agak lama, akupun memberanikan memberi tanggapan, “berarti kedua orang tuamu memang menganggap kamu seperti anak sendiri Al, makanya kamu tidak bisa merasakan keganjalan selama ini, itu pertanda mereka sangat menyayangimu, jadi sekarang gimana akhirnya, kamu kapan mau balik, udah mau seminggu loh ini” tanyaku. “kayanya aku balik jum’at Kay, besok maksudnya, iyya  kamu benar, aku juga sangat menyayangi mereka, dan kebetulan orang tua asliku juga udah kembali ke jawa barat, beliau hanya ingin memberiku nafkah dan menemuiku, itu saja, aku juga senang karena bisa bertemu dengan saudara-saudaraku yang sejak dulu aku anggap sebagai sepupu jauhku” “yang sabar ya Al, kalau butuh teman curhat atau apapun, kamu bisa bilang ke aku yaa, insyaAllah selagi ada waktu, kenapa harus pura-pura sibuk” kamipun tertawa bersaan, kata sibuk untuk siswa kelas 3 Aliah yang sebentar lagi akan banyak mengikuti ujian dan harus menyelesaikan MAKALAH sebagai persyaratan kelulusan membuat kami terlalu sibuk namun sering kali menikmati hal tersebut. Masa putih abu-abu yang sebentar lagi akan berakhir, membuat kami semakin mengeratkan tali persahabatan disela-sela kesibukan.

###

  Sore ini terdengar kembali kabar tentang Alya, tepat ketika aku di ndalem pengasuh, ibu Alya nyabis kepada ibu nyai sepuh, aku yang sedang membantu mbak abdi dhalem mengantarkan makanan tidak sengaja mendengar ibunda Alya berkata bahwa Alya ingin dipulangkan dari pesantren, dengan kata lain ingin memberhentikan Alya. Aku yang tidak sengaja mendengar perbincangan tersebut, langsung kaget, sebab cerita Alya kemaren sore lewat saluran telefon terdengar baik-baik saja, namun siapa sangka jika sebenarnya sedang ada benalu dalam permasalahan kelurarganya.

  “mbak, ini udah mau maghrib, aku harus kembali ke pondok, sebab para santri kalau tidak ada yang nyontohin untuk datang lebih awal ke mushollah, mereka tidak akan berangkat, apalagi pengurus yang lain suka datang telat akhir-akhir ini” pamitku ke mbak Rara.

“iyya sana Kay, mbak Rara sebentar lagi juga nyususl yaa”

“nggak papa mbak, kan mbak Rara pengabdian, waktunya juga lebih banyak habis di ndalem, bukan leha leha, mbak Rara juga pasti sangat lelah kan ngurusin ini itu”

  Mbak Rara dengan senyum khasnya seakan memberi jawaban bahwa nanti aku akan merasakan apa yang dia rasakan saat ini, sebab sebentar lagi ia akan pulang dan akulah yang akan meneruskan pengabdiannya di pesantren ini.

  Lagi dan lagi, aku harus berteriak menyuruh adik-adik bahkan teman sendiri untuk lekas bergegas ke mushollah sebelum adzan maghrib berkumandang. “Adik-adik, ayo cepat berangkat ke mushollah, yang belum siap tolong lebih cepat yaa” ada sebagian yang menggubris teriakanku dengan buru-buru mengambil sajadah dan mukenah di kamar masing-masing, namun ada juga yang dengan santai masih menikmati makanannya dengan lambat seakan tak ada peraturan. Haruskah aku marah? Tidak, sebab marah bukan cara terbaik dalam mendidik.

Bukan cuma itu, aku juga seakan tak dihargai oleh temanku sendiri, mereka seakan enak-enakan menjadi pengurus yang datang paling akhir, seakan tak melihatku dan tak mendengar teriakanku, mereka melupakan peraturan begitu saja, dan akan ingat kembali ketika tugas mereka sendiri harus dijalankan. Haruskah aku dendam dan diam? Tidak, sebab pengurus juga wajib diurus, hukumannya dua kali lipat diabnding anggota santri yang lain,aku bahkan tak peduli jika mereka mengome, toh mereka juga wajb diurus. Karakter seseorang akan kelihatan bagaimana ia ketika mempunyai tanggung jawab.

###

  Setelah sholat isyak selesai, aku menghampiri Dinda, sepertinya ia sedikit lebih tahu tentang masalah pribadi Alya, sebba dia lebih lama berteman dengan Alya dibanding aku. Berhubung ini malam selasa, dimana ajian kitab libur dan hanya akan ada kelompok belajar.

“Din, ganggu ga?” tanyaku pada Dinda yang baru saja membuka laptop di kamar pengurus. “nggak, kenapa Kay?”. “aku ingin ngobrol tentang Alya, boleh ga kira-kira?” Dinda menatapku sekilas, lalu kembali fokus pada layar laptop di depannya. “Kay, kalau masalah itu aku takut, karena Alya sudah mempercayaiku untuk tidak ngomong pada siapapun, itu masalah pribadi Kay” tanpa berpikir panjang dan banyak bertanya, aku putuskan untuk mengangguk sebagai jawaban, serta ucapan terimakasih dan meminta  maaf karena telah mengurangi waktu belajarnya.

Setelah perbincangan dengan Dinda aku tak banyak bicara, aku hanya ingin mencerna tentang semua ini, ada baiknya aku tidak mnerka-nerka apa yang sedang terjadi pada Alya, namun aku hanya berfikir kenapa Alya harus membohongiku, dan berpura-pura sedang baik-baik saja, sayangnya aku begitu polos hingga tidak bisa membaca situasi yang terjadi.

 “Kay, kok gak belajar, katanya mau ujian” mbak Rara yang baru datang dari dari kamar mandi menyadari lekuk wajah sedihku, pertanda jika aku sedang tidak baik-baik saja, pikiranku kosong, sibuk memikirkan Alya hingga lupa bahwa akupun perlu diperhatikan. Benar kata mbak Rara, ujian sebentar lagi, bukan waktunya untuk main-main. “ayo kenapa, mau cerita gak, mumpung mbak lagi ga ada kerjaan ini”. “nggak mbak, aku mau lanjut belajar, lain kali aja hehe” “kalau ada masalah jangan dipendam sendiri ya Kay” ucapnya seraya mengelus bahuku. “baik mbak, makasih banyak” jawabku membalas senyum manisnya.

  Akhir-akhir ini fokus belajarku kurang baik, teralihkan oleh organisasi, masalah keluarga serta masalah Alya, sahabatku sendiri namun aku gagal membaca pikirannya hingga aku tak tahu apa masalah yang sedang ia emban. Kepalaku berkunang-kunang, badanku juga merasa lemas, aku tidak bisa seperti ini terus sedangkan ujian kelas akhir sudah di depan mata.

  Daun-daun itu gugur diterjang angin, hujanpun lebat nan langit berkelabu sejak kemaren siang, tak ada semangat bangkit untuk sekedar berjalan disamping pesantren, dilorong setapak yang biasa anak-anak santri bersuka ria disana, sambil menikmati cilok dan snack yang mereka beli dari kantin pesantren. Aku hanya melihat aliran air keruh dijalan setapak itu, melihat banyaknya tanah yang terbawa arus air hujan, bahkan batu-batu kecil juga ikut terseret membersamai lumpur coklat itu.  Aku juga tak melihat anak ayam bersama induknya yang sering mencari makan di dekat lorong setapak ini, tak juga kulihat tetangga berlalu lalang diladang sebelah pesantren ini, lagi dan lagi aku hanya melihat daun pohon kelapa yang terombang ambing melawan angin yang membersamai hujan lebat hari ini. Aku juga enggan keluar sekedar berjalan ataupun memebeli sesuatu dikantin depan, aku hanya bisa melihat perubahan itu dari jendela atas, jendela kamar pengurus yang terletak dilantai dua, aku sengaja melihat sendiri tentang bagaimana kehidupan alam sekitar kala hujan tiba, berharap pikiranku ikut segar dengan apa yang aku lihat, rasanya bahagia meski sekedar bisa melihat keadaan alam sekitar.

“Kay” “astaghfirullah” jawabku kaget. Mataku terbelalak melihat orang yang berdiri di depanku. “Al, kamu ksn ini?” tanyaku dengan ragu. “apa sih Kay, kaya bangun dari mimpi saja, iyya ini aku, sini peluk” jawabnya seraya membentangkan kedua tangannya kearahku. “kamu jahat Al” kamu terbelenggu pada masalah ini, aku juga mendengar Alya terisak ketika aku memaki dia sebba dia tidak pernah menceritakan masalahnya kepadaku, aku juga kesal dengan diriku sendiri sebab tak tahu keadaan seorang sahabatnya. “Maaf Kay” hanya kata-kata itu yang Alya lontarkan, tidak dengan aku yang seakan menggerutui semua ini. “kenapa? Kenapa aku tidak tahu akan dirimu, aku cuma tahu bahwa kamu adalah sahabatku Al” “maaf Kay, namun aku tidak bisa menceritakan semua dari awal, aku tidak ingin mengingatnya kembali, itu akan membuat hati ini sakit lagi, dan lagi, biarlah semuanya berlalu, kamu tidak salah, kamu tidak perlu menggeruti dirimu sendiri, karenan memang sedari awal akulah yang tidak ingin berbagi denganmu, bukan karena kamu orang baru dipersahabatan kami, tidak,. namun karena aku tidak yakin kamu bisa menanggung beban masalahku, sedangkan masalahmu juga belum usai hingga sekarang” benar, Alya memang benar, belum tentu aku kuat ketika aku sudah mulai mendengar cerita Alya, masalah keluargaku saja juga belum tentu aku kuat menanggungnya sendiri, jika tidak ada ibu yang selalu memberiku semangat tanpa henti. “maaf Al, aku yang harus minta maaf sama kamu, selama ini seolah-olah hanya aku yang mempunyai masalah besar, selalu menceritakan semua masalahku kepadamu, padahal sejatinya kamu juga ingin didengar, bukan hanya mendengar. Kamu kuat Al, kamu kuat menyimpan semuanya tanpa ada orang selain Dinda yang tahu akna masalahmu, Amanda saja tidak kau beri tahu, sedikit jahat emang dirimu ini” kata terakhirku membuat senyum itu kembali terukir dibibir Alya, akupun juga tersenyum dan memeluknya kembali dengan erat. “gapapa, lupakan saja apa yang sebenarnya terjadi, tetaplah lihat aku layaknya Alya yang dulu, Alya yang tidak sendu kelopak matanya, Alya yang selalu tersenyum dan bersuka cita” Alya sosok yang sangat tegar yang pernah aku kenal selain ibuku, ia mampu tidak memperlihatkan bekas air mata dikelopak matanya, meski sedikit redup namun tetap tegar, hebat. “kamu mau balik ini?” tanyaku yang langsung dijawab dengan gelengan kepala. “tidak, aku hanya ingin berpamitan kepada kalian semua, karena aku tidak bisa melanjutkan kelas akhir ini sampai ujian selesai, Kay, jangan cerita ke siapa-siapa yaa, dua hari yang lalu ketika aku menceritakan semua masalahku lewat telefon, itu benar Kay, dan sebab itulah aku juga tidak bisa melanjutkan sekolah disini, aku diminta untuk ikut bersama mereka, sedangkan ibuku juga menyayangiku, namun ibu juga tidak bisa melanjutkan pendidikanku setelah MA, maka dari itu ibu memutuskan untuk melepasku kembali kepada kedua orang tua kandungku, supaya aku mendapat pendidikan yang bagus, jadi aku harus melanjutkan kelas 12 ini disemester kedua nanti di sekolah baruku” jelas Alya panjang lebar, namun aku tahu itu hanya sebagian, sedangkan masalah besarnya, entah apa itu, sengaja ia simpan, namun itu hak dia, hak semua orang untuk tidak berbagi semua kisah hidupnya. Kadangkala memang harus seperti itu, tak perlu mengumbar semua masalah hidup agar orang lain tidak memandang kita lemah. “baiklah, jika kamu tidak apa-apa dengan keputusan yang juga kamu ambil ini, aku hanya bisa mendoakan semoga kamu tetap baik-baik saja dan ceria disana” pungkasku. “makasih banyak ya udah mau melukis kisah bersamaku selama aku disi, oh iyya Dinda dan Amanda dimana, kok dilantai bawah juga sepi, adik-adik pada tidur yaa Kay” “ya kamu salah datangnya, udah tahu siang hari waktu istirahat, hujan lagi, jadi enak buat tidur hehehe” gurauku. “oh iyya Dinda sama pengurus yang lain sepertinya tadi lagi di mushollah, aku ga gabung sama mereka karena aku tidak ingin rujakan, seleraku cuma pengen ketemu kamu doang, eh taunya tiba-tiba muncul, emang yaa berdoa kala hujan itu cepat terkabaul” gombalanku mampu membuat ALya tertawa hingga memperlihatkan kerongkongannya, matanya menyipit seakan ia sangat bahagia dengan tawa sederhana ini. Nanti aku pasti sangat merindukan ini. “kamu emang sipaling paling deh wkwk, ya udah aku mau pamit ke semua pengurus, aku juga mau ngambil beberapa barang yang tersisa Kay, sedangkan lemari sudah aku wakafkan kepesantren ini ya, oh iyya aku nitip salam lewat kamu aja yaa, untuk adik-adik yang lain, tidak enak jikalau harus mengganggu mimpi indah kala hujan turun, hahaha” kami tertawa seakan perpisahan tak lagi didepan mata, seakan ini seperti hari-hari biasa yang setiap detiknya penuh canda dan tawa. “oh iyya Al, kapan kamu ke Jakarta” “besok aku akan berangkat, tapi tidak usah risau, pasti aku akan main-main kesini kok, maksudnya ke madura, aku akan menyempatkan diri untuk mengunjungi ibuk, dia yang selama ini merawatku, ga mungkin aku lupa begitu saja Kay” “ohh iyya, wajib itu, masa kacang lupa sama kulitnya” “ya ga mungkin, hahaha” kembali tawa itu terdengar renyah ditelingaku. Aku membuntuti Alya yang berjalan ke arah temen-temen pengurus yang lain, mereka berhambur memeluk Alya setelah mereka menyadari bahwa yang sedang berjalan kearahnya itu adalah Alya. Tangisku pecah kala melihat ini semua, seakan waktu tidak mau memberi jeda tuk sekedar melabuh rindu, mereka berhambur melemburkan rindu, dan aku melihat Dinda menangis seraya memeluk Alya erat. Aku tahu kenapa tangis Dinda paling kenceng diantara aku dan mereka, sebab Dindalah yang tahu semuanya, Dinda yang dipercayai Alya untuk menyimpan kisah yang entah apa itu, aku melihat mereka berdua menangis saling meminta maaf, entah maaf dalam artian apa itu, aku juga tidak tahu.

  Setelah acara perpisahan itu usai, Alya berpamitan kembali kepada kami satu persatu, mengulurkan tangan dan kembali kata ‘maaf’ itu terucap dengan senyum dan mata sembam,. “hati-hati yaa, jangan pernah berubah, kabarin kalau lagi main ke Madura ya Al” “baik Kayla, kamu juga baik-baik disini sampai pengabdian nanti yaa, semangat pokoknya” jawabnya singkat namun penuh makna. Alya berlalu turun dari tangga, melambai-lambaikan tangannya sebagai perwakilan dari kata ‘selamat tinggal’. hujan mengiringi kepergiannya, mengiringi tangis haru yang menderu pilu, rasa sesak kembali menyatu dalam qolbu. “sabar yaa, kami juga merasa kehilangan” kata Amanda yang berada dibelakangku, segera aku hapus air mata yang mengalir sedari tadi, “iyya Amanda” Amanda tersenyum kearahku, dia juga kuat, tak serapuh aku, padahal dia sangat dekat dengan Alya, namun dia juga sama sepertiku, sama-sama tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Alya.

  Biarlah hari ini saja, hujan mengiringi kisah perpisahan kami, semoga tidak dengan esok ataupun lusa. Cukupkan hujan menjadi banyak sejarah yang tertinggal, meski akan terulang lagi diingatan kala hujan kembali datang. Iyya hujan, selalu ada kisah-kisah menarik dibalik rintinkannya, namun kenapa kali ini adalah sebuah kisah perpisahan yang hanya akan mengalirkan air mata seakan membersamai tetesan air yang jatuh kebumi.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
6963      1603     1     
Romance
Seorang wanita berdarah Sunda memiliki wajah yang memikat siapapun yang melihatnya. Ia harus menerima banyak kenyataan yang mau tak mau harus diterimanya. Mulai dari pesantren, pengorbanan, dan lain hal tak terduga lainnya. Banyak pria yang datang melamarnya, namun semuanya ditolak. Bukan karena ia penyuka sesama jenis! Tetapi karena ia sedang menunggu orang yang namanya sudah terlukis indah diha...
FIREWORKS
515      369     1     
Fan Fiction
Semua orang pasti memiliki kisah sedih dan bahagia tersendiri yang membentuk sejarah kehidupan setiap orang. Sama halnya seperti Suhyon. Suhyon adalah seorang remaja berusia 12 tahun yang terlahir dari keluarga yang kurang bahagia. Orang tuanya selalu saja bertengkar. Mamanya hanya menyayangi kedua adiknya semata-mata karena Suhyon merupakan anak adopsi. Berbeda dengan papanya, ...
Cinta Tiga Meter
696      436     0     
Romance
Fika sudah jengah! Dia lelah dengan berbagai sikap tidak adil CEO kantor yang terus membela adik kandungnya dibanding bekerja dengan benar. Di tengah kemelut pekerjaan, leadernya malah memutuskan resign. Kini dirinya menjadi leader baru yang bertugas membimbing cowok baru dengan kegantengan bak artis ibu kota. Ketika tuntutan menikah mulai dilayangkan, dan si anak baru menyambut setiap langkah...
Edelweiss: The One That Stays
2194      894     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
Of Girls and Glory
4057      1630     1     
Inspirational
Pada tahun keempatnya di Aqiela Ru'ya, untuk pertama kalinya, Annika harus berbeda kamar dengan Kiara, sahabatnya. Awalnya Annika masih percaya bahwa persahabatan mereka akan tetap utuh seperti biasanya. Namun, Kiara sungguh berubah! Mulai dari lebih banyak bermain dengan klub eksklusif sekolah hingga janji-janji yang tidak ditepati. Annika diam-diam menyusun sebuah rencana untuk mempertahank...
Daybreak
4127      1766     1     
Romance
Najwa adalah gadis yang menyukai game, khususnya game MOBA 5vs5 yang sedang ramai dimainkan oleh remaja pada umumnya. Melalui game itu, Najwa menemukan kehidupannya, suka dan duka. Dan Najwa mengetahui sebuah kebenaran bahwa selalu ada kebohongan di balik kalimat "Tidak apa-apa" - 2023 VenatorNox
Ludere Pluvia
1205      674     0     
Romance
Salwa Nabila, seorang gadis muslim yang selalu berdoa untuk tidak berjodoh dengan seseorang yang paham agama. Ketakutannya akan dipoligami adalah penyebabnya. Apakah doanya mampu menghancurkan takdir yang sudah lama tertulis di lauhul mahfudz? Apakah Jayden Estu Alexius, seorang pria yang tak mengenal apapun mengenai agamanya adalah jawaban dari doa-doanya? Bagaimanakah perjalanan kisah ...
Premium
Dunia Tanpa Gadget
11491      2962     32     
True Story
Muridmurid SMA 2 atau biasa disebut SMADA menjunjung tinggi toleransi meskipun mereka terdiri dari suku agama dan ras yang berbedabeda Perselisihan di antara mereka tidak pernah dipicu oleh perbedaan suku agama dan ras tetapi lebih kepada kepentingan dan perasaan pribadi Mereka tidak pernah melecehkan teman mereka dari golongan minoritas Bersama mereka menjalani hidup masa remaja mereka dengan ko...
EPHEMERAL
137      123     2     
Romance
EPHEMERAL berarti tidak ada yang kekal, walaupun begitu akan tetap kubuktikan bahwa janji kita dan cinta kita akan kekal selamanya walaupun nanti kita dipisahkan oleh takdir. Aku paling benci perpisahan tetapi tanpa perpisahan tidak akan pernah adanya pertemuan. Aku dan kamu selamanya.
Tanpa Kamu, Aku Bisa Apa?
119      94     0     
Romance
Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan Anne dan Izyan hari itu adalah hal yang terbaik bagi kehidupan mereka berdua. Anne tak pernah menyangka bahwa ia akan bersama dengan seorang manager band indie dan merubah kehidupannya yang selalu menyendiri menjadi penuh warna. Sebuah rumah sederhana milik Anne menjadi saksi tangis dan canda mereka untuk merintis 'Karya Tuhan' hingga sukses mendunia. ...