Loading...
Logo TinLit
Read Story - Aku baik-baik saja ¿?
MENU
About Us  

Jangan pernah berusaha menjadi orang lain dalam hal apapun, hargai dirimu layaknya sosok yang berkata ‘ini aku, bukan dia ataupun mereka’ sebab dirimu sangat berharga.

.....................................................

 

  Namaku Kayla Putri, orang-orang biasa memanggilku Kayla, gadis kecil yang terlahir di salah satu desa terpencil yang jauh dari hirak pikuk duniawi, hingga aku tak begitu tau tentang kejamnya dunia saat ini. Umurku sudah 15 tahun, dimana aku semakin ingin mengembangkan diri ketika melihat teman seangkatanku sudah banyak yang hijrah ke kota lain untuk melanjutkan pendidikan disana, mereka hanya akan kembali ketika liburan tiba, menceritakan banyak hal yang mereka dapat disana, aku sekedar menjadi pendengar yang baik hingga rasa ingin masuk pesantren sangat menggebu dalam diri ini.

 “Kayla, kenapa melamun nak” tegur ibuk yang membuatku seketika menoleh ke arah beliau,  “buk, Kayla lusa kan wisuda MTs, boleh tidak kalau semisal Kayla mondok disalah satu pesantren” beliau tersenyum seraya mengusap ubun-ubunku, lalu berlalu kedalam kamar, seolah permintaanku hanya sekedar guyonan tanpa harus dihiraukan. Aku kembali melanjutkan aktivitas merapikan mainan adik di teras rumah. Sengaja menyibukkan diri supaya tidak terlalu kepikiran dengan keinginanku yang menurutku hanya sekedar ingin, “sksksk” samar-samar aku mendengar isak tangis dari dalam kamar ibuk, tangis itu tak lain adalah tangis ibuk, dengan pelan aku berjalan kearah kamar ibuk, sesampainya di depan pintu ku lihat ibuk sedang menelungkupkan kepala di atas bantal, tak tega aku melihat bahunya terguncang hingga tanpa sadar akupun meneteskan air mata, aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, apa gerangan yang menyebabkan beliau menangis, apa karna penuturanku tadi, atau ada masalah lain. Ingin ku dekap tubuhnya, namun belum sampai aku didekatnya, hp ibu bordering, pertanda bahwa ada orang yang menelfon. Aku tak ingin beranjak dari dekat pintu kamar ibuk sebab ingin mendengar perbincangan tersebut meski aku tak tau siapakah yang menelpon.

“iyya gimana?” Tanya ibuk pada orang diseberang sana, aku mengira orang itu adalah bapak , karena memang bapak sedang merantau ke kota lain demi membiayai kami, tak lama kemudian ibuk menjawab kembali “benar ada uangnya, lalu gimana dengan kebutuhan kita dan si kecil kalau Kayla diberangkatkan ke pesantren?” tanyanya lagi, rupanya benar, ibuk menangis sebab kepikiran dengan permintaanku, sejak aku kecil sampai sekarangpun ibuk selalu menginginkan anak-anaknya sama dengan yang lain.

 Setelah ibuk menutup panggilannya, aku mendatangi beliau lalu kududuk dan memeluknya dari belakang seraya berkata “buk, keinginan Kayla tidak harus diwujudkan kok buk, gak papa kok Kayla disini aja biar bisa bantuin ibuk ngejagain adek, Kayla bisa meneruskan sekolah ditempat yang lama buk” tuturku menenangkan hatinya, “nggak nak, bapakmu setuju kalau kamu diantar kepesantren minggu ini, bareng sama ibuk serta pak de dan bu demu, ibuk kasian jika kamu harus mengalah lagi nak, dulu saat kamu mau melanjutkan MTs di pesantren, ibuk sama bapak sudah melarang sebab ekonomi kita dulu sangat tidak baik, ditambah ibuk hamil dan harus memenuhi kebutuhan adikmu, sekarang sudah waktunya kamu merasakan suasan baru, melanjutka masa putih abu-abumu di pesantren yang dari dulu kamu impikan” jelas beliau panjang lebar, aku tau beliau sambil menangis, mengingat-ngingat masa lalu yang penuh perjuangan untuk sekedar hidup, harus keliling komplek untuk menjual sayuran dan semacamnya. Dan Alhamdulillah hari ini keadaan ekonomi keluargaku lebih membaik sebab bapak sudah mendapatkan pekerjaan yang bagus meski harus merantau keluar kota.

“makasih buk, Kayla janji bakal belajar sungguh-sungguh dan membuat ibuk bapak, dan semua keluarga bangga” kataku disela-sela tangis yang mulai pecah. “iyya ibuk yakin kamu pasti jadi orang sukses kelak nak” perbincangan kami tak berlanjut sebab adikku terbangun, mungkin kurang nyaman dengan keberisikan kami dikamar ini, aku menyayangi adikku, bahkan lebih dari sekedar menyayangi diri-sendiri. “Yo wes kamu lanjutkan beberes ya, pilih baju-baju yang bakal kamu bawa, besok pagi kita belanja buat kebutuhan lainnya” titah ibuk padaku sambil mengendong si kecil. “iyya buk” balasku dengan senyum semringah. Lanjut aku memilih baju dan buku yang akan aku bawa ke pesantren, aku memilih pesantren Al-kautsar,tempatnya tidak terlalu jauh dari rumahku, bisa dikunjungi tiap minggu, yakni pada hari jum’at. Biayanyapun masih bisa dijangkau, dan kata teman-temanku yang udah lama disana pendidikannya pun tidak diragukan, dalam artian murah namun tidak murahan, sebab kebanyakan pengajarnya atau asatidznya ikhlas tanpa memikirkan bayaran, bahkan ada yang tidak mau digaji sama sekali, oh sungguh luar biasa.

“Kay, udah tidur nak?” ibuk mengetok pintu kamaku pelan.

“belum buk” jawabku dengan setengah berlari membuka pintu.

“tidur bareng ibuk dan adik yuk, kita tidur bertiga, gimana?”

“boleh buk, bentar Kayla ambil selimut” rupanya ibuk ingin kami tidur bertiga, sebab setelah aku wisuda nanti aku akan berangkat ke pesantren, akan tumbuh dewasa disana, dan jika Allah mngizinkan, aku akan melanjutkan pendidikan S1 juga, jadi mungkin ibuk berfikir, kapan lagi jika bukan malam ini.

###

  “semoga nanti Kayla kerasan disana ya nak” pak de, saudara dari ibuk mengelus pundakku, menguatkan aku seakan banyak hal-hal baru yang akan aku hadapi, “iyya pak de” tanggapku singkat. Ibuk tersenyum, ikut mengelus-ngelus pundakku, sedangkan aku merasakan hal yang berbeda, aku bahagia, aku yakin bisa melewatinya, aku pasti kerasan disana, itulah kemungkinan-kemungkinan yang aku pikirkan tanpa terbesit sedikitpun rasa khawatir akan hal baru nanti.

  Hari ini cerah, secerah perasaanku yang kian hari kian gembira mengingat semakin dekatnya waktu keberangkatanku ke pesantren. “yang ini nak, atau yang ini” Tanya ibuk saat membeli peralatan seperti gayung, ember, peralatan sekolah dan peralatan mandi lainnya. “yang ini aja buk, warnanya bagus, warna pink menyiratkan kelembutan” ibu tersenyum menanggapi perkataanku. “kamu ini nak, sajak kecil suka sekali dengan warna pink, untung kamu cewek jadi ga ada salahnya” akupun ikut tersenyum hingga tertawa mendengar tanggapan ibuk, yang membuatku bertanya kembali “emang kalau cowok ga boleh suka sama warna pink ya buk” ibuk tak kunjung menjawab, matanya menatap kebola mataku lalu berkata “kamu ini kalau nanya ga selesai-selesai, lebih baik  lanjutkan dulu ya, abis ini kita pulang, takut adikmu kebangun, kasian buk de ntar kewalahan kalau dia nangis”  “hehe, iyya buk siap”.

Setelah semua barang sudah terpenuhi, kamipun memutuskan untuk pulang. Saat-saat seperti inilah yang nanti akan aku rindukan, berjalan berdua sama ibuk di jalan raya sembari berdiskusi banyak hal. Ibuk juga tak jarang menasehatiku, beliau juga kadang menceritakan masa mudanya dulu, tentang bagaimana beliau bisa bertemu dengan bapak lalu menikah. Banyak pelajaran yang katanya harus aku ambil supaya tidak salah dalam mengambil keputusan, seperti sekarang ini, kenapa ibuk mengedepankan pendidikanku? Karena beliau dulu tidak bisa merasakan bangku MA/SMA karena kakek nenek dulu tidak mempunyai biaya yang cukup, jadi ibuk ikut bekerja dan membantu memenuhi kebutuhan keluarga dan untuk menyekolahkan pak de, meski pak de tidak bisa lanjut kuliah, namun setidaknya beliau bisa sampai MA dan sekarangpun menjadi guru ngaji di desa ini, mungkin karena ilmu dan barokah yang beliau dapatkan, sebab itu pak de tidak mau melihat ibuk kesusahan.

  Sengaja ibuk tidak memberi tahu tetangga yang lain jikalau aku akan diantar ke pesantren sore ini,cukup pak de dan bu de saja yang tau. “ada yang ketinggalan nduk, atau udh beres semuanya?” tanya bu de, beliau memanggilku nduk kerena beliau orang jawa yang  ikut pak de tinggal disini, “insyaAllah ga ada bu de” jawabku singkat, “hayoo, liat aja dulu kamarmu, dan lingkungan sekitar rumahmu, biar ndak rindu toh nduk” guyonan bu de yang spontan ditanggapi dengan tawaan renyah oleh kami semua. Aku diantar dengan 2 sepeda motor, aku bareng pak de, dan ibuk bareng bu de, syukur bu de tau mengendarai sepeda motor, kalau tidak, bisa jadi kami dijemput 2 kali karena jarak rumah kami ke pesantren juga tidak terlalu jauh.

  Ada aura berbeda kala aku mulai masuk di gedung yang penuh dengan warna hijau ini, aku melihat para santri mengantri di kantin tepat di depan pintu kedua pesantren putri, sebelumnya aku sudah melewati pesantren putra yang memang terletak tepat pinggir jalan, dimana santrinya leluasa berjalan dijalan raya, kantin untuk santri putra juga terpisah, tidak seperti punya santri putri yang memang dibatasi, dan tidak boleh keluar ke jalan raya, oleh sebab itu ada gerbang utama yang membatasi gedung dengan jalan raya.

 “monggo pak buk” kata salah satu santriwati dengan jari jempol menunjuk ke arah pintu ndalem (rumah pengasuh), “iyya mbak, makasih banyak yaa”, “njih buk sama-sama, ibuk bisa langsung masuk, nanti ada teman saya yang nunggu di teras ndalem buk” jelas santriwati tadi. “itu tadi mbak santri berarti ya buk?” tanyaku penasaran, “iyya nak, itu namnya mbak santri, biasanya yang di ndalem itu mbka-mbak santri yang sudah pengabdian, dalam artian sudah menyelesaikan MA namun masih ingin mengabdi di pesantren” kuanggukkan kepala sebagai tanda paham.

Mbak santri, terngiang-ngiang panggilan mbak santri di kepalaku, dari dulu ingin sekali dipanggil mbak santri, nyantri dipesantren maksudnya. Akhirnya hari ini aku juga bakal dipanggil mbak santri, horeee, sorak dalam hatiku. Sebenarnya awal mula aku tau tentang mbak santri tuh dari novel yang kubaca ketika kls 2 MTs dulu, melekat dan mendarah daging, makanya aku ingin sekali merasakan dunia pesantren.

“silahkan pak, buk, yang laki-laki sebelah sana ya pak, yang perempuan sebelah sini” mbak santri ini dengan telaten mengarahkan kepada kami sebelum iya mengambil barang atau tas bawaan kami. Mbak santri tadi berlalu kedapur setelah Kami duduk diteras yang ditunjukkan, sedangkan pak de di teras depan dengan pak kyai. Selang beberapa menit kemudian, ibu nyai sepuh rawuh, dan langsung kami bersegera menyalami beliau. Dilanjut mbak santri tadi menyuguhi kami makanan dan air minum, caranya bertingkah sangat lembut sekali. Ibupun menitipkanku pada ibu nyai sepuh dan ibu nyai satunya yang kuduga adalah anak dari nyai sepuh sebab lebih muda, aku yang tidak terlalu tahu bahasa halus khas pesantren hanya senyum-senyum dan kujawab setahuku.

 Setelah acara bertamu atau biasa dikenal nyabis sudah selesai, kami menuju pesantren dengan diantar mbak santri yang ada didapur ndalem (rumah pengasuh) tadi,jarak antara rumah pengasuh dengan pesantren juga tidak terlalu jauh sehingga ibu nyai dan pak kyai sangat mudah untuk mengontrol santri-santrinya .

“adek sudah pernah kesini sebelumnya atau belum?” tanyanya membuka obrolan denganku, 

“belum mbak” kusapu aura wajahnya sembari tersenyum sebagai tanda kesopanan,

“baru mau masuk MA ya dek”, “ iyya mbak” jawabku singkat.

Mbak ndalem itulah yang pertama kali aku kenal meski aku lupa menanyakan namanya, dia juga yang memilihkan kamar untukku serta membantu membawa barang-barangku, “dek, ini kamar adek yaa, maaf tadi siapa namanya?”, “Kayla Putri mbak, bisa di panggil Kayla” jelasku, mbak ndalem itu lanjut memperkenalkan aku dengan teman kamarku supaya saling kenal, aku mendengarkan dengan sangat antusias penjelasan dan beberapa peraturan yang diinfokan, serta sambil mengingat-ngingat nama-nama mereka, aku tersenyum dan menundukkan kepala sebagai tanda sapa kepada mereka, kamipun bersalaman satu sama lain.

“nitip Kayla ya nduk, ajarin Kayla karena dia belum banyak tahu” kata bu de ke mbak dan teman kamarku, aku sibuk mencandai adekku dan berhenti kala ibu bilang “ya udah Kay, kami pulang dulu ya, nanti ibu sambangi tiap hari jum’at, bagi makanannya sama teman-temanmu ya”, “injih buk” jawabku malu-malu karena bahasaku mulai menggunakan bahasa alus seperti santri lainnya, ibuk tersenyum seakan meledekku karena cara pengucapanku belum sempurna benar, “belajar yang bener ya nak”, “iyya buk pasti, ibuk dan adek baik-baik dirumah ya, kalau kesepian, kerumah pak de aja kan deket” aku mencium tangan beliau sedang beliau mengusap ubun-ubunku lalu mendoakanku.

Tak ada tangis diantara kami malam ini, hanya doa saling terpaut dengan rasa harap yang sangat. Aku juga tidak meneteskan air mata sedikitpun, karena ini pilihanku, bukan atas dasar keterpaksaan dan aku sangat bersyukur atas semuai ini.

 “oh iyya mbak, nama mbak siapa” tanyaku pada mbak ndalem setelah ibuk, pak de dan b de berlalu pulang, “namaku Rara dik” tanggapnya, “oh oke mbak Rara” aku melanjutkan merapikan beberapa barang dan menata baju di lemari, berhubung besok hari jum’at, aku akan mulai masuk sekolah formal dihari sabtu nanti, yang mana sebelumnya sudah daftar sehari sebelum masuk pesantren untuk pendataan siswa baru.

 Pesantren ini sama seperti pesantren lainnya yang mempunyai jadwal kegiatan beserta peraturan dari bangun tidur hingga tidur lagi, seperti malam ini yang merupakan malam jum’at, setelah sholat isya’ berjamaah, kami sholawatan bareng dan di akhir nanti kami akan  bersalaman sambil membaca (Allahummaghfirlana waliwalidina waliustadina walimasyaikhina) seakan saling meminta maaf satu sama lain, diurut dari yang paling tua dengan membentuk barisan sampai akhirnya menjadi lingkaran besar. Tak hanya itu, kami juga ngaji Al-kahfi secara barengan di hari jum’at pagi.

Setelah sholawatan dan sharing bareng, aku sengaja untuk tidak beranjak dari mushollah terlebih dahulu sebab ingin merasakan sejuk didalamnya. “halo Kayla, benar kan ya namanya Kayla?” seseorang mengagetkanku,

 “halo mbak” jawabku yang sontak membuat mereka tertawa,

 “jangan manggil mbak, kita seangkatan kok, bedanya aku santri lama, kamu santri baru, oh iyya panggil aku Alya aja, dan ini kedua temanku, namanya Dinda dan Amanda” kata Alya sambil menunjuk mereka berdua,

 akupun langsung menjulurkan tanganku sebagai tanda bahwa aku sangat antusias dengan perkenalan ini “halo Alya, Dinda, Amanda” kutautkan tanganku dengan tangan mereka satu persatu seraya mengingat-ngingat namanya.

###

  Suara bising yang belum pernah kudengar sebelumnya, kulihat para santri dengan kegiatan yang berbeda-beda , ada yang tertawa dengan sekelompok temannya, entah cerita apa yang sedang mereka ceritakan, ada pula yang fokus menikmati rujak mangga yang diselingi dengan candaan, ada yang sendiri membaca buku seperti novel dan buku cerita lainnya, makan dilantai dengan beberapa orang lainnya, jujur ini adalah pemandangan luar biasa di malam jum’at yang mungkin jarang dilakukan di malam-malam lainnya sebab akan ada pengajian kitab, “duduk disini aja ya, sampe nanti jam masuk baru kita ke kamar masing-masing” ajak Amanda menunjuk kursi panjang di halaman pesantren, “boleh, kita ngobrol dulu kalau gitu”tanggap Alya. 

  Kami duduk dikursi panjang dan saling berhadapan, tempat dimana anak-anak santri bisa melihat indahnya kemerlap bintang-bintang dimalam hari, kata mereka, tempat ini sengaja ditaruk ditengah-tengah, supaya anak-anak tidak merasa terlalu tertekan (dikurung).  

“pengalaman kalian waktu baru datang kesini apa aja?, sini cerita” aku mencoba menetralisir rasa kaku, supaya bisa mengimbangi cerita-cerita mereka, “kalau aku malu campur takut, karena kan dulu kalau mondok pas umur 12th masih belum tau apa-apa ya, belum bisa pake jilbab dengan benar, melipat baju aja sering dibantu, diajarin biar rapi” Alya menggambarkan betapa dulu ia pemalu, sampai memperagakan cara dia menatap kakak kelas dulu, tangannya lincah memperagakan hingga jari-jari lentikknya seakan menari.  

“kalau aku bareng datangnya sama Dinda, karena kami emang tetanggaan, bahkan kamar tidur kita juga sama dulu, bedanya si Dinda lebih pemalu dari aku” jelas Amanda sambil tertawa yang langsung menerima tatapan sinis dari Dinda. “nggak, Amanda bohong Kay, padahal dia dulu yang lebih pemalu, sampai mau ngomong sama kakak tingkat aja harus melalui aku” kami tertawa terbahak-bahak, Amanda juga saling senggol dan adu mulut sama Dinda, layaknya anak kembar namun tak seiras, bentuk muka mereka juga tidak sama, Dinda mempunya bentuk muka yang lonjong, sedang amanda mempunyai bentuk muka oval, mirip dengan bentuk muka Alya, sikap Amanda juga lebih kemayu dibanding sikap Dinda yang sedikit bar bar, Amanda terlalu feminim dengan gaya rambutnya yang panjang, terawat dan selalu digerai, beda dengan anak tetangganya ini, si Dinda, dia mencukur pendek rambutnya dengan alasan ribet.

 “kalian lucu ya” tanggapku kemudian, “hah, emang kenapa dengan kami?” tanya mereka bertiga. “nggak, maksudku Dinda dan Amanda, udah tetanggaan, ga ada yang mau ngalah, sama-sama kocak lagi, hahaha”, “iyya kayaknya mereka lebih cocok jadi anak kembar deh Kay, namanya juga hampir mirip lagi, serasa udah ada rapat antar sesama tetangga sebelum lahir deh” aku dan Alya tidak bisa menahan tawa, tawa kami lepas begitu saja, bahkan Amanda dan Dinda juga ikut menertawai diri mereka sendiri, wkwkwk. Kami lanjut bercerita banyak hal yang mungkin sampai pagi tidak bakal selesai, hingga kami mendengar bel berbunyi, pertanda jam masuk kamar atau jam tidur sudah tiba. Kami beranjak untuk pergi ke kamar mandi dan ke kamar masing-masing. “good night guys”  pamit Alya seraya berjalan ke kamar mandi,  aku memutuskan ke kamar terlebih dahulu sebab sabun dan peralatan lainnya masih ada di kamar.

 “Mbak, gayung yang berisikan peralatan mandi tadi ada dimana ya mbak” tanyaku pada mbak Rara yang masih setia dibalik laptopnya. “oh mau ke kamar mandi ya, ayok mbak anterin dek” kata mbak rara yang lansung beranjak dari tempat dimana ia duduk fokus pada laptopnya, aku semakin terharu melihat kebaikan mbak satu ini, sangat telaten bahkan mendidik aku layaknya saudara sendiri, atau bahkan serupa dengan anak didiknya. “makasih banyak mbak, maaf ngengganggu hehe”, “gak papa dek, kamu kan dititipkan ke mbak, lagian kamu juga baru dan belum banyak tahu tentang kehidupan disini, semoga kerasan yaa, kalau ada apa-apa bilang aja ke mbak, ga perlu sungkan” aku mengangguk sebagai pertanda paham.  Aku mengikuti cara-cara yang diperagakan mbak Rara, cara menaruk barang dan menjaga pakaian supaya tidak menyentuh dengan tembok kamar mandi sebab takut terkena najis, diajarkan pula tentang bagaimana keluar kamar mandi setelah membasuh kaki supaya tidak terkena najis. Mbak Rara berjalan dibelakangku sambil memperhatikan cara jalanku, jika keliru dia membenarkan, memberi contoh supaya tidak terciprat air dari bawah yang menyebabkan najis. Sesampainya dikamar, aku juga diajarkan untuk tidak meletakkan handuk atau sarung yang basah dikasur, dan harus di gantung. Teman kamarku juga tipe orang yang friendly, welcome banget sama anak baru sepertiku. “kalau sudah ganti baju, langsung tidur ya dek, besok subuh kalau dibangunin bangun ya, jika tidak, nanti kena hukuman loh” pesan mbak Rara terkesan bercanda namun tersirat arti serius, “oke mbak siap, selamat tidur semua” ucapku sebelum berbaring ditempat tidurku.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
RIUH RENJANA
497      364     0     
Romance
Berisiknya Rindu membuat tidak tenang. Jarak ada hanya agar kita tau bahwa rindu itu nyata. Mari bertemu kembali untuk membayar hari-hari lalu yang penuh Renjana. "Riuhnya Renjana membuat Bumantara menyetujui" "Mari berjanji abadi" "Amerta?"eh
A Freedom
149      129     1     
Inspirational
Kebebasan adalah hal yang diinginkan setiap orang. Bebas dalam menentukan pilihan pun dalam menjalani kehidupan. Namun sayang kebebasan itu begitu sulit bagi Bestari. Seolah mendapat karma dari dosa sang Ayah dia harus memikul beban yang tak semestinya dia pikul. Mampukah Bestari mendapatkan kebebasan hidup seperti yang diinginkannya?
Bittersweet My Betty La Fea
4534      1459     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...
Kala Badai Menerpa
1359      647     1     
Romance
Azzura Arraya Bagaswara, gadis kelahiran Bandung yang mencari tujuan dirinya untuk tetap hidup di dunia ini. Masalah-masalah ia hadapi sendiri dan selalu ia sembunyikan dari orang-orang. Hingga pada akhirnya, masa lalunya kembali lagi untuknya. Akankah Reza dapat membuat Raya menjadi seseorang yang terbuka begitu juga sebaliknya?
The Arcana : Ace of Wands
164      143     1     
Fantasy
Sejak hilang nya Tobiaz, kota West Montero diserang pasukan berzirah perak yang mengerikan. Zack dan Kay terjebak dalam dunia lain bernama Arcana. Terdiri dari empat Kerajaan, Wands, Swords, Pentacles, dan Cups. Zack harus bertahan dari Nefarion, Ksatria Wands yang ingin merebut pedang api dan membunuhnya. Zack dan Kay berhasil kabur, namun harus berhadapan dengan Pascal, pria aneh yang meminta Z...
The Maiden from Doomsday
10670      2383     600     
Fantasy
Hal yang seorang buruh kasar mendapati pesawat kertas yang terus mengikutinya. Setiap kali ia mengambil pesawat kertas itu isinya selalu sama. Sebuah tulisan entah dari siapa yang berisi kata-kata rindu padanya. Ia yakin itu hanya keisengan orang. Sampai ia menemukan tulisan tetangganya yang persis dengan yang ada di surat. Tetangganya, Milly, malah menyalahkan dirinya yang mengirimi surat cin...
Miracle of Marble Box
3116      1345     2     
Fantasy
Sebuah kotak ajaib yang berkilau ditemukan di antara rerumputan dan semak-semak. Alsa, Indira dan Ovi harus menyelesaikan misi yang muncul dari kotak tersebut jika mereka ingin salah satu temannya kembali. Mereka harus mengalahkan ego masing-masing dan menggunakan keahlian yang dimiliki untuk mencari jawaban dari petunjuk yang diberikan oleh kotak ajaib. Setiap tantangan membawa mereka ke nega...
Asoy Geboy
5865      1629     2     
Inspirational
Namanya Geboy, motonya Asoy, tapi hidupnya? Mlehoy! Nggak lengkap rasanya kalau Boy belum dibandingkan dengan Randu, sepupu sekaligus musuh bebuyutannya dari kecil. Setiap hari, ada saja kelebihan cowok itu yang dibicarakan papanya di meja makan. Satu-satunya hal yang bisa Boy banggakan adalah kedudukannya sebagai Ketua Geng Senter. Tapi, siapa sangka? Lomba Kompetensi Siswa yang menjadi p...
Jelek? Siapa takut!
3416      1468     0     
Fantasy
"Gue sumpahin lo jatuh cinta sama cewek jelek, buruk rupa, sekaligus bodoh!" Sok polos, tukang bully, dan naif. Kalau ditanya emang ada cewek kayak gitu? Jawabannya ada! Aine namanya. Di anugerahi wajah yang terpahat hampir sempurna membuat tingkat kepercayaan diri gadis itu melampaui batas kesombongannya. Walau dikenal jomblo abadi di dunia nyata, tapi diam-diam Aine mempunyai seorang pac...
Edelweiss: The One That Stays
2194      894     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...