"Pergilah dimana tempat kamu dihargai, jangan biarkan mental mu rusak hanya karena manusia."
********
Kegelapan yang semula menyelimuti angkasa perlahan mulai memudar, digantikan oleh cahaya mentari pagi yang menyebar.... menyinari seluruh hamparan langit.
Hari ini, di SMA Negeri 1. Jam dinding masih menunjukkan pukul enam pagi, bangku-bangku kosong tak bertuan pada tiap-tiap kelas terlihat sepi. Hanya ada satu dua murid yang sengaja tiba lebih awal, menyempatkan waktu senggang untuk belajar di sekolah sebelum ujian dimulai.
"Genan!" panggil Alam seraya menggebrak meja, untung saja di dalam ruangan itu hanya ada mereka berdua.
"Hm?" deham Genandra sambil sibuk membolak-balikkan halaman buku yang ia baca.
"Lo jadian sama Akira?" Alam merubah nada suaranya lebih pelan, tidak sekeras sebelumnya. Takut, kalau sampai ada seseorang yang menguping pembicaraan mereka.
"Enggak," balas Genandra masih sibuk berkutat dengan buku catatannya.
"Terus yang ada di story instagram dia itu apa kalau bukan lo? Kalian berdua kemarin pergi ke pasar malem kan, iya kan?"
"Ngaku aja deh!" desak Alam supaya Genandra mau mengakuinya.
"Dasar lo Gen, diam-diam menghanyutkan. Kemarin-kemarin aja lo cuekin dia, eh ujung-ujungnya suka juga lo. Emang bener ya apa kata orang, cinta itu berawal dari benci."
Genandra tidak bisa mengelak sebab memang itulah faktanya, kalaupun mau membantah perkataan dari Alam, apa yang harus dia katakan. Bahkan hingga sekarang Genandra masih mempertanyakan, kenapa sih kalau cewek setiap mau makan, tidur, pergi ataupun tengah melakukan sesuatu selalu aja di posting ke media sosial. Kalau gak post emang kenapa sih? Gatel tangannya?
"Hallo Ayah-Ayah Novan!" sapa Novan sembari masuk ke dalam kelas menghampiri Genandra dan Alam, lalu duduk di sebuah kursi kosong dekat mereka.
"Lo udah masuk sekolah aja Van?" ucap Alam cukup terkejut melihat kedatangan Novan, kemarin wajah anak itu terlihat sedih dan murung. Tetapi sekarang, nampaknya dia sudah kembali seperti dulu lagi. Walaupun kantong matanya sedikit menghitam seperti panda.
"Gimana keadaan lo, sehat?" sahut Genandra.
"Iya, alhamdulilah gue sehat. Wajah lo berdua kenapa sih kok pada aneh gitu ngelihat gue?"
"Kita khawatir Van, kemarin waktu datang ke rumah lo, lo diem aja, sedih banget mukanya. Dan sekarang tiba-tiba masuk sekolah bilang Ayah-Ayah," balas Alam, mau heran tapi ini Novan.
"Hehehe, kemarin kan orang yang gue sayang pergi bre jadi wajar gue sedih, dan sekarang masa gue harus sedih terus, kasihan dong Mama gue lihat anak laki-lakinya dari atas sana mewek terus kerjaannya," ucap Novan.
"Hm iya-iya, baguslah kalau begitu, jadi gue gak perlu khawatir lagi," balas Alam.
"Huwaaa Ayah Alam perhatian banget ya sama Novan, jadi sedih," ujar Novan dramatis, seketika membuat Alam ingin menarik kata-katanya kembali.
"Nyesel gue ngomong tadi," batin Alam menyesal, menatap wajah Novan dengan muka masam.
"Ya udah gue balik ke ruangan gue dulu ya, bentar lagi masuk."
"Oke," balas Alam dan Genandra bersamaan.
"Papay, jangan kangen ya kita cuman beda ruangan aja kok," pamit Novan masih menyempatkan berdiri di ambang pintu, mengatakan sebaris kalimat tersebut dengan gaya sok imut.
"Ish dasar Duvan, kalau gak sengklek sehari aja gak bisa," gumam Genandra tertawa, dia ikut merasa senang melihat salah satu temannya kembali seperti dulu lagi.
********
Di ruang ujian sepuluh IPS 3, kebetulan tempat duduk Akira bersebalahan dengan Hari, jadi mereka bisa bertukar jawaban dan saling membantu sama lain disaat ujian berlangsung.
"Jam kedua waktunya apa ya Ri?" tanya Akira kepada Hari setelah ujian jam pertama selesai, Hari menyeret kursi di tempat duduknya mendekat ke meja Akira, agar mereka berdua bisa belajar bersama.
"Hari," panggil Akira, alih-alih membalas ucapan dari dirinya ia malah menatap gadis itu dengan tatapan yang aneh.
"Lo kenapa sih Ri? Tatapan lo serem banget."
Hari mengambil handphonenya yang terletak di dalam laci meja, lalu sibuk mencari-cari sesuatu pada layar benda pipih itu dan ditunjukkannya kepada Akira.
"Ini apa? Ini siapa Akira? Mas G, maksud lo Kak Genan?" Hari memperlihatkan sebuah gambar screenshot yang dia ambil dari status whatsapp Akira, terdapat foto punggung laki-laki di sana dengan background pasar malam.
"Iya, Hari kok tahu?" balas Akira pura-pura polos.
"Hari kok tahu Hari kok tahu," ledeknya mengulangi perkataan Akira dua kali.
"Kalau bukan Kak Genan cowok mana lagi yang lo suka, yang depannya huruf G," sambung Hari naik darah.
"Ini prank kan Ra? Lo beneran gak jadian kan sama dia? Dia itu cowok yang sudah berkali-kali tolak lo dan mempermalukan lo di depan umum Ra."
"Enggak kok, gue belum jadian sama dia, kita kemarin keluar cuman sekedar main aja," balas Akira membuat Hari bernapas lega.
"Syukurlah, tapi sebenarnya gue gak ada masalah sih kalau seumpama lo memang cinta banget sama dia, cuman gue kurang suka sama sifatnya Ra. Dia itu-"
"Gue apa?" potong Genandra berjalan memasuki ruang kelas Akira bersama Alam dan Novan mengekor di belakangnya.
"Ini orang dibuat dari apaan sih? Tiba-tiba nongol," batin Hari langsung diam seketika, menutup mulutnya rapat-rapat.
Seluruh perhatian di dalam ruangan reflek tertuju kepada Genandra dan kawan-kawan, mereka semua terlihat begitu senang terutama golongan perempuan. Jarang-jarang kan tiga pangeran sekolah datang ke kelas mereka.
"Kak Genan, ngapain ke sini?" tanya Akira kepada Genandra yang sudah berdiri di hadapannya.
"Gak ada apa-apa, gimana ujian lo? lancar?" balas Genandra sontak membuat Alam dan Novan dibuat melongo karenanya, baru kali ini mereka melihat Genandra tidak bersikap cuek kepada wanita.
"I-iyah lancar, walaupun agak susah sih," balas Akira gugup, bahkan ia tidak berani menatap wajah laki-laki tersebut.
"Oh ya nih!" Genandra menyodorkan sebuah coklat batang yang persis seperti waktu itu Akira berikan kepada dirinya, tetapi malah Genandra buang begitu saja.
"Sebagai ganti coklat lo yang gue rusak waktu itu," sambungnya.
"I-iyah, ma-makasih Kak," Akira menerima coklat pemberian dari Genandra dengan tangan sedikit gemetar dan berkeringat.
"Dimakan ya, jarang-jarang gue kasih coklat ke cewek soalnya. Cuman lo, satu-satunya perempuan di sekolah ini yang pernah dapet coklat secara langsung dari gue," ujar Genandra sengaja mengatakan hal itu, dan disaksikan oleh semua anak yang ada di dalam kelas tersebut.
"Gue balik dulu, pulang sekolah gue tunggu di deket gerbang," pungkasnya lalu mengajak Alam dan Novan untuk pergi keluar dari dalam sana.
Setelah melihat ketiga anak itu sudah benar-benar pergi, seluruh anak-anak langsung berlari mengerumuni Akira. Untuk memastikan apakah benar Akira dan Genandra memiliki hubungan.
"Akira, lo ada hubungan spesial sama Kak Genan?"
"Ra, sejak kapan lo sama dia?"
"Kak Genan beneran naksir lo Ra?"
Akira semakin dibuat takut bercampur bingung dengan semua pertanyaan-pertanyaan itu, dia menutup kedua telinganya rapat-rapat. Terlalu banyak anak yang mengerumuninya sekarang, sama sekali tidak memberikan Akira kesempatan untuk berbicara. Bahkan rasanya untuk bernapas pun susah.
"DIIIEEEMMMMM!!!!" teriak Hari sangat keras, ia bisa melihat kalau sahabatnya sekarang sedang tertekan.
"Lo semua niat tanya apa bunuh temen gue sih hah!" bentak Hari disertai mata melotot yang dia tujukan kepada mereka semua.
"Sekarang gue minta kalian semua balik ke tempat masing-masing, SEKARANG!" Hari itu diibaratkan seperti pelindungnya Akira, sekali mulut gadis itu mengaum, maka tidak ada satu anak pun yang berani melawannya.
Semangat kak yok up lagi😗
Comment on chapter Mas fiksi lebih menggoda