Di depan pintu gerbang SMA NEGERI 1.
"Kak, Akira masuk dulu ya," ucap Akira setelah turun dari sepeda motor Arzan, seraya memberikan helm tersebut kepadanya.
"Iya, hati-hati ya! Belajar yang pinter," jawabnya dan Akira mencium punggung tangan kakaknya lalu pergi masuk ke dalam sekolah.
Sesampainya di koridor, di depan sana manik mata Akira melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi berjalan membelakangi dirinya. Cukup sekali pandang saja, ia langsung bisa mengenali siapa anak itu.
Akira mempercepat langkah kakinya dan berjalan berdampingan di sisi Genandra. "Kak Genan," sapa Akira di samping tubuh Genandra, walau aura laki-laki itu terasa begitu dingin ia tak masalah, toh dia sudah terbiasa.
Genandra berjalan lebih cepat untuk bisa menjauhi Akira, pandangan laki-laki itu tidak teralihkan sedikitpun, hanya fokus ke arah depan.
"Ih Kak Genan, tungguin Akira!" ujar Akira sedikit berteriak dan berlari menyusul Genandra dengan langkah kaki kesal.
"Kak Genan kok ninggalin Akira sih! Emang gak kasihan?" tanya Akira menatap wajah laki-laki tersebut.
"Kak! Aku manusia loh Kak bukan patung, bales kek atau apa gitu," sambungnya sebab Genandra sama sekali tidak memperdulikan keberadaan dirinya.
"Kak Genan!" sentak Akira langsung berdiri di depan Genandra, Genandra pun terkejut dan memberhentikan langkahnya tiba-tiba.
"Di sini ada orang loh Kak! Lirik dikit kenapa sih," sebal Akira menggembungkan pipinya.
"Terus? Gue harus perduli?" balas Genandra.
"Kemarin Akira gak masuk sekolah loh Kak, Kak Genan gak ada rasa kangen gitu sama aku?"
"Gak," ketus Genandra.
"Malahan gue lebih seneng kalau lo keluar aja dari sekolah ini, biar hidup gue tenang."
"Kalau aku keluar dari sekolah, nanti gak ada lagi cewek yang ngejar-ngejar Kakak seperti Akira. Dan itu pasti bakal bikin Kak Genan sedih nantinya."
"Gila, udah punya pasangan juga, masih gatel sama cowok lain," lirih Genandra sembari berjalan melewati Akira.
"Cowok? Siapa?" batin Akira tidak mengerti maksud dari Genandra barusan.
********
-Kelas sebelas MIPA 1.
Genandra is calling you~
"Assalamualaikum Lam, lo lagi ada di mana sekarang? Udah di kelas?" tanya Genandra dalam telepon.
"Waalaikumussalam belum Gen, gue lagi ada di pintu gerbang sekolah nih, gak boleh masuk sama pak satpam," balas Alam.
"Lah, emang kenapa?"
"Halo Abang Genan!" tiba-tiba terdengar suara dari Novan dalam telepon.
"Kok ada suaranya Novan juga? Lo lagi sama dia sekarang?"
"Iya, kita berdua dihukum karena gak pakai kaos kaki sama sabuk," jawab Alam.
"Ck, lo berdua niat sekolah apa enggak sih?"
"Hehe, lupa Gen."
"Gue tutup dulu ya Gen, assalamualaikum!"
"Ya waalaikumussalam," balas salam Genandra dan menutup panggilan telepon tersebut.
********
"Ayolah Pak, kasih kita masuk ke dalam. Cuma lupa pakai kaos kaki sama sabuk aja kok," pinta Alam memohon kepada Pak satpam.
"Enak aja mulutnya kalau ngomong, sekolah itu juga punya peraturan, kalian tidak bisa berbuat seenaknya. Sudah gak pakai sabuk sama kaos kaki, datengnya mepet lagi," jawab Pak satpam.
"Besok kita berdua janji deh Pak gak bakal mengulangi lagi."
"Janji-janji, pokoknya sekarang kalian berdua harus dihukum. Saya sudah diberi amanat oleh bapak ibu guru, ayo ikut!"
Akhirnya, Alam dan juga Novan diajak oleh Pak satpam menuju ke suatu tempat di bagian belakang sekolah. Di sana, terdapat sebuah kolam yang tidak terlalu besar dan airnya keruh.
"Ini," Pak satpam memberikan dua jaring yang cukup besar kepada Alam dan Novan. "Kalian bersihkan daun-daun yang ada di dalam kolam ini, kalau sudah kalian temui saya lagi baru boleh kembali ke kelas," sambungnya lalu berjalan pergi.
"Ayo Van, biar cepet selesai," ujar Alam mulai mengambil dedaunan menggunakan jaring yang diberikan oleh Pak satpam.
"Oke bentar ya, gue mau lepas sepatu dulu," balas Novan lalu melepas kedua sepatunya.
"Ngapain?" tanya Alam.
"Panas Lam, lebih enak dilepas, biar gak basah juga."
"Nih! Tolong dong! Sepatu gue lo taruh di samping pohon deket lo," pinta Novan memberikan sepasang sepatunya kepada Alam.
"Oke," balas Alam sambil menerima sepatu tersebut dan langsung membuangnya ke dalam kolam.
//Byuur// air menyembur kemana-mana, sedikit cipratan mengenai baju seragam mereka berdua. Bak kapal Titanic, sepatu Novan perlahan-lahan mulai tenggelam bersama gelembung-gelembung air.
"ALAM BODOH!!!"
"NGAPAIN LO BUANG SEPATU GUE! KALAU MAU BAKU HANTAM AYO!"
"Habisnya gue kesel Van sama dia. Main hukum-hukum anak orang, emang dia pikir dia siapa," balas Alam berkacak pinggang.
"Kalau lo emang kesel sama dia, ya bilang dong sama orangnya, kenapa sepatu gue yang jadi korban," sahut Novan. "Sekarang gue harus gimana, nyeker gitu ke kelas? Bodoh dipelihara."
"Hei hei hei, siapa tadi yang ngomong toxic!" tegur Bapak guru yang kebetulan ada di sana.
"Lo sih Van!" kesal Alam.
"Lo yang mulai duluan, gue gampar penyok pipi lo."
"Kalian berdua, bukannya masuk kelas malah main di sini," ujar Bapak guru tersebut berdiri di hadapan Novan dan Alam.
"Maaf Pak, kami berdua dihukum disuruh bersihkan kolam," balas Alam menundukkan kepala.
"Ya kerjakan! Gak usah teriak-teriak pakai ngomong toxic segala, bodoh bodoh bahasa macam apa itu. Lambene iku loh, ora iso dijogo."
"Ya sudah, sekarang cepat kembali ke kelas kalian!" suruh bapak guru dan dibalas anggukan oleh kedua anak tersebut.
"Tunggu, sepatu kamu mana?" tanyanya kepada Novan.
"Di sana Pak," tunjuk Novan ke arah kolam. "Sepatu saya gak bisa berenang, jadi tenggelam gara-gara dilempar sama teman saya."
"Astagfirullah nak, sana-sana kembali ke kelas kalian!"
"Iya Pak, terima kasih," balas Novan dan Alam serempak.
Semangat kak yok up lagi😗
Comment on chapter Mas fiksi lebih menggoda