— — —


Violin, gadis anti-sosial...Read More >>"> Coneflower (z e h n :: lonely) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Coneflower
MENU
About Us  

———

 

Setelah Aneisha yang meninggalkan dirinya, Violin kembali dengan rutinitas yang menurutnya membosankan. Perasaannya diliputi rasa kekosongan dan hampa. Bahkan terkadang, hal itu membuat gangguan kecemasan miliknya kambuh, dan berakhir sering absen di sekolah. 

 

Saat di rumah, Violin melupakan semua tugasnya dan melarikan diri dengan hanya terus tertidur. Dia membuat sebuah fake scenario bersama Mytha, dan hidup di dalamnya. Hal itu dia lakukan setiap dia tidak masuk sampai-sampai Ibu memarahinya. 

 

Kembali pada psikiater, Violin hanya bisa terdiam. Dokter berharap gadis yang dia temui bertahun-tahun itu berbicara, tetapi tidak ada jawaban dari Violin. Semua hal berakhir tidak ada artinya, dan lagi-lagi Ibu memarahinya. 

 

"Sampai kapan kamu mau seperti ini?!" 

 

Violin terdiam di tempatnya. Sampai kapanpun. Jawabnya di dalam hatinya. 

 

"Kau tidak bisa terus kabur dan absen sekolah seperti ini!" 

 

Aku berharap bisa kabur dan menghilang dari dunia ini, aku sangat berharap bisa seperti itu. Jawab Violin lagi. 

 

"Jika nilaimu hancur karena semua ini! Ibu tidak akan memaafkanmu!" 

 

Tidak usah maafkan aku dan bunuh saja aku, Ibu. Violin makin menundukkan kepalanya. 

 

"Ibu ingin kau sekolah besok! Ibu tidak menerima alasan lagi!" 

 

Setelah mengatakan itu, Ibu berbalik lalu berjalan pergi dari ruang tengah. Violin terdiam di tempatnya cukup lama. Dia terdiam di sana seperti patung. 

 

Pikiran Violin mengerumuni dirinya. Ada banyak suara-suara memenuhi telinganya. Membuatnya tuli di dunia nyata karena tidak mendengar apapun. Kemudian, pandangannya mulai terasa aneh. Dia melihat kata-kata dimana-mana. Kata-kata itu terlampau banyak dan menghilang lalu muncul, membuat Violin kebingungan di tempatnya. 

 

"Dasar bodoh." Itu sebuah suara. 

 

"Hal terpenting dari pertemanan adalah kenyamanan. Sayang sekali tidak ada yang nyaman berteman denganmu." 

 

"Apa yang akan orang-orang pikirkan tentangmu?" 

 

"Pada akhirnya kau cuma ditinggalkan seperti orang bodoh!" 

 

"Tidak akan ada orang yang menyelamatkanmu."

 

Kemudian tulisan-tulisan itu. 

 

Tidak ada yang berharap padamu. 

 

Kasihan, tidak punya teman. 

 

Semua orang sangat kecewa terhadapmu. 

 

Kau hanya membuat orang lain kecewa. 

 

Anti-sosial yang bodoh.  

 

Bodoh. 

 

Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh Bodoh 

 

Violin ketakutan di tempatnya. Dia mundur selangkah. Seluruh tubuhnya gemetaran karena semua suara dan visual itu. 

 

Mytha, Mytha. Violin mulai memanggil teman ilusinya tetapi tidak ada jawaban apapun. 

 

"Sampai akhir yang kau lakukan hanyalah berdelusi!" 

 

Dasar bodoh. 

 

Violin berlari seperti orang ketakutan ke arah kamarnya sendiri. Dia langsung menutup bahkan mengunci pintunya. Kemudian, dia terduduk dengan tubuh yang gemetaran di kamar. Selanjutnya, kedua tangannya dia gunakan untuk menutup telinganya. Matanya terpejam agar visual-visual tersebut hilang. 

 

"Bunuh dirimu sendiri." 

 

Mata Violin langsung terbuka. Suara itu terdengar mengerikan tetapi merupakan sebuah solusi dari permasalahannya selama ini. 

 

"Bunuh dirimu sendiri yang bodoh dan tidak percaya diri itu!" 

 

Disusul dengan tulisan yang membuat matanya tidak bisa membedakan hal yang nyata ataupun ilusi. 

 

Bunuh dirimu sendiri. 

 

Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri Bunuh dirimu sendiri 

 

Violin kehilangan seluruh kesadaran dalam dirinya. Dia berdiri dari tempatnya sekarang. Lalu, berjalan ke arah meja belajar yang tidak terlalu jauh darinya. Tangannya menarik laci dan memperlihatkan sebuah kotak pensil. 

 

Dia mengambil kotak pensil tersebut. Lalu, membukanya. Di dalamnya terdapat sebuah cutter yang selama ini dia sembunyikan. Violin menatapnya dengan tatapan kosong, dan mengambilnya. 

 

Dia juga mengangkat tangannya yang lain. Lalu, memundurkan lengan baju yang ada di sana. Violin mulai memposisikan tangan satunya yang memegang cutter di atas lengan miliknya. 

 

Srak! 

 

Sebuah garis merah terlihat jelas di sisi lengannya yang hampir dekat dengan siku. Tidak terlalu dalam tetapi agak menyakitkan. Namun walaupun menyakitkan, Violin bisa merasakan sebuah rasa lega di hatinya. 

 

Srak!

 

Dia menyayat lagi di atas sayatan tadi. Masih berupa garis biasa. Tetapi Violin merasa cukup puas. 

 

Srak!

 

Srak!

 

Dia terus menyayat dimanapun tempat di lengannya. Sampai akhirnya lengannya penuh dengan bercak garis-garis kemerahan. Violin tidak merasakan rasa sakit saat cutter menikam dirinya. Justru perasaan lega mendominasinya. Dia merasa seluruh isi pikirannya hilang setelah melakukan hal itu. 

 

Setelah lengannya selesai, cutter mulai dia arahkan pada pergelangan tangannya. Tepat di atas nadi miliknya. Violin agak ragu untuk bergerak, tetapi dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri untuk melakukan itu. 

 

Dia percaya setelah menyayat nadinya dia akan mendapat kebebasan. 

 

"VIOLIN!!!" 

 

Violin menoleh ke belakang. Lalu, dia langsung dipeluk dengan kencang oleh sesosok di depannya. Itu Mytha, dan sekarang dia tengah memeluk dirinya dengan cukup erat. 

 

"Mytha.." Violin memanggil pelan sosok berharga di hidupnya yang menghilang seharian ini. 

 

Mytha menangis di dalam pelukannya. "Apa yang kau lakukan sekarang! Jatuhkan cutter itu!" Teriaknya tanpa mengubah posisinya. 

 

Violin tersenyum getir. "Mytha kau menyelamatkanku.." 

 

"Aku datang karena alam bawah sadarmu, bodoh! Jatuhkan cutter itu!" Teriak Mytha kembali. 

 

Violin menjatuhkan cutter yang dia pegang ke bawah. Hatinya menghangat saat Mytha yang memeluknya saat ini. Namun di sisi lain dia juga kebingungan. Dunia mana yang dia pijaki saat ini? 

 

Violin menyadari sesuatu saat masih membiarkan Mytha menangis di pelukannya. Sosok teman ilusinya itu memiliki sebuah sayap dari bahu belakangnya. Violin mengarahkan tangannya pada sayap itu, tetapi dia tidak bisa merasakan apapun. Seolah sayap itu transparan. 

 

Setelahnya, Mytha menarik kepalanya. Mereka berdua saling bertatapan sejenak. Kemudian, Mytha menundukkan kepalanya. Kedua tangan gadis itu memegang erat tangan Violin yang hangat. 

 

"Jangan pernah membunuh dirimu sendiri. Jangan pernah melakukannya!" Teriak Mytha. 

 

"Kenapa?" Violin menanyakan alasan.

 

"Jika kau mati aku juga mati! Mengerti?!" 

 

Violin menatap Mytha dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. "Apa salahnya dengan itu?" 

 

Mytha menarik tangan Violin dan menggenggamnya erat. Dia menaruh genggaman tangannya dan milik Violin diantara mereka. 

 

"Aku Mytha! Teman ilusimu! Sosok lain yang ada dalam dirimu, bukan. Aku, dirimu sendiri. Sisi lain dari dirimu yang tidak menginginkan kematian!!" Teriak Mytha sekuat mungkin. 

 

Violin tersadar atas kata-kata Mytha barusan. Sosok lain dari dirinya? Sejak awal, Mytha hanyalah dirinya sendiri. 

 

"Aku mohon tetaplah hidup, aku tidak ingin mati. Kumohon." 

 

Apakah itu artinya selama ini dia berteman dengan dirinya sendiri? Sejak dahulu dia hanya berbicara pada dirinya sendiri? Mytha hanyalah dirinya sendiri. Apakah jika dia menyayangi Mytha, itu artinya dia menyayangi dirinya sendiri? 

 

Sejak awal, dia membuat skenario dengan dirinya sendiri? Selama ini dia berusaha menyelamatkan dirinya sendiri?

 

Kenapa dia baru menyadarinya sekarang? 

 

"Violin!" Mytha memanggilnya. 

 

Violin sadar dari lamunannya, lalu menatap ke arah Mytha di depannya. 

 

Mytha tersenyum getir. "Jangan pernah membunuh dirimu sendiri." Mytha perlahan menghilang dari pandangannya. 

 

Kemudian, Violin membuka matanya. Dia tengah duduk di depan meja belajar miliknya. Violin menoleh ke samping. Dia menatap banyak bercak-bercak darah di lantainya. Violin mengernyitkan dahinya bingung asal darah tersebut. Kemudian saat dia melihat ke arah lengannya sendiri, dia baru menyadarinya. 

 

"Violin." Celia masuk ke dalam kamar Violin. Namun setelah melihat Violin, Celia terkejut hingga duduk di tempatnya. 

 

"Vi, Violin! Kenapa kau berdarah-darah seperti itu?!" Teriak Celia. 

 

Keadaan Violin begitu mengenaskan dengan lengannya yang penuh darah mengalir. Tidak hanya di karpet kamar. Darah Violin juga mengalir di bajunya bahkan wajahnya sendiri. 

 

Ibu berlari lalu terhenti tepat di depan kamar Violin. Matanya melotot terkejut melihat keadaan anaknya yang begitu berantakan. Namun, Violin sudah tidak bisa melihat orang yang mengkhawatirkannya lagi karena tiba-tiba matanya terpejam. 

 

"Violin!" 

 

 

———

 

 

Violin dilarikan ke rumah sakit dan rawat inap selama hampir tujuh hari. Pendarahan di tangannya cukup fatal. Bahkan dia memerlukan donor darah. Celia sebagai kakaknya yang memiliki darah dengan tipe yang sama mengajukan diri. Selanjutnya, dia mendonorkan darahnya untuk Violin yang tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit di seberangnya. 

 

Waktu berjalan dengan perlahan. Violin berada di rumah sakit hampir tiga hari. Dia diperbolehkan pulang setelah tujuh hari di rumah sakit. Sekarang Violin tengah memperhatikan televisi yang membosankan. Matanya yang kosong menatap ke arah layar televisi yang menampilkan sebuah berita kecelakaan. 

 

Celia duduk di sebuah kursi yang ada di samping ranjang milik Violin. Kakak gadis itu menatap ke arah adik semata wayangnya dengan tatapan yang cukup sedih. Sementara, Violin menganggap Celia tidak ada di sana, dia masih terus memperhatikan televisi. 

 

"Mengapa kau berakhir seperti ini lagi, Violin?" Tanya Celia.  

 

Pada akhirnya Violin memilih untuk mematikan televisi membosankan tersebut. Pandangannya masih menatap ke depan, dia tidak menoleh ke arah kakaknya sama sekali. 

 

"Entahlah." Jawabnya. 

 

Celia menghembuskan nafasnya. "Ini sudah cukup lama, Violin." 

 

"Lalu?" 

 

Celia menatap ke arah lain dengan tatapan sendu. "Sejak hari kau didiagnosis delusi dan gangguan kecemasan." 

 

Violin akhirnya menoleh ke arah Celia. "Kenapa tiba-tiba mengingatkan itu?" 

 

"Aku hanya tidak percaya kau bisa berakhir sangat buruk sejak hari itu. Aku meremehkannya..." 

 

Violin hanya menatap ke arah Celia dengan kosong. "Aku bukanlah orang yang kuat, Kak." 

 

Celia mendongak, "Aku—"

 

"Kita berbeda." 

 

Celia terdiam setelah mendengar kata-kata Violin. 

 

"Walaupun kau adalah kakakku, kita menjalani kehidupan yang sangat berbeda. Di luar sana, banyak orang yang mengagumimu, berteman denganmu. Membuat hidupmu seolah itu adalah hari yang sangat menyenangkan." 

 

"Vi—"

 

"Aku bukanlah orang yang seperti itu, Kak. Sejak dahulu, aku hanya akan mengisolasi diriku sendiri. Aku terlalu takut untuk melihat orang-orang, tidak sepertimu yang bisa begitu santai berbicara dengan orang lain. Kita berbeda, dan aku tidak tahu apakah kata-kata nasehat darimu dapat membantuku. Terutama nasehat untuk berhubungan dengan orang lain yang seperti biasa kau bicarakan." 

 

Celia terdiam lalu menunduk. Terdengar isakan tangis darinya. "Aku.. hanya mengkhawatirkanmu.. sebagai seorang kakak... Aku tidak tahu bagaimana aku bisa membantumu.. Aku tidak bisa memahamimu, Violin." 

 

 Violin menatap ke depan dengan kosong. "Sejujurnya aku juga tidak memahami diriku sendiri." 

 

Celia berdiri dari tempatnya, kemudian berjalan ke arah pintu kamar dan keluar. Violin bisa melihat sebuah air mata kecil dari pipi kakaknya. Setelah pintu tertutup, hanya ada sebuah keheningan. 

 

Violin menatap ke arah langit-langit kamar yang gelap. Ini masih siang hari, karenanya dia tidak menyalakan lampu. Violin menatap ke arah jendela yang cukup jauh dari posisinya. Namun, matahari sudah tidak menampakkan dirinya lagi. 

 

Siang hari ini tampak seperti malam yang sepi. 

 

"Aku membenci diriku sendiri..." Ujarnya pelan. 

 

Violin melamun sendirian di atas kasurnya. Badannnya menyamping, matanya mengarah ke depan dengan kosong. Salah satu tangannya diperban dari pergelangan tangan sampai hampir siku tangan. Itu adalah bekas cutter kemarin yang mengeluarkan banyak darah dan membuatnya pingsan. 

 

Violin mendengus kecil sembari memegang pergelangan tangannya yang diperban. "Seharusnya aku juga memotongnya di sini..." 

 

"VIOLIN ADA APA DENGANMU?! SETELAH GANGGUAN KECEMASAN KAU MEMILIKI DELUSI JUGA?!"

 

"Sampai kapan kamu mau seperti ini?!"

 

"Jika nilaimu hancur karena semua ini! Ibu tidak akan memaafkanmu!" 

 

"Kau tidak bisa terus kabur dan absen sekolah seperti ini!" 

 

"Jika nilaimu hancur karena semua ini! Ibu tidak akan memaafkanmu!

 

Air mata Violin menetes dan membasahi pipinya sendiri. Dia masih menatap ke arah tangannya yang diperban. 

 

"Untuk apa.. aku hidup.. jika pada akhirnya aku sendirian seperti ini.." 

 

Violin menundukkan kepalanya. Dia memejamkan matanya sesaat hingga air matanya kembali menetes. 

 

"Aku tidak berguna..." 

 

Tiba-tiba terdengar sebuah notifikasi dari ponselnya di meja nakas. Violin membalik badannya. Matanya yang sembap menatap ke arah ponsel miliknya sendiri. 

 

Siapa... yang menghubungiku saat ini? Dia berpikir. 

 

Itu tidak mungkin salah satu anak kelas kecuali Lina, sekertaris kelas yang menanyakan alasan dirinya tidak masuk. Tetapi, dia sudah memberitahu jika dia diopname dahulu, seharusnya dia tidak menghubungi lagi. Kemudian Aneisha, dia tidak akan pernah menghubunginya setelah hubungan mereka putus. Violin terperanjat saat mengingat wali kelasnya yang mungkin menghubunginya. Dia takut untuk berbicara pada wali kelasnya tentang kondisinya. 

 

Namun pada akhirnya, Violin tetap mengambil ponselnya. Dia terlanjur ingin tahu siapa yang menghubungi dirinya disaat terpuruk. Violin tersenyum kecil memikirkannya, entah apapun notifikasi itu berasal, dia senang karena bisa membuatnya mengalihkan pikiran-pikiran yang mengganggunya selama beberapa hari terakhir. 

 

Cakra: Heh, kau masih di rumah sakit? 

 

Violin mematung di tempatnya sejenak. Entah mengapa hatinya menghangat saat membaca sebuah pesan di lockscreen ponselnya sekarang. Seseorang menghubunginya dan menanyakan hal tentang dirinya. 

 

Bagaimana Violin bisa melupakan jika dia memiliki Cakra? 

 

Violin tersenyum hangat di tempatnya sekarang. Walaupun kamar terlampau gelap karena lampu tidak menyala dan pintu tidak terbuka. Namun sekarang, dirinya bersinar karena rasa hangat yang dia rasakan pada dirinya sendiri. Orang yang begitu berarti baginya, saat ini tengah mengirimkan pesan padanya. 

 

Violin segera membuka sandi ponselnya. Kemudian, jari lentiknya bergerak untuk memencet aplikasi chatroom. Setelahnya, dia bisa melihat banyaknya pesan spam dari Cakra selama beberapa hari terakhir. Violin agak merasa bersalah padanya, sejak dia mencari cara bunuh diri di internet, Celia mengambil ponselnya dan menyembunyikannya cukup lama. Namun, hari ini akhirnya dia mengembalikan ponselnya. 

 

Pesan itu dimulai pada tanggal 12 September. Hari saat dia menyayat lengannya sendiri. 

 

Cakra

Heh

Halo?

Apakah saya dighosting sekarang?

Woi Violin

Hehhh

Aku mau nanyain tugas math

Kau udah belum?

 

Lalu, tanggal 13 September. Hari saat dia dibawa ke unit gawat darurat dan kritis karena kehilangan banyak darah. Kemudian, Celia mendonorkan darah untuknya. 

 

Cakra

Gila lu ngacangin gw kah?

Woiiiii

Lu marah kah? 

Gegara anak-anak pada ngolokin kita? 

Hehhh

Gimana hubunganmu sama Aneisha juga?

Woii Linnnn

 

Setelahnya, tanggal 14 September. Hari saat dia mulai di rawat inap. Violin ingat hari itu dia mengaktifkan fitur jangan ganggu di ponselnya. Karenanya dia tidak tahu jika Cakra mengiriminya banyak sekali pesan. Juga, hari itu saat dia mencari cara bunuh diri kembali di internet. Celia yang mengetahuinya langsung menyita ponselnya dalam kurun waktu yang lama. 

 

Cakra

Violin

Lin

Lin

Aku baru sadar ternyata kau ga masuk akhir-akhir ini

Tadi aku ke kelasmu nyariin 

Katanya kau ga masuk udah hampir empat hari

Mereka bilangnya kau sakit

Kau sakit apaa???? 

Apa gegara itu kau ga bales sama sekali? 

Tolong gih jawab kalau udah ga sakit lagi

Khawatir soalnya

 

Violin tertawa kecil saat membaca pesan terakhir dari Cakra pada tanggal tersebut. Dia sangat senang. Terdapat orang yang mengkhawatirkannya, Violin cukup senang.

 

Kemudian ada banyak pesan yang dikirim dari Cakra sendiri. Bahkan totalnya bisa sampai seratusan. Cakra membicarakan banyak hal. Entah apa yang terjadi di sekolah, atau kucing yang dia miliki, tentang film yang dia lihat, bahkan keluhan dirinya terhadap tugas-tugas yang menumpuk. Dia terus mengirim pesan bahkan saat Violin tidak menjawabnya. 

 

Mungkin bagi beberapa orang ini menganggu, tetapi tidak bagi Violin. Dia cukup nyaman diberikan banyak pesan terutama pada temannya yang begitu berharga, Cakra. 

 

Tiba-tiba Cakra bersatus online, dan Violin menyadari jika dia hanya membaca pesan darinya. 

 

Cakra

Wah gila

Sekarang pesanku hanya dibaca

Apakah sekarang hubungan pertemanan kita selesai? 

 

Buru-buru Violin langsung mengetikkan balasan. 

 

Violin

Engga gitu

Aku baru aja baca pesan-pesan yang kamu kirim akhir-akhir ini

Aku punya niat membalasnya kok

 

Cakra

Heleh

Bilang aja mau unfriend

 

Violin 

Kamu kok gitu seh?

 

Cakra

Lupain

Gimana keadaanmu?

 

Violin

Parah

 

Cakra

Hah? 

Parah gimana?

Emang kau sakit apaan sih tiba-tiba ga masuk hampir semingguan ini

 

Violin

Rahasia

 

Cakra

Serah serah_-

Sumpah serah

 

Violin

Engga engga

Jadi gini

 

Cakra

Gimana? 

Kau sakit apaan? 

Sakitnya serius kah?

Kok dari dulu ga pernah bilang? 

Tahu gitu aku gaakan pernah buli deh, soalnya dosa buli orang sakit

 

Violin

-_-

Aku masih mau cerita kok ketikanmu banyak banget

 

Cakra

Sakit apa?

Anxiety mu kambuh lagi kah? 

 

Violin

Gimana ya jelasinnya

Kayaknya hampir depresi sih soalnya aku suicide gitu 

 

Cakra

Hah?

Heh

Kau ngapain? 

 

Violin

Aku baru ngerasain nyayat tangan

Seru juga ternyata

 

Cakra

Gila

Kenapa kok suicide? 

Kamu self harm?

 

Violin

Huum

Ga kerasa ternyata lenganku berdarah banyak

Terus dibawa ke rumah sakit deh

 

Cakra

Terus? 

Keadaanmu gimana?

 

Violin

Awalnya aku kritis soalnya darahku ngalir banyak

Tapi Kak Celia akhirnya donorin darahnya

Jadi aku bisa hidup lagi deh

 

Cakra

Dari typing-mu kau kelihatan santai banget ngomongin ginian

 

Violin 

Oiya dong

😎😎😎😎😎

 

Cakra

Sia-sia ternyata aku khawatir

Bahkan ke kelasmu langsung diteriakin pacar-pacar kek apa banget dah

 

Violin

Risih? 

 

Cakra 

Udah biasa sih sebenernya

 

Violin

Kayaknya aku perlu dua nomor deh

 

Cakra

Kenapa?

 

Violin

Mau kabur sejenak dari dunia sekolah

Terus di nomor satunya cuma nge-chat kau deh

Aku seneng 

 

Cakra

Apa bisa kabur coba

Seneng kenapa?

 

Violin

Ternyata aku punya temen

 

Cakra

....

Kau ngelupain aku kah?

 

Violin

Ya maap teman:D

 

Cakra

Tch

Dasar bocah prik

Aku aja dilupain

 

Violin

Kan dibilangin aku minta maafff

 

Cakra

Iyh

Aku off dulu

Ada guru masuk soalnya

 

Violin

Okei

 

Cakra

Jaga kesehatan jangan self harm lagi

 

Violin tersenyum hangat di tempatnya saat membaca pesan terakhir dari Cakra. Kemudian, dia mematikan ponselnya. Lalu, saat dia menaruh ponselnya kembali di meja nakas, terdapat sebuah mata yang memperhatikan dirinya. 

 

"Mytha, kau menghilang kemana saja akhir-akhir ini?" Tanya Violin. 

 

Mytha yang berdiri di sudut ruangan berjalan maju ke arah ranjang Violin. Lalu, dia duduk di samping ranjangnya. Mata Mytha terus menatap lurus ke arah Violin. 

 

"Bagaimana keadaanmu?" 

 

Violin tersenyum. "Aku baik-baik saja." 

 

Mytha memiringkan kepalanya. Matanya menatap Violin dengan menyelidik. "Benarkah?" 

 

"Aku senang bisa bertemu denganmu setelah sekian lama. Makanya sekarang keadaanku baik-baik saja." Jawab Violin. Lalu, dia menatap ke arah lain dengan kosong. "Aku tidak tahu keluargaku mengkhawatirkanku atau hanya gengsi, tetapi kata-kata mereka tidak bisa masuk ke kepalaku." 

 

"Bagaimana bisa seperti itu?" 

 

"Ya mau bagaimana lagi coba?" 

 

Mereka berdua saling bertatapan cukup lama. Sampai akhirnya, Mytha memalingkan kepalanya. 

 

"Kapan kau akan keluar dari rumah sakit?" 

 

"Sekitar 3 hari mungkin." 

 

Mytha menghembuskan nafasnya. Lalu beranjak dari tempatnya. "Ya sudah cepat sembuh." Dia berbalik. 

 

"Kau hendak meninggalkanku lagi?" 

 

Mytha menoleh ke belakang. "Lebih baik jaga dirimu dahulu, jangan terlalu sering daydreaming." Setelahnya, Mytha berjalan dan langsung menghilang dari ruangan. 

 

Violin menatap tempat Mytha berada dengan wajah agak sedih. 

 

"Tampaknya aku tidak bisa selalu memanggilnya mulai sekarang." 

 

 

————

 

 

Violin keluar dari rumah sakit sekitar tiga hari setelahnya. Keadaan fisiknya sudah cukup membaik, bahkan masalah mentalnya sudah teratasi. Seperti biasa Violin akan mengonsumsi obat dari psikiaternya setiap saat. Dan esoknya dia hendak kembali untuk bersekolah. 

 

Di sekolah tidak banyak yang berubah. Justru nampak seperti biasanya. Dia sudah memikirkannya, teman sekelasnya tidak ada yang peduli padanya. Toh juga Violin anti-sosial, dia tidak terlalu akrab dengan anak-anak sekelasnya sendiri. 

 

Pada akhirnya, ada atau tidaknya dia semua terlihat sama saja. 

 

Violin cukup bersyukur duduk di sebelah jendela kelas. Saat melamun, dia akan menatap ke arah jendela. Tatapannya tertuju pada kelas X-1 sampai X-4 yang ada di bawah. Bahkan aktivitas dari beberapa anak di sana juga dia lihat. 

 

Keadaan mental Violin sudah cukup membaik, tetapi sekarang dia mengalami rasa kesepian yang berkepanjangan. Karena anti-sosial, Violin tidak bersama teman pada umumnya karena dia sendiri tidak punya. Jika bebarengan dengan kelompok Sarah, Violin merasa tidak cocok. 

 

Kehidupannya yang monoton kembali. Violin berangkat ke sekolah, pelajaran, diberi tugas, istirahat, pelajaran lagi, lalu tiba-tiba sudah pulang. Di rumah pun Violin hanya bisa melamun sendirian di kamar, ataupun bermain dengan ponselnya. Mytha meninggalkannya selama beberapa hari. Bahkan saat Violin memanggil sosok teman ilusi tersebut, Mytha sama sekali tidak datang. 

 

Violin sangat kesepian. 

 

Lalu sekarang saat istirahat pertama, Violin beranjak dari tempat duduknya. Tujuannya adalah perpustakaan sekolah. Dia sudah tampak menyedihkan berkali-kali berada di kantin sendirian. Karenanya, sekarang dia memilih untuk membaca di perpustakaan. 

 

Violin berjalan diantara rak-rak buku filsafat. Dia mengambil buku, melihatnya sebentar, lalu mengembalikannya lagi. Dia terus melakukan hal tersebut hingga menemukan buku yanh cocok dengannya. Namun setelah buku itu diambil, Violin bisa melihat mata seseorang dari rak sebelah. 

 

Dia sepertinya kenal manik mata tersebut. 

 

Tanpa sadar Violin menatap ke arah manik mata yang tengah mencari buku. Sadar karena terus ditatap, pemilik mata tersebut juga menatap ke arahnya. Violin salah tingkah karenanya lalu memalingkan kepala. 

 

"Violin?" 

 

Violin agak kenal dengan pemilik suara itu. Setelahnya, mereka berdua sama-sama berjalan keluar dari rak. Kemudian, saling berhadapan dengan wajah terkejut. 

 

"Oh, Mada?" Violin akhirnya mengingatnya, itu Mada teman sekelasnya sendiri. 

 

Mada tersenyum hangat. "Oh, ternyata bener Violin. Nyariin buku apa?" 

 

"Oh, itu cuma buku filsafat." Jawab Violin dengan tersenyum getir. 

 

"Oit! Mada! Ayo!" Teriak seseorang dari kejauhan. 

 

Mada menoleh ke arah temannya sembari berteriak. Lalu, menatap ke arah Violin kembali. "Maaf Lin, aku pergi dulu ya." 

 

Violin hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelahnya, Mada berlari ke arah salah satu temannya yang ada di pintu perpustakaan. Kemudian, mereka melangkah pergi. Dari belakang Violin tiba-tiba ada yang memegang bahunya. 

 

"Eh, Cakra?" 

 

———

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Selfless Love
3820      1111     2     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
HURT ANGEL
101      78     0     
True Story
Hanya kisah kecil tentang sebuah pengorbanan dan pengkhianatan, bagaimana sakitnya mempertahankan di tengah gonjang-ganjing perpisahan. Bukan sebuah kisah tentang devinisi cinta itu selalu indah. Melainkan tentang mempertahankan sebuah perjalanan rumah tangga yang dihiasi rahasia.
I Hate My Brother
339      237     1     
Short Story
Why my parents only love my brother? Why life is so unfair??
After School
897      614     0     
Romance
Janelendra (Janel) bukanlah cowok populer di zaman SMA, dulu, di era 90an. Dia hanya cowok medioker yang bergabung dengan geng populer di sekolah. Soal urusan cinta pun dia bukan ahlinya. Dia sulit sekali mengungkapkan cinta pada cewek yang dia suka. Lalu momen jatuh cinta yang mengubah hidup itu tiba. Di hari pertama sekolah, di tahun ajaran baru 1996/1997, Janel berkenalan dengan Lovi, sang...
Dialog Tanpa Kata
8806      3148     19     
Romance
Rasi mencintai Sea dalam diam Hingga suatu hari Sea malah dinikahi oleh Nolan kakak dari Rasi Namun pernikahan Sea dan Nolan yang terlihat aneh Membuat Rasi bebas masuk ke kehidupan Sea Bahkan selalu menjadi orang pertama saat Sea membutuhkan bantuan Akankah Sea berpaling pada Rasi atau lagilagi perasaan Rasi hanya sebuah dialog dalam hati yang tak akan pernah terucap lewat kata Sea pada Rasi Ras...
Sunset in February
751      408     6     
Romance
Februari identik dengan sebutan bulan kasih sayang. Tapi bagi Retta februari itu sarkas, Februari banyak memberikan perpisahan untuk dirinya. Retta berharap, lewat matahari yang tenggelam tepat pada hari ke-28, ia dapat melupakan semuanya: cinta, Rasa sakit, dan hal buruk lain yang menggema di relung hatinya.
Something about Destiny
109      93     1     
Romance
Devan Julio Widarta yang selalu dikenal Sherin sebagai suami yang dingin dan kurang berperasaan itu tiba-tiba berubah menjadi begitu perhatian dan bahkan mempersiapkan kencan untuk mereka berdua. Sherin Adinta Dikara, seorang wanita muda yang melepas status lajangnya pada umur 25 tahun itu pun merasa sangat heran. Tapi disisi lain, begitu senang. Dia merasa mungkin akhirnya tiba saat dia bisa mer...
SOSOK
77      68     1     
Horror
Dunia ini memang luas begitu pula seisinya. Kita hidup saat sendiri namun bersama sosok lain yang tak terlihat. SOSOK adalah sebuah cerita yang akan menunjukkan sisi lain dunia ini. Sebuah sisi yang tak terduga dan tak pernah dipikirkan oleh orang-orang
Perverter FRIGID [Girls Knight #3]
1006      395     1     
Romance
Perverter FIRGID Seri ke tiga Girls Knight Series #3 Keira Sashenka || Logan Hywell "Everything can changed. Everything can be change. I, you, us, even the impossible destiny." Keira Sashenka; Cantik, pintar dan multitalenta. Besar dengan keluarga yang memegang kontrol akan dirinya, Keira sulit melakukan hal yang dia suka sampai di titik dia mulai jenuh. Hidupnya baik-baik saj...
Gareng si Kucing Jalanan
5118      2526     0     
Fantasy
Bagaimana perasaanmu ketika kalian melihat banyak kucing jalanan yang sedang tertidur sembarangan berharap ketika bangun nanti akan menemukan makanan Kisah perjalanan hidup tentang kucing jalanan yang tidak banyak orang yang mau peduli Itulah yang terjadi pada Gareng seekor kucing loreng yang sejak kecil sudah bernasib menjadi kucing jalanan Perjuangan untuk tetap hidup demi anakanaknya di tengah...