Loading...
Logo TinLit
Read Story - Gunay and His Broken Life
MENU
About Us  

Seminggu kemudian, tepatnya di akhir minggu, Addly mengajak Yanli untuk jalan-jalan ke suatu tempat berdua. Menghabiskan waktu bersama menikmati manisnya menjadi pengantin baru.

Namun saat Gunay mendengar rencana itu, dia tiba-tiba datang di antara keduanya dan memaksa untuk ikut.

"Pokoknya Gunay ikut, titik! Takutnya Abang gak bisa jagain Kakak nanti. Gunay harus mastiin keamanan kakak!"

Addly sewot, dia mendelik ke arah Gunay. "Jadi kalau kamu ikut semuanya bakal aman gitu?"

"Ya iyalah!" Gunay melipat tangannya bangga. "Btw, Kakak sama Abang rencana mau pergi kemana?"

"Belum ada rencana, sih," jawab Addly. Dia tak peduli pergi kemana, asal bersama Yanli, semuanya akan terasa indah baginya.

"Oke, gimana kalo ke kebun binatang?" ujar Gunay memberi saran.

Namun, tampaknya saran itu tidak disambut baik oleh Addly. Dia berteriak marah, "Bisa-bisanya ngasih saran gak elit banget! Gak! Mending kita ke pekan raya aja."

"Hilih ... bosan, Bang, udah, ke kebun binatang aja, yah? Gunay kangen sama si Cancipin."

"Cancipin siapa?" tanya Addly heran mendengar nama yang tak biasa itu.

Dari sampingnya tiba-tiba Yanli menjawab, "Cancipin itu nama salah satu monyet yang ada di sana, dia favorit Gunay."

Addly menatap Gunay dengan pandangan aneh. Terbentuk garis-garis hitam yang samar di wajahnya.

"Pokoknya Gunay mau kita kebun binatang!" rengek Gunay lagi. Tingkahnya tidak jauh beda Seperti anak usia tiga tahun yang memaksa dibelikan permen.

"Iya-iya, kita ke kebun binatang. Ajak Dimas juga sekalian." Dengan segera Yanli mengiyakan. Dia memang tak pernah mampu untuk menolak permintaan adik tersayangnya itu.

Mata Addly melotot memandangi Gunay dan Yanli bergantian. Apakah dia sedang diabaikan? Kenapa tak ada yang meminta saran darinya?

Mata Gunay berbinar-binar. Namun sedetik kemudian ia menunduk, lalu mengangkat kepalanya lagi. "Ajak yang lain juga boleh kak?"

"Mau ajak siapa?" tanya Yanli.

"Uhm ... Kanselir sama Yumna, hehe."

Yanli tersenyum lembut."Boleh, tapi kalo mereka mau ya, kalau gak mau jangan dipaksa ya, Nay."

Gunay menggumam senang. "Mm!"

Dengan segera ia pergi ke kamarnya mengambil ponsel untuk menghubungi peliharaan tersayangnya, Dimas.

Setelah beberapa menit penuh cacian dan makian yang terlontar dari mulut suci Dimas di seberang telepon, akhirnya ia pun pasrah dan menyetujui ajakan Gunay.

Dengan semangat, ia pun langsung menghubungi Kanselir.

"Hal—"

"Ke kebun BINATANG, yuk, Sel?"

Belum selesai Kanselir berucap halo, Gunay sudah langsung memotong dan menekankan kata 'binatang' pada ucapannya.

Kanselir di seberang sana mendengus, "Gak! Males. Gue mau marathon nonton drama hari ini."

"Gue gak terima penolakan, ya! Pokoknya lo harus ikut! Ajak Yumna juga! Gue tunggu sampe jam 1."

"Lah, kok maksa?!"

"Ini Kak Yanli yang ajak loh? Tega lo nolak?"

"Tap—"

"Kalo lo gak mau, gue kasih tau Mirza kalo selama ini lo sering foto dia diam-diam!"

"Eh iya-iya, tadi gue mau bilang iya kok!"

Telepon langsung dimatikan.

Kanselir tersenyum kecut. Benar-benar sangat kesal pada orang yang baru saja menelponnya tadi. Bisa-bisanya dia diancam?!

Ya, ya. Dia tahu dia salah. Dia memang suka sekali memotret pemuda tertampan di kelasnya itu diam-diam. Soalnya dia memang tak pernah bisa tahan kalau udah lihat cowo ganteng. Apalagi sedang dalam pose yang 'waw'. Jiwa fangirl Kanselir kan meronta-ronta jadinya.

Tapi, bagaimana Gunay bisa tahu?! Apa bocah tengik itu selalu mengawasinya?

Di tempat lain, Gunay sudah tersenyum puas. Berpikir bahwa hari ini pasti akan jadi hari yang menyenangkan.

Dengan riang dia segera berganti pakaian sembari bersiul penuh kebahagiaan.

Saat ia turun, Yanli bertanya, "Mereka setuju buat ikut?"

"Setuju dong kak, senang banget malah. Apalagi Dimas."

"Gak dipaksa, kan?" tanya Yanli masih kurang yakin.

Gunay dengan semangat menjawab, "Enggak dong, Kak!" Matanya mengembang membentuk bukan sabit. Benar-benar merasa percaya diri dengan jawabannya.

Beberapa jam kemudian, tepat jam satu siang. Kanselir dan Yumna datang berbarengan.

Dimas sudah datang sedari tadi dan duduk sambil mengangkat kaki dengan tak berakhlak di sofa mewah Gunay sambil nyemil kacang polong yang selalu tersedia di meja.

Gunay yang juga sedang melakukan hal yang sama sontak berdiri menyambut keduanya dengan senyum cerah.

Baru saja Gunay akan membuka mulutnya untuk mengucapkan kata-kata ngawur, Kanselir sudah memotongnya dengan bertanya, "Mana Kak Yanli?"

"Oh, lagi di dapur sama Bang Addly siapin bekal. Duduk dulu aja nona-nona manis."

Tepat saat Kanselir hendak berjalan ke arah sofa, Yanli dan Addly sudah datang dari arah dapur sambil membawa beberapa rantang berisi cemilan.

"Kanselir sama Yumna udah datang ya, langsung ke mobil aja, yuk?"

Kedua gadis itu serentak mengangguk.

Selama di perjalanan Gunay tak pernah bisa diam. Mulutnya terus mengoceh dan menjahili Kanselir terus menerus.

Dimas yang duduk di sampingnya cuma memutar bola matanya dengan malas. Sedangkan Yanli dan Addly hanya menggeleng pasrah.

Kebun binatang tak terlalu jauh dari pusat kota, hanya butuh kurang lebih 50 menit perjalanan menggunakan mobil dari rumah Gunay.

Segera setelah mereka sampai. Gunay langsung berjalan mendahului yang lain. Dia menarik serta Dimas di rangkulannya.

"Seru kan Mas, ke kebun binatang?" tanya Gunay semangat. Tanpa melihat kening Dimas yang sudah membentuk perempatan.

Senang mata lo, batin Dimas mencela.

Sedangkan di tempat lain, Addly sudah tenggelam dalam pikirannya. Kenapa berasa lagi bawa anak SD pariwisata, sih?

Sedangkan Yanli di sampingnya hanya tersenyum-senyum melihat kedua adiknya itu. Saat Addly menoleh, dia merasa seolah perutnya sedang terisi begitu banyak kupu-kupu. Tak apa dengan kelakuan menyebalkan adik iparnya itu, yang penting dia bisa terus melihat senyum Yanli yang indah ini saja sudah lebih dari cukup.

Mereka berenam kini sudah memasuki kawasan kebun binatang. Tujuan utama Gunay tak lain adalah monyet favoritnya yang bernama 'Cancipin' itu.

Tangannya masih menarik Dimas erat. "Liat Mas! Mirip sama lo, kan?"

Monyet kecil yang bergelantungan itu menatap Gunay dan Dimas polos.

"Iya mirip, serah lo aja deh," desah Dimas pasrah. Benar-benar lelah dengan kelakuan sahabatnya sekaligus sepupunya itu.

"Eh, kok lo gak ngamuk? Gak asih ah."

Dimas menggigit bibirnya geram.

Kini Gunay beralih ke Kanselir.
"Liat Sel, ini namanya Cancipin."

"Lo tau darimana namanya Cancipin? Gak ada tulisannya tuh di kandangnya."

"Emang gak ada, itu nama yang gue kasih buat dia. Kamu suka kan, Pin?" tanya Gunay ke monyet itu.

Monyet itu tak menjawab. Tangannya tanpa Gunay sadari sudah keluar dari pembatas dan menarik rambut Gunay.

"Aw!" Gunay mengerang. Merasa sakit rambutnya ditarik begitu.

"Tuh berarti dia gak suka sama nama yang lo kasih," ujar Dimas memanas-manasi.

Setelah rambutnya terbebas dari genggaman si monyet, Gunay mendelik marah padanya. "Kamu gak suka? Yaudah bikin nama sendiri aja!"

Gunay masih sibuk-sibuk memaki-maki monyet itu ketika semua orang di belakang diam-diam meninggalkannya sendirian.

Saat Gunay berbalik, tak ada seorangpun di belakangnya. Hanya beberapa pengunjung yang kebetulan lewat.

Gunay mendesah berat. Dia kini benar-benar merasa sudah dicampakkan.

Tak butuh waktu lama sampai akhirnya Gunay menemukan mereka lagi. Dia pura-pura ngambek dengan cara diam beberapa saat tanpa berbicara.

Mereka berkeliling kebun binatang beberapa lama, kemudian memutuskan singgah ke rumah makan untuk sekedar mengisi perut. Cemilan yang dibawa Yanli tadi sudah habis selama di perjalanan, jadinya tak ada lagi yang tersisa untuk mereka makan sekarang.

Hingga mereka berenam berkumpul di rumah makan, Gunay masih memutuskan tetap ngambek dan tak bicara.

Yang lainnya merasa agak ngeri dengan atmosfer sunyi ini. Biasanya hanya Gunay lah yang memecah keheningan di antara mereka.

Dimas tak tahan lagi, dia pun menepuk bahu Gunay cukup kuat. "Lo gak lagi kesurupan hantu monyet, kan?"

Gunay tak menjawab, hanya melirik Dimas sebentar lalu membuang mukanya lagi.

Dalam hati Gunay sebenarnya sudah sangat tak tahan. Mulutnya sudah sangat gatal ingin mengoceh.

Akhirnya ia pun menyerah juga. "Kenapa sih harus ninggalin Gunay tadi?"

"Kamu, sih, asik sendiri sama monyetnya. Jadi Dimas ngajak pergi, deh," jawab Yanli.

Mata Gunay langsung berkilat merah, dia menatap Dimas tajam. "Jadi lo pelopor rencana busuk itu?!"

"Iya, haha." Dimas menjawab santai. Tanpa menyadari bahwa tangan Gunay dari belakang sudah melayang ke kepalanya.

"Sakit woi!" protes Dimas.

Dengan cepat Dimas langsung membalasnya. Dan mereka pun berakhir saling pukul.

Kanselir tak membiarkan satupun momen terlewat. Tangannya dengan cepat memotret kedua pemuda yang sedang adu jotos itu.
Yumna ikut terkikik-kikik melihatnya. Yanli dan Addly pun ikut tersenyum.

Semoga saja kebahagiaan ini akan senantiasa bertahan lama. Pikir mereka.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
KESEMPATAN PERTAMA
532      369     4     
Short Story
Dan, hari ini berakhir dengan air mata. Namun, semua belum terlambat. Masih ada hari esok...
Snazzy Girl O Mine
534      336     1     
Romance
Seorang gadis tampak berseri-seri tetapi seperti siput, merangkak perlahan, bertemu dengan seorang pria yang cekatan, seperti singa. Di dunia ini, ada cinta yang indah dimana dua orang saling memahami, ketika dipertemukan kembali setelah beberapa tahun. Hari itu, mereka berdiam diri di alun-alun kota. Vino berkata, Aku mempunyai harapan saat kita melihat pesta kembang api bersama di kota. ...
Return my time
302      259     2     
Fantasy
Riana seorang gadis SMA, di karuniai sebuah kekuatan untuk menolong takdir dari seseorang. Dengan batuan benda magis. Ia dapat menjelajah waktu sesuka hati nya.
Bittersweet Memories
17      17     1     
Mystery
Sejak kecil, Aksa selalu berbagi segalanya dengan Arka. Tawa, rahasia, bahkan bisikan di benaknya. Hanya Aksa yang bisa melihat dan merasakan kehadirannya yang begitu nyata. Arka adalah kembarannya yang tak kasatmata, sahabat sekaligus bayangan yang selalu mengikuti. Namun, realitas Aksa mulai retak. Ingatan-ingatan kabur, tindakan-tindakan di luar kendali, dan mimpi-mimpi aneh yang terasa lebih...
Tumbuh Layu
224      124     4     
Romance
Hidup tak selalu memberi apa yang kita pinta, tapi seringkali memberikan apa yang kita butuhkan untuk tumbuh. Ray telah pergi. Bukan karena cinta yang memudar, tapi karena beban yang harus ia pikul jauh lebih besar dari kebahagiaannya sendiri. Kiran berdiri di ambang kesendirian, namun tidak lagi sebagai gadis yang dulu takut gagal. Ia berdiri sebagai perempuan yang telah mengenal luka, namun ...
Love after die
467      317     2     
Short Story
"Mati" Adalah satu kata yang sangat ditakuti oleh seluruh makhluk yang bernyawa, tak terkecuali manusia. Semua yang bernyawa,pasti akan mati... Hanya waktu saja,yang membawa kita mendekat pada kematian.. Tapi berbeda dengan dua orang ini, mereka masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Dmitri, sang malaikat kematian. Tapi hanya 40 hari... Waktu yang selalu kita anggap ...
1000 Origami Bangau
384      262     3     
Short Story
Origami bangau melambangkan cinta dan kesetiaan, karna bangau hanya memiliki satu pasangan seumur hidupnya. Tapi, jika semua itu hanyalah angan-angan belaka, aku harus bagaimana ??
Surat Terakhir untuk Kapten
605      436     2     
Short Story
Kapten...sebelum tanganku berhenti menulis, sebelum mataku berhenti membayangkan ekspresi wajahmu yang datar dan sebelum napasku berhenti, ada hal yang ingin kusampaikan padamu. Kuharap semua pesanku bisa tersampaikan padamu.
Puisi, Untuk...
19904      3249     10     
Romance
Ini untuk siapa saja yang merasakan hal serupa. Merasakan hal yang tidak bisa diucapkan hanya bisa ditulis.
Bimasakti dan Antariksa
204      158     0     
Romance
Romance Comedy Story Antariksa Aira Crysan Banyak yang bilang 'Witing Tresno Jalaran Soko Kulino'. Cinta tumbuh karena terbiasa. Boro terbiasa yang ada malah apes. Punya rekan kerja yang hobinya ngegombal dan enggak pernah serius. Ditambah orang itu adalah 'MANTAN PACAR PURA-PURANYA' pas kuliah dulu. "Kamu jauh-jauh dari saya!" Bimasakti Airlangga Raditya Banyak yang bila...