Sahrul berjalan mendekat ke meja tempat minuman tersaji. Di meja itu, ada beberapa gelas minuman di atas nampan yang siap untuk diantarkan ke para tamu.
Sebelumnya, Sahrul mendengar bahwa Gunay baru saja meminta seorang pelayan untuk membawakannya dan teman-temannya minuman. Dan tepat saat itu pula, Sahrul mengikuti pelayan tersebut.
Sahrul menepuk pelan bahu pelayan itu dan berkata, "Mas."
Pelayan laki-laki itu berbalik. "Ya?"
"Uhm itu, tadi saya liat daging di meja prasmanan sudah habis, tolong ditambah lagi, soalnya tamu yang datang makin rame."
"Tapi sudah ada yang mengatur bagian meja, Mas. Saya hanya bagian mengantar makanan dan minuman buat para tamu."
"Tapi tadi saya liat gak ada yang berjaga tuh di sana."
"Beneran?" Pelayan itu menatap minuman di atas meja, bingung harus melakukan yang mana dulu. Kebetulan tempat Gunay dan teman-temannya berlawanan arah dengan meja tempat makanan. Jadinya pelayan tersebut tak bisa melakukan pekerjaan sekaligus.
Sahrul tersenyum simpul menatap kebingungan di mata pelayan itu.
Akhirnya pelayan itu pun memutuskan untuk segera pergi ke meja makanan dan membereskan masalahnya, meninggalkan beberapa gelas minuman yang tergeletak di atas meja yang sudah tersusun di atas nampan.
Dengan cepat tangan Sahrul mengambil botol kecil berisi larutan bening dari saku jasnya sambil menuangkan beberapa tetes untuk setiap botol. Sembari memasukkannya, matanya melirik ke segala arah memastikan kalau tak ada yang sedang memperhatikannya.
Setelah memastikan setiap gelas kebagian isi dari botol. Sahrul langsung pergi meninggalkan tempat tersebut dengan segera.
Sembari pergi dia membatin, Hmph! Gue mau liat gimana jadinya kalau lo dan temen-temen lo sendiri yang justru ngehancurin acara bahagia kakak tersayang lo itu. Hahah.
Di tempat lain, pelayan tersebut sudah kembali ke meja tempat gelas itu tergeletak. Dia berceloteh dengan suara pelan, "Habis apanya, padahal daging masih banyak gitu di atas prasmanan, bisa-bisanya mas itu nipu saya! Kayaknya semua orang kaya emang gak ada yang punya akhlak! Bisanya semena-mena sama orang kayak saya, hmph!"
Pelayan itu berjalan membawa nampan berisi sekitar empat gelas di tangannya. Ia terus berjalan mendekati Gunay dan kawan-kawannya.
Namun di tengah jalan, tiba-tiba seseorang menghentikannya—seorang pemuda dengan wajah yang teramat kaku namun sangat tampan.
Itu adalah Mirza, dia baru saja datang dan langsung menghentikan pelayan yang berjalan di depannya.
"Ada apa ya, Mas?" tanya pelayan itu mencoba ramah.
Tanpa menjawab, Mirza langsung mengambil satu gelas di atas nampan dan membawanya pergi duduk ke sudut lain. Menatap Gunay yang sedang tertawa terbahak-bahak dengan teman-temannya.
Hingga Mirza benar-benar duduk sambil meminum isi gelas tersebut, pelayan itu masih terus menatapnya sambil melongo keheranan. Dia mengumpat lagi dalam hati, Tuh kan! Orang kaya emang bener-bener dah! Udah gak ngomong-ngomong, enak aja langsung ambil minuman orang.
Pelayan itu pun memutuskan untuk berbalik berniat mengambil satu gelas lagi yang sudah berkurang untuk diantarkan.
Namun saat ia baru saja membalik badan, seseorang menabraknya dari belakang dan membuat nampan di tangannya jatuh sehingga semua gelas kaca itu pecah dan berserakan di lantai. Seketika ia langsung menjadi tontonan para tamu.
Apa lagi sekarang? batin pelayan itu sambil menangis. Ia pun menjongkok ingin membereskan kekacauan sambil membalik badan hendak menengok siapa kiranya yang sudah menabrak punggungnya.
Ketika ia membalik badan, yang terlihat hanyalah bagian bawah gaun dari seorang gadis dengan cara berdirinya yang agak senjang. Ia pun mendongakkan kepala menatap wajah gadis tersebut.
Dan tampaklah Mingyan yang berdiri dengan wajah setengah marah ke arah pelayan itu.
"Hati-hati dong, Mas! Saya kan kaget jadinya!"
Pelayan itu berceloteh dalam hati, Loh loh dia yang nabrak kok malah dia yang marah, gak waras nih cewek!
Namun ia tak bisa benar-benar mengucapkan itu, ia hanya menunduk sambil menjawab lirih, "Maaf, Mbak."
"Hmph!" Mingyan mendengus dan langsung berlalu pergi begitu saja.
Padahal itu semua terjadi karena kecerobohan gadis itu sendiri. Dia berjalan terburu-buru ke arah Gunay tanpa memperhatikan langkahnya. Dan kini saat ia sudah menjadi pusat perhatian semua orang, dia cuma bisa pergi ke tempat lain. Merasa malu untuk menghampiri Gunay.
Di tempat lain, Mirza yang sedari tadi hanya tenang duduk di sudut mulai memegangi kepalanya yang terasa berkedut-kedut. Kepalanya terasa sangat panas dan kejernihan pikirannya mulai memudar. Pipinya pun memerah.
Di tatapnya lagi Gunay dan teman-temannya yang masih berdiri di tempat yang sama. Pandangannya terfokus pada seseorang diantara sekumpulan itu, dia tersenyum.
Mirza memaksa dirinya untuk berdiri, ia berjalan gontai mendekati para pemuda itu.
Melihat Mirza yang berjalan menuju mereka, alis Gunay dan teman-temannya mulai bertaut kebingungan. Namun setelah itu, Gunay hanya mencoba bersikap ramah dan turut mendekati Mirza dan menyambutnya.
Gunay menyentuh bahu Mirza sambil berujar, "Makasih udah datang ya, Br—" Tiba-tiba tangan Gunay ditepis Mirza dengan kasar.
Ia berjalan melalui Gunay begitu saja dan terus melangkah mendekati seseorang di dekat Gunay—yang tidak lain adalah Dimas.
Kini Mirza dan Dimas sudah berhadap-hadapan. Melihat tingkah abnormal Mirza, Dimas agak cemas. Ia mulai merasakan bakal ada hal yang tak mengenakkan dari pemuda di hadapannya itu.
Dan tentu saja, tebakannya benar. Mirza kini melingkarkan kedua tangannya di leher Dimas. Ia menatap Dimas dengan pandangan mesum.
Seketika bulu di seluruh tubuh Dimas meremang. Ia bergidik ngeri melihat orang aneh ini.
"Lo kenapa, woi!!" Tangannya berulang kali mencoba mengenyahkan tangan yang melingkar di lehernya itu. Namun tetap saja tak bisa. Mirza jauh lebih kuat darinya.
Tak hanya itu saja, kini tangan kiri Mirza sudah beralih ke pinggang Dimas. Berusaha semakin menempelkan tubuh mereka berdua. "Anj*r! Ni orang kenapa, sih?!"
Gunay dan teman-temannya yang lain hanya terbengong. Mulut mereka tanpa sadar menganga terbuka menonton dua orang di depan mereka itu.
Seolah tatapan dalam dari mata Mirza adalah sesuatu yang memabukkan, Dimas seolah tersihir dan cuma bisa mengikuti permainan Mirza. Dia seperti seekor anak kucing yang sedang terperangkap di tubuh seekor anjing gila.
Tiba-tiba Kanselir dan seorang gadis di sebelahnya yang tak lain adalah Yumna datang mendekati Gunay. Tadinya cuma ingin menanyakan sesuatu, namun saat melihat pemandangan itu, kedua gadis itu tak bisa berkata-kata.
Dia menutup mulutnya dengan tangan menahan teriakan yang hampir saja keluar. Kanselir membatin, Ugh, kapal haram apalagi ini.
Tiba-tiba muncul kekuatan entah dari mana dari dalam jiwa Dimas. Dia segera mendorong dada Mirza kuat-kuat.
Mirza pun terdorong cukup jauh. Melihat itu, Kanselir dan Yumna berjalan semakin mendekat ke arah mereka.
Pandangan Mirza beralih ke dua gadis yang baru saja datang itu. Tiba-tiba matanya terhenti cukup lama menatap Yumna. Setelah itu dia pandang Dimas lagi, kemudian ke Yumna lagi. Begitulah dia menatap dua orang itu bergantian.
Seolah baru saja menyadari sesuatu, Mirza memegang kepalanya. Wajahnya semakin memerah. Dengan penuh rasa malu dia pergi dari kerumunan itu dan melarikan diri.
Semua orang di situ cuma menatap punggung Mirza yang berlari dengan penuh keheranan. Sedetik kemudian perhatian orang-orang teralih lagi ke Dimas.
"Sialan lo, Mas. Jadi selama ini lo punya hubungan gelap sama dia?!" tanya Gunay pura-pura dramatis. Padahal niatnya hanya untuk semakin mempermalukan Dimas.
Dan akhirnya Dimas berakhir tertindas di acara pesta itu. Dia ditertawakan semua orang.
Sedangkan di sudut lain, Sahrul sedang menggertakkan giginya dengan marah. Tangannya mengepal erat. Bisa-bisanya targetnya jadi salah sasaran begini!!
Tadinya isi botol yang ia teteskan ke setiap gelas itu adalah alkohol. Dia berniat membuat Gunay dan teman-temannya mabuk di tengah-tengah pesta ini dan kemudian membuat kekacauan. Tapi ini benar-benar sudah di luar perkiraannya, bagaimana bisa malah justru Mirza yang meminum isi gelas itu?!