Read More >>"> Gunay and His Broken Life (3. Kakak, Kanselir Lucu Banget) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Gunay and His Broken Life
MENU
About Us  

Pemuda begajulan yang merasa namanya dipanggil itu menoleh ke arah Kanselir, menatapnya dengan tatapan meledek.

Sekolah mereka sebenarnya melarang murid-muridnya yang belum cukup umur untuk membawa kendaraan pribadi, tapi dilihat dari tingkah sombong anak laki-laki tadi, sepertinya dialah yang menjadi pelopor yang membuat anak-anak lainnya menjadi bandel.

Kesabaran Kanselir benar-benar di uji, dia menarik napas mencoba menenangkan diri berusaha tidak mempedulikan lebih lanjut anak-anak jahannam itu. 

Kanselir dan Yumna pun melanjutkan perjalanan mereka menuju ruang kelas.

Sesampainya di ruang kelas, Kanselir langsung mendudukkan pantatnya dengan malas, diikuti Yumna di sebelahnya.

"Haaah, kenapa sih si Gunay itu ngeselin banget! Mukanya yang songong itu loh bikin mood makin jelek aja!"

Kanselir membenamkan wajahnya di antara kedua tangannya. Yumna membuka resleting tasnya dan melirik ke arah Kanselir lalu membuka suara, "Sel, liat PR bahasa Inggris, dong," pintanya dengan santainya.

Kanselir yang mendengar itu terdiam beberapa saat, merasa semakin tertekan. Tapi dia hanya menarik napas dalam lalu berkata pada sahabatnya itu, "Ambil di tas."

Dalam hati dia berceloteh, Sial banget punya kawan gini amat.

Beberapa menit kemudian, rombongan konvoi tadi kini memasuki kelas Kanselir—lebih tepatnya kelas mereka. Sialnya, anak-anak jahannam tadi ternyata adalah teman sekelasnya Kanselir dan Yumna.

Pemimpin mereka yang bernama Gunay itu berjalan mendekati tempat duduk Kanselir dan Yumna. Berhenti tepat di samping Yumna yang sedang menyalin tugas milik Kanselir, dia memandangi buku yang menjadi sumber contekan itu sebentar sebelum akhirnya mendaratkan tangannya di buku tersebut dan merampasnya.

"PR Inggris, ya? Gue salin bentar dulu, oke?"

Yumna melongo. "Hah?"

Dengan tidak ber-akhlaknya dia langsung membawa buku tersebut ke tempat duduknya yang berada di sudut kelas, paling belakang dan tepat di belakang Kanselir. Seketika anak laki-laki lain pun mengerumuninya dan ikut menyalin isi buku Kanselir.

Begitu buku itu dirampas, Yumna hanya planga plongo ber- hah heh hoh ria tak berkutik.

Sang pemilik buku yang sedari tadi masih membenamkan wajahnya di antara kedua tangan seketika tersentak begitu mendengar suara yang tak asing itu. Dia langsung memutar kepalanya ke belakang dan memelototi sang perampas buku.

Gunay langsung menjauhkan buku tersebut dari jangkauan Kanselir, takut-takut jika si empunya mengambilnya balik dengan paksa.

"Pinjam bentar," ucapnya menarik buku itu ke depan dadanya. Dia menaikkan alisnya seperti sedang menantang gadis itu.

Kanselir masih memelototinya.

Gunay balik menatapnya sambil menaikkan sebelah ujung bibirnya. Semakin menantang pelototan tersebut.

Melihat dari tatapannya, Gunay sepertinya menyadari kalau Kanselir tidak mempermasalahkan soal bukunya, lebih seperti pada dendam yang lain. "Kenapa?"

"Lo kan yang ambil novel gue kemarin?!!" teriak Kanselir menunjuk hidung Gunay. Cara dia berbicara benar-benar tidak mencerminkan seorang gadis yang anggun.

"Hah? Novel? Yang mana?"

Gunay bertanya memasang tampang polos tak berdosa.

"Gak usah pura-pura! Buku coklat yang lo rampas kemarin trus lo tontonin ke seluruh kelas?! Lo kan yang ambil?!

"Hm?" Gunay memutar-mutar bola matanya, seolah tampak sedang berpikir.

"Enggak, tuh," jawabnya lagi.

"Siniin tas lo!" Kanselir kini berdiri, memanjat melalui meja Gunay untuk meraih tasnya.

"Eh? Enak aja! Lo gak pernah diajarin tata krama, ya? Mana boleh periksa tas orang seenaknya!" kata Gunay sambil memeluk tasnya, seolah sedang melindungi harta berharga.

Dimas yang duduk tepat di samping Gunay menarik napas kasar lalu merampas buku catatan milik Kanselir dari tangan Gunay. Apa dia harus menunggu drama alay ini selesai baru bisa menyalin tugas? 

Dia pun meletakkan buku itu di atas mejanya, Yumna yang duduk di depan Dimas membalikkan badannya turut menyalin isi buku tersebut tanpa mempedulikan dua orang lain yang sedang kemusuhan.

"Siniin!!" Kanselir dan Gunay masih terus saling tarik-menarik tas. Sampai akhirnya Gunay tidak tahan lagi dan menyerah.

"Yaudah, yaudah! Nih!" Gunay memberikan tasnya begitu saja pada Kanselir. Walau itu tas mahal dan dijamin kuat, bisa saja tetap rusak jika melihat betapa kuatnya tenaga Kanselir menariknya.

Saat Kanselir mengotak-atik isi tasnya yang kosong, Gunay malah tersenyum simpul penuh arti. Dalam hati berkata, Untung udah gue simpan di rumah.

Lalu kenapa dia begitu keras kepala mempertahankan tasnya?

"Kok gak ada?!" Kanselir masih membolak-balik tas Gunay dengan marah. Sampai akhirnya tangannya tanpa sengaja memegang sesuatu. "Astaghfirullah, apaan ini?"

Mendengar itu, Gunay langsung tersentak dan langsung merampas balik tasnya. Wajahnya seketika memerah. "Kan udah gue bilang bukan gue yang ambil!"

Kanselir menutup mulutnya dengan tangan tidak percaya dengan apa yang baru saja dipegangnya. Tapi dia langsung menggeleng, masih dengan keras kepala yakin bahwa Gunay lah yang sudah menyembunyikan novel kesayangannya.

"Gak percaya gue, pasti lo sembunyikan di laci, kan?" Setelah berkata begitu, Kanselir memanjat meja Gunay lagi dan memasukkan tangannya dan meraba-raba ke dalam laci meja.

"Ewhh!! Apaan nih! Sampah semua!!" Kanselir mengibas-ngibaskan tangannya yang tanpa sengaja menyentuh plastik bersaus.

"Ahahahahah, makanya," Gunay tertawa puas melihatnya.

"Erghh!!" Kanselir memukul meja Gunay keras-keras, lalu turun dari meja itu.

Dia memperbaiki posisi duduknya kembali sambil bertanya-tanya dalam hati, Kalo bukan Gunay yang ambil, trus siapa? Apa ... apa jangan-jangan mama yang ambil? Duh, bisa-bisa gue ketahuan beli novel pake duit mama."

Dia menepuk-nepuk kepalanya sendiri seperti orang bodoh, Gunay sudah cekikikan seperti orang gila sedari tadi melihat tingkah konyol gadis di depannya itu. Lupa bahwa tugasnya belum ia salin, padahal bel akan berbunyi kurang dari 15 menit lagi.

Semua penghuni kelas pagi itu tampak hening, hening karena sibuk menyalin tugas lebih tepatnya.

Saat bel masuk berbunyi kurang dari 10 menit lagi, seorang anak laki-laki ber-hoodie ungu memasuki kelas dengan langkah yang elegan.

Beda dengan Gunay dan sekawanannya yang selalu nempel bak perangko kemanapun dimanapun, pemuda ini tampak penyendiri dan dingin dengan garis-garis wajah yang teramat kaku. Berjalan sendirian memasuki kelas menatap lurus ke depan tanpa memedulikan hal lain.

Seketika aroma cendana menyeruak di penciuman Kanselir, ia mengangkat kepalanya, mencari sumber aroma menyegarkan yang selalu ia nantikan itu.

Tatapan Kanselir berhenti pada pemuda yang baru saja memasuki kelas tadi yang kini sudah duduk di bangkunya—di barisan pertama urutan kedua. Jarak yang cukup jauh untuk mencium aroma tubuh seseorang, tapi kepekaan indra penciuman Kanselir pada aroma ini benar-benar sudah melebihi batas.

Pemuda itu adalah Mirza, murid paling tampan sekaligus paling pintar yang sangat sulit untuk didekati. Kanselir memang senang sekali memerhatikan lelaki tampan itu, apalagi aroma parfumnya yang sangat khas. Jika dilihat-lihat, siapapun pasti mengira bahwa gadis itu telah jatuh hati kepada pemuda minim ekspresi itu.

Ia menatap lelaki itu lama, terpaku padanya beberapa saat sebelum ia merasakan sesuatu yang datar dan agak keras diletakkan di atas kepalanya. 

"Nih, buku lo," kata Gunay sembari dengan sengaja meletakkan buku di atas kepala Kanselir. Entah apa tujuannya.

"Woi njir, gue belum selesai nyalin ini!" protes Dimas tak terima buku itu diambil begitu saja, padahal dia masih belum selesai menyalin.

Dimas seringkali heran dengan kecepatan menulis Gunay yang sangat tidak manusiawi. Jelas-jelas dia habis bertengkar dengan Kanselir, tiba-tiba sudah selesai saja menyalin buku itu padahal Dimas sendiri belum menyelesaikan setengahnya.

"Salin punya gue aja, nih." Gunay menyodorkan bukunya ke arah Dimas dan teman-temannya yang masih menatapnya heran.

"Lo ... udah selesai nyalin?" tanya salah seorang di antara sekumpulan penyalin tugas itu.

Gunay menjawab dengan bangga, "Udah, dong."

Mereka semua serempak ber-wow ria, lalu mengalihkan pandangan mereka bersama melihat mahakarya indah Gunay.

"Astaghfirullah," ucap mereka serempak melihat mahakarya itu.

"Tulisan lo rapi banget, Bang, kayak tulisan dokter, mana sanggup hayati menyalinnya?"

"Semut yang berbaris di dinding aja jauh lebih rapi daripada ini."

"Gue lihatnya kok kayak detak jantungnya orang yang lagi sekarat, ya?"

Kening Gunay berkerut mendengar pernyataan-pernyataan menghina tersebut, dia menyodorkan kembali bukunya dengan paksa.

"Sialan lo semua, masih kebaca kok ini, nih! Gak usah lebay!"

Kanselir tak tahan lagi, ia berbalik dan dengan bermurah hati kembali menyodorkan kembali buku tulisnya yang tadi dikembalikan Gunay dengan tidak etis. Merasa tak sanggup mendengarkan ocehan mereka lebih lama lagi.

"Berisik banget sih kalian, nih salin lagi aja! Buruan, ya, ntar lagi bel soalnya."

"Makasih, Beb," seru Dimas merasa senang.

Gunay yang mendengar kata terakhir dari mulut Dimas membuat dia melayangkan tangannya ke arah belakang kepala pemuda itu, menonjoknya dengan penuh kasih sayang.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
830      590     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
SILENT
4795      1457     3     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...
Mungil, Kucing Kecil Kesayangan
74      67     0     
True Story
Menceritakan pengalaman Nisa merawat kucing-kucingnya yang menggemaskan. Dari disitulah ia belajar apa arti dari kasih sayang dan pengorbanan terhadap hewan kesayangannya. Novel ini saya buat untuk mengenang anak kucing saya yang telah tiada bernama Mungil. Terima Kasih Mungil telah hadir di keluarga kecil kami.
Kita
526      348     1     
Romance
Tentang aku dan kau yang tak akan pernah menjadi 'kita.' Tentang aku dan kau yang tak ingin aku 'kita-kan.' Dan tentang aku dan kau yang kucoba untuk aku 'kita-kan.'
The Girl In My Dream
385      270     1     
Short Story
Bagaimana bila kau bertemu dengan gadis yang ternyata selalu ada di mimpimu? Kau memperlakukannya sangat buruk hingga suatu hari kau sadar. Dia adalah cinta sejatimu.
Cinta dalam Impian
86      67     1     
Romance
Setelah ditinggal oleh kedua orang tuanya, seorang gadis dan abangnya merantau untuk menjauh dari memori masa lalu. Sang gadis yang mempunyai keinginan kuat untuk meraih impian. Voska belajar dengan rajin, tetapi dengan berjalannya waktu, gadis itu berpisah dengan san abang. Apa yag terjadi dengan mereka? Mampukah mereka menyelesaikan masalahnya atau berakhir menjauh?
Janjiku
564      401     3     
Short Story
Tentang cinta dan benci. Aku terus maju, tak akan mundur, apalagi berbalik. Terima kasih telah membenciku. Hari ini terbayarkan, janjiku.
An Angel of Death
321      198     1     
Short Story
Apa kau pernah merasa terjebak dalam mimpi? Aku pernah. Dan jika kau membaca ini, itu artinya kau ikut terjebak bersamaku.
I love you & I lost you
4574      1942     4     
Romance
Kehidupan Arina berubah 180 derajat bukan hanya karena bisnis ayahnya yang hancur, keluarganya pun ikut hancur. orang tuanya bercerai dan Arina hanya tinggal bersama adiknya di rumah, ayahnya yang harus dirawat karena mengalami depresi berat. Di tengah hancurnya keluarganya, Arina bertemu kembali dengan teman kecilnya, Arkan. Bertemunya kembali mereka membuka sebuah lembaran asmara, namun apa...
Kala Senja
31452      4512     8     
Romance
Tasya menyukai Davi, tapi ia selalu memendam semua rasanya sendirian. Banyak alasan yang membuatnya urung untuk mengungkapkan apa yang selama ini ia rasakan. Sehingga, senja ingin mengatur setiap pertemuan Tasya dengan Davi meski hanya sesaat. "Kamu itu ajaib, selalu muncul ketika senja tiba. Kok bisa ya?" "Kamu itu cuma sesaat, tapi selalu buat aku merindu selamanya. Kok bisa ya...