Setelah kejadian pada petualangan kedua, Alsa menawarkan kepada teman-temannya untuk menyelesaikan tantangan sisanya dalam waktu satu-dua hari. Jika bisa diselesaikan dalam waktu dua hari, Alsa berharap dapat segera menemukan Kiki. Hanya Ovi yang menyanggupi sedangkan yang lainnya memberikan alasan penolakan yang beraneka ragam.
“Al, maaf ya… Sepertinya aku ga bisa ikut untuk yang selanjutnya,” ucap Arum yang membuat semuanya terkejut dan bertanya-tanya.
“Kenapa begitu? Masih teringat Aishawa?” Ovi menebak-nebak karena ia melihat selama di rumah Bu Mayuko, Arum selalu berada dekat dengan Aishawa. Bahkan ketika akan berpisah. Arum teringat akan ayahnya yang sudah tiada begitu melihat kondisi Aishawa di depan matanya. Arum tak menjawab, hanya menunduk. “Masa gara-gara hal begitu terus kamu menyerah.”
“Berarti kalau Arum ga ikut, kita tinggal bertiga. Aku, Alsa, sama Ovi,” ucap Indira. Arum masih terdiam. Alsa tak bisa memaksa karena ia merasa bahwa ialah yang harus bertanggung jawab penuh.
“Ya sudah kalau Arum tetap mundur,” Ovi menyimpulkan. “Nilai kita bertiga kan semuanya aman. Gimana kalau besok kita izin aja? Supaya bisa mulai dari pagi,” usul Ovi.
“Hm…aku setuju. Biar besok kita bisa berpetualang sehari penuh,” Indira bersemangat. “Aku mau coba masukkan kelereng itu. Boleh ga?”
“Boleh lah. Asal kamu siap juga untuk menemukan jawabannya,” tantang Ovi.
“Iya, aku siap.”
***
Menjelang malam, Alsa meminta izin pada orangtuanya ketika ia duduk makan malam bersama. Ia ingin berkelana bersama teman-temannya seharian jadi izin untuk tidak masuk sekolah. Dengan alasan yang masuk akal, Alsa diizinkan oleh orangtuanya.
“Malam ini, Mama sama Papa mau ke rumah mbah dulu ya. Katanya mbah kurang sehat,” Alsa mengangguk memahami kalau malam ini ia hanya akan berdua dengan kakaknya di rumah. Setelah selesai makan malam, Alsa masuk ke kamarnya untuk beristirahat sejenak. Ia ingin sekali membuka kotak ajaib, menghitung sisa kelereng – tujuh kelereng tersisa.
“Hm…apa aku coba masukkan satu ya?” Alsa bergumam. Ia ingin kelereng-kelereng itu cepat habis, sehingga Kiki bisa segera ditemukan. “Tapi kan, ada teka-teki yang harus dijawab ya… Hm…siapa tahu aku bisa cari jawabannya sendiri,” tukas Alsa yang ingin mencoba menghadapi tantangan kotak ajaib sendiri mengingat di rumahnya sepi dan orangtuanya mungkin akan kembali larut malam. “Semoga aku bisa. Maaf ya teman-teman, aku ingin ini semua cepat selesai.”
Alsa merencanakan untuk berpetualang sendiri malam itu. Ia menyiapkan segalanya sendiri termasuk mengisi daya baterai ponselnya hingga penuh. Beberapa peralatan yang tadi dibawa ke Jepang ia masukkan ke dalam tas selempang kecil. Tak lupa ia memakai jaket karena petualangan kali ini terjadi di malam hari. Entah kemana portal waktu akan membawanya.
Bintang bersinar yang merindukan bumi. Ia juga manusia biasa.
Jagalah ia dan jadilah teman yang memahami, meski ia tak lagi terang.
Sebuah kalimat muncul di kaca tanam, setelah Alsa memasukkan kelereng berwarna ungu dengan bintik emas berkilau. Cahaya menyeruak dan menghisap Alsa ke dalam kotak ajaib yang telah berubah merah. Ia terbawa oleh portal waktu ke sebuah kota yang begitu ramai. Kota yang kini menjadi pusat gaya hidup di seluruh dunia. Musik, makanan, gaya busana, hingga tren perawatan kulit yang membuat semua mata tertarik pada magnetnya – Seoul.
Alsa terduduk di sebuah bangku kayu di bawah pohon yang teduh di antara ingar-bingar suara keramaian kota besar. Udara yang begitu dingin menampar wajahnya, ia hampir kedinginan. Dengan segera ia berdiri menuju sebuah halte, mencari petunjuk lokasi dimana ia berdiri. Ia mencoba melihat dengan teliti, namun tulisan dengan bahasa Korea tak ia pahami. Sempat ia menyesali karena pergi sendiri malam itu.
“Hah…ternyata di Seoul. Tau begitu aku tadi ajak Indira.” Ia teringat sahabatnya yang seorang K-Popers. Pasti Indira lebih paham dengan ini semua, tapi ia tetap harus maju menyelesaikannya sendiri kali ini.
Dilihatnya dari kejauhan sebuah gerai es krim dan sebuah toko yang berasap seperti menjual sesuatu yang hangat. Alsa menuju ke sana dengan penuh harap ada yang bisa dijadikan petunjuk untuk menemukan jawaban dari teka-teki kotak ajaib. Dengan langkah cepatnya Alsa menuju toko roti panggang yang berada di sebelah toko es krim.
“Bruukkk…” Ia menabrak seseorang dengan jaket jas yang panjang. Seorang lelaki dengan tubuh yang sangat tinggi, memakai masker, dan topi hitam. “Ups, sorry…”
Lelaki itu justru meraih tangan Alsa yang memang hampir terjatuh dan telihat sangat gugup. Dari mata dan alisnya terlihat lelaki itu pasti berwajah tampan. “Are you okay?” ucapnya dengan suara yang terpendam di balik masker. Mungkin karena wajah Alsa tak terlihat seperti orang Korea, maka lelaki itu menyapa dengan bahasa Inggris. Ia hanya merepon dengan anggukan. Ia mencoba tetap tenang dengan jantung yang mulai berdegup kencang. Malam-malam berpetualang sendiri di Seoul dengan oppa Korea.
“Kamu kenapa sendiri di sini? Tersesat?” Pertanyaan selanjutnya diutarakan laki-laki itu dengan bahasa Inggris dengan aksen Korea. Alsa tertegun sambil menelan ludah begitu lelaki membuka maskernya. Ia bergumam dalam hati sepertinya mengenal sosok itu tapi entah dimana. Mungkin salahsatu idola KPop atau aktor drama Korea yang diidolakan Indira karena Alsa tidak begitu paham dengan artis-artis Korea kecuali Ji-Chang Wook.
“Hm…tidak juga. Saya ke sini memang ingin mencari teman baru. Saya Alsa, dari Indonesia,” ucap Alsa mengawali perkenalannya. Lelaki itu mengulurkan tangan dan menyebutkan namanya. “Saya bisa panggil kamu apa?”
“Apapun. Silakan,” jawabannya justru membuat Alsa bingung. Karena malam itu begitu terang, Alsa menawarkan untuk memanggilnya, Star. Lelaki 185 cm itu tersenyum memperbolehkan. “Kamu mau beli itu?” menunjuk kedai roti panggang yang ingin disambangi oleh Alsa. Lalu Star mengajaknya untuk membeli di toko tersebut. Berdiri di sampingnya seperti berdiri di belakang gunung karena Star begitu tinggi dan… wangi.
“Kamsa-hamnida…” ucap Alsa. Star menoleh lalu tersenyum.
“Sopan sekali…” ia menyadari bahwa Alsa memang seorang turis yang tak begitu paham dengan bahasa Korea karena kata terima kasih yang diucapkan sangatlah formal. “Kota ini terlalu ramai. Kamu cepatlah kembali ke hotel. Saya akan antarkan,” Star menawarkan bantuan untuk mengantar Alsa kembali. Tetapi ia bingung karena sebenarnya ia tak tinggal di hotel bersama keluarganya.
“Hm…saya sudah izin untuk berjalan-jalan malam ini. Mungkin hanya sekitar 2 jam saja,” Alsa beralibi agar tak membuatnya khawatir.
“Saya temani kamu ya…” Alsa yang mendengar tawaran itu tak bisa menolak. Star menggunakan masker kembali lalu ia mengajak Alsa menuju ke sebuah taman dengan gazebo yang berbentuk seperti atap rumah tradisional Korea. Ada beberapa orang yang juga mengunjungi tempat itu, berbincang, berfoto, bahkan ada yang hanya sekedar duduk-duduk santai mungkin sedang menunggu seseorang.
“Maaf, apa kamu seorang artis?” tanya Alsa sambil menatap Star dari samping. Alsa penasaran karena ia masih memakai masker yang menutupi mulut dan hidung mancungnya.
“Hm… Kamu tidak mengenalku?” Star justru bertanya balik. Alsa malu karena ia memang tidak tahu sama sekali. “Aku hanya menjalankan tugas…untuk menghibur.”
Aha, benar seperti dugaannya. Ternyata Star memang seorang artis. Itulah mengapa ia selalu menutupi wajahnya agar tak teridentifikasi oleh khalayak ramai. Terbayang wajah Indira yang begitu menggemari artis Korea, pasti akan teriak histeris begitu melihatnya. Tapi ini semua memang misteri dari kotak ajaib dan portal waktu yang membawa ke tempat tak diduga.
“Sahabatku sangat suka K-Pop. Tapi aku masih belum dapat mengenali semuanya. Terlalu banyak,” Alsa memberi penjelasan.
“Oke. Apa sahabatmu fans grup kami juga?” Alsa sedikit terkejut karena ia sebenarnya tidak begitu mengenal grup vokal yang digawanginya. “Apa kamu mau selfie denganku atau membuat vlog lalu posting di akunmu? Kirim ke sahabatmu sebagai hadiah spesial,” Alsa tak terpikir akan hal ini. “Atau, kamu bisa meng-upload di Instagram dan pasti kamu juga akan terkenal,” kali ini Alsa menggeleng perlahan.
“Aku tidak berani mengambil keuntungan dari orang yang baru kutemui,” jawab Alsa.
“Luar biasa,” Star memandang Alsa dan membuat ia tersipu.
“Hidupmu pastinya bahagia. Apalagi kau seorang bintang dengan banyak penggemar dan dikelilingi orang-orang yang selalu menjagamu.” Star hanya terdiam.
“Hm… Aku rasa kita harus pindah dari tempat ini. Di sini terlalu ramai. Ikuti aku…” Star mengalihkan pembicaraan sambil berdiri. Mereka berjalan beriringan seperti bapak dan anak. Alsa terlihat sangat kecil berada di sampingnya.
Di sebuah restoran makanan cepat saji yang sederhana berseberangan dengan sebuah toko pakaian dan toko tas, di belakang sebuah mall besar, Star mengajak Alsa duduk di dalamnya. Banyak mobil terparkir yang menutupi restoran tersebut. Seorang bintang memesan dua gelas coklat hangat dan kentang goreng. Tempat itu memang lebih hangat dibandingkan di luar tadi.
“Menurutmu, apa aku terlihat bahagia?” Star kembali pada pertanyaan Alsa. “Aku harus bersembunyi meski hanya untuk makan kentang goreng.” Star tersenyum sambil menyeruput coklat hangat yang telah disajikan.
“Hm…benar juga,” respon Alsa sambil menalar kalimat Star. “Tapi, ini kan hanya sesekali. Di lain hari pasti berbeda. Kamu punya segalanya, bisa mengunjungi tempat apa saja, dan semua orang mengagumimu,” Alsa bicara panjang lebar.
“Siapa namamu tadi?” Star memandang lebih dekat.
“Alsa.”
“Mungkin di matamu seperti itu, Alsa… Tapi sebenarnya tidak juga. Aku ingin bisa kemana saja dan melakukan apa yang kusuka tanpa harus berlari atau bersembunyi dari orang lain,” Star mengungkapkan perasaannya. “Aku rasa menjadi sepertimu akan lebih menyenangkan. Kamu pasti memiliki waktu luang yang banyak dengan keluarga dan teman-temanmu. Seperti saat ini, kamu bisa berjalan sendirian menikmati pemandangan, membeli roti panggang, makan fastfood, tanpa harus tengok kanan-kiri karena diawasi oleh paparazzi.”
Star mencurahkan segala kegelisahannya sebagai seorang artis. Alsa mendengarkan layaknya teman dekat meski usianya masih terlalu muda. Ia teringat akan berita yang pernah ia dengar dari Indira bahwa beberapa artis asal Korea ada yang mengakhiri hidupnya karena tak tahan dengan tekanan pekerjaan dan juga hujatan dari media maupun publik. Tak ayal, Alsa pun bersimpati dengannya. Yang ada dihadapannya saat ini adalah seseorang yang sedang butuh teman untuk didengar, bukan artis papan atas yang sedang berdrama tentang kisah hidupnya.
“Dua hari ini aku cuti dan salah seorang temanku juga sedang kurang sehat. Ya, kami hanya dapat waktu istirahat dua hari. Besok aku harus berlatih koreo lagi, lalu latihan nyanyi…” Alsa mendengarkan dengan sabar apa yang dikeluhkan oleh Star selama berada di dunia hiburan. Tak hanya fisik yang lelah namun psikis juga terkadang ingin menyerah. Star menceritakan bahwa terkadang ia harus tetap berlatih meskipun sedang kurang sehat. Ia harus tetap tersenyum meskipun hatinya sedang gundah. Ia pun harus tetap membuat penggemarnya bahagia meski ia sedang berduka. Apapun yang dilakukannya tak luput dari sorotan media. Bahkan untuk sebuah rahasia pun sulit untuk ditutupi.
“Hm…semua pekerjaan pasti ada resikonya. Tapi, teman-temanmu juga pasti memahami kondisimu karena kalian melakukan pekerjaan yang sama kan. Belum lagi ada manajer yang pastinya sangat membantumu.”
“Iya memang… Tapi terkadang aku ingin berteman dengan siapa pun seperti halnya orang normal tanpa dibicarakan oleh banyak orang. Bahkan ketika aku ingin bertindak sedikit gila atau kekanak-kanakan,” ucap Star sambil menyandarkan punggungnya di kursi. Alsa tetap serius mendengarkan. “Maaf Alsa aku jadi banyak bicara.”
“Tidak apa-apa. Aku bisa menjadi temanmu,” kini giliran Alsa yang menawarkan diri. “Meskipun aku masih 15 tahun, aku bisa menjadi pendengar yang baik. Kamu juga boleh menganggapku adik.”
Ucapan Alsa yang polos berhasil membuat senyum lebar di wajah Star. Terlihat sekali ia begitu lepas tanpa beban. Ternyata seorang bintang yang bersinar pun perlu teman yang tak harus berkilau. Alsa tersenyum simpul lalu mengulurkan tangannya. “Annyeong! I’m Alsa from Indonesia. Saya bersedia menjadi temanmu walau saya tidak suka Kimchi.”
Mendengar ucapan Alsa, Star tertawa renyah. Ia benar-benar tak menyangka bahwa gadis yang baru ia kenal itu dapat menghiburnya dengan ucapan yang polos tanpa drama. Lalu ia menyambut tangan Alsa sambil menahan tawanya.
“Annyeong! I’m Star in the sky. Hahahaa…” ia melanjutkan tawanya. “Omong-omong, kenapa kamu tak suka Kimchi?” tanyanya heran.
“Perutku tak bisa menerima makanan yang terlalu asam dan pedas. Selain itu, aku juga tak bisa makan kubis atau sawi putih.”
“A wae? Kenapa?”
“Hm…ini rahasia ya… Kalau makan sawi putih, aku akan sering mengeluarkan gas…” ucap Alsa setengah berbisik malu.
“Heol… Hahahahaaaaa……” sekali lagi Star tertawa lepas sekali setelah mendengar alasan Alsa tak suka Kimchi. Alsa malu sekali hingga tertunduk. Lalu Star menyadarinya, dan ia berusaha untuk berhenti tertawa dan menutup mulutnya. “Mianhae…mpphh…sorry Alsa…”
“Tidak apa-apa,” ucap Alsa datar. Di dalam hatinya ia senang dapat membuat Star begitu bahagia. “Di tempatku ada makanan tradisional yang mirip Kimchi, tapi tidak terlalu pedas dan asam. Aku lebih menyukainya,” ujar Alsa kemudian.
“Jinnca? Apa namanya?”
“Asinan sayur. Komposisinya ada selada, tauge, wortel, timun, dan sedikit kubis.”
“Tadi kamu bilang tidak suka kubis.”
“Kalau asinan, kubisnya hanya sedikit dan diiris kecil-kecil,” Alsa menjelaskan tentang asinan sambil membayangkan penampakannya. Star mendengarkan dengan antusias. Mereka berbicara layaknya sahabat yang sudah lama tak bertemu.
Alsa hampir saja terlupa bahwa ia harus segera memecahkan teka-teki sebelum waktunya habis. Begitu ponselnya bergetar, ia langsung meraihnya di dalam tas kecil. Muncullah kalimat yang mengingatkannya: …segera kembali sebelum pukul 9… Alsa tertegun. Padahal ia sedang menikmati perbincangan dengan Star, namun ia harus segera kembali. Ia melirik ke arah jam tangan yang digunakan Star. Ternyata sudah pukul 8.30 waktu Seoul.
“Hm…maaf. Sepertinya aku harus kembali,” ucap Alsa dengan sedikit galau.
“Oh baiklah. Maaf aku sudah mengajakmu mengobrol hingga malam.”
“It’s okay. Aku senang dapat berbicara dengan teman baru.”
“Alsa, aku pun senang karena kamu menganggapku seperti teman biasa. Bukanlah seorang artis.” Mendengar ucapan Star, Alsa tersenyum puas karena ia bisa membuat Star mendapatkan teman yang normal sehingga ia bebas tertawa dan menjadi apa adanya.
Star mengantarkan Alsa ke tempat dimana mereka tadi bertemu, di taman dekat pusat kota. Ia kembali memakai masker di wajahnya dan mengangkat kerah jaket menutupi leher belakangnya. Sebelum Star pergi, ia memberikan sebuah gelang yang dipakainya. Gelang berwarna hitam dengan bandul menyerupai bintang kecil.
“Simpan ini untukku. Maukah kamu menjadi temanku selamanya meskipun nanti aku tidak lagi menjadi bintang?”
“Pasti, Star…” Alsa memakai gelang yang diberikan Star di tangan kirinya. “Tapi, aku tidak punya sesuatu untuk kenang-kenangan,” ujar Alsa sedih. Star tiba-tiba meminta ponsel Alsa, lalu membuka kamera. Ia menarik Alsa untuk mendekat, membuka maskernya dan cekrekk…cekrekk… Star mengambil beberapa foto selfie dengan Alsa, lalu mengirimkannya ke sebuah nomor melalui WhatsApp.
“Fotomu ada di ponselku. Sekarang untuk sahabatmu. Siapa namanya?”
“Oh, Indira,” entah apa yang akan dilakukan Star, tapi Alsa menurut saja untuk merekam menggunakan ponselnya. Star membuat ucapan manis untuk Indira dan ia mengatakan bahwa suatu saat nanti akan menemuinya, di Jakarta. Ah, Alsa membayangkan betapa terkejutnya Indira nanti, dan pastinya ia akan berteriak histeris bahagia.
“Star, jika kamu ingin bercerita lagi, aku selalu siap mendengarkan,” seperti yang ada di film-film, Alsa memberikan pesan perpisahan pada Star. Berharap Star akan menghubunginya suatu saat nanti ia membutuhkan teman untuk curhat. “Kamsa-hamnida…” Alsa membungkuk dan berterima kasih.
“Ucapkan saja, gomawo… Karena kita teman.” Star mengajak Alsa untuk melakukan toss lalu meminta izin untuk pergi lebih dahulu. “Maaf, aku tak bisa mengantarmu sampai hotel. Aku khawatir akan ada kabar yang tidak baik nantinya untukmu…”
Alsa memastikan bahwa ia akan baik-baik saja. Star akhirnya berlalu dan hanya tampak punggungnya yang bidang semakin menjauh. Lalu Alsa kembali duduk di bangku taman dengan sinar temaram lampu. Dari balik pohon yang rindang dan diiringi ingar-bingar kota Seoul di malam hari, portal waktu membawa Alsa kembali ke rumahnya.
“Hah, udah jam 12 malam!” Alsa terkejut begitu terbangun. Seingatnya dari Seoul sekitar pukul 9.00 malam, berarti kali ini portal waktu membawanya selam tiga jam untuk kembali. Tapi tak berlangsung lama terheran-heran ketika ia mendapati sebuah gelang hitam di tangan kirinya, Alsa tersenyum. “Gomawo, Star. Aku akan menjadi temanmu selamanya.”
Meskipun seorang diri, ternyata Alsa dapat menyelesaikan tantangan dari kotak ajaib. Terlebih ia begitu senang dapat bertemu dengan artis Korea yang tak pernah ia impikan sebelumnya. Jika selama ini ia hanya menjadi pendamping setia Indira saat bercerita tentang Oppa-oppa Koreanya, atau mendengar beberapa kosakata bahasa Korea yang diucapkannya, Alsa sudah mengalaminya langsung. Lalu ia teringat foto-foto dan video di ponselnya. Alsa sempat ragu dengan semua itu. “Jangan-jangan tadi aku cuma hallyu,” gumamnya.
Wajah dengan senyum simpul yang memesona itu ternyata benar-benar ada di galeri foto ponselnya. Sebuah foto yang menampilkan gelang hitam dari sang bintang pun tercetak pada kertas yang tersimpan di dalam kotak ajaib. “Besok aku mau kasih kejutan buat Indira.”
***
“Itu namanya licik, Al!” Ovi malah berkata kasar pada Alsa saat ia berusaha menjelaskan petualangannya tadi malam ke Korea.
“Kok kamu malah bilang begitu?! Bukannya berterima kasih… Lagian aku kan cuma berusaha agar ini semua cepat selesai,” Alsa membela diri.
“Tapi ini namanya egois! Kamu sendiri kan yang memohon-mohon sama kita untuk menyelesaikannya bareng-bareng. Trus, sekarang apa?!” Ovi masih bernada tinggi.
Arum, Indira dan Yuna hanya terdiam dengan ekspresinya masing-masing. Ada yang terlihat kesal, kecewa, iri, tapi ada juga yang pasrah. Alsa merasa bersalah pada teman-temannya, tapi apa yang ia lakukan pada dasarnya hanya untuk membantu agar misteri dari kotak ajaib cepat selesai, dan satu hal, Alsa ingin segera menemukan Kiki.
“Maaf… Kalau aku lancang. Tapi memang sebaiknya kamu bilang dulu sama kita-kita. Supaya kalau terjadi apa-apa sama kamu, kita ga disalahkan,” Indira memang selalu bijak.
“Iya, Al… Ya untungnya ke Korea, kalau ternyata ke hutan Afrika gimana?” Yanu menambahkan. Alsa menyesali atas keegoisannya semalam. Ia benar-benar memohon maaf atas perbuatannya. Namun di relung hatinya ia sempat bergumam, “Dapat teman baru di Korea, eh sama teman lama malah dikeroyok.”
Dibalik itu semua, Indira tetap berterima kasih karena ia sudah berani menyelesaikan teka-teki sendiri dan ada hadiah istimewa yang didapatkan dari perjalanan Alsa semalam. Seperti dugaan Alsa, sahabatnya itu benar-benar terkejut dan bahagia karena mendapatkan video eksklusif dari idolanya. Tapi, tak histeris seperti yang dibayangkan karena Indira menyadari bahwa Ovi masih kesal dengan Alsa.
“Hm…gimana kalau kita mulai sekarang?” ajak Indira berusaha untuk mencairkan suasana yang masih tegang. Ovi masih tidak menjawab.
“Ra, coba sekarang kamu yang memasukkan kelereng,” Alsa memberi usul. “Kemarin kan Ovi sudah, aku juga sudah…”
“Udah dua kali malah!” ucap Ovi ketus. Alsa menghela napas.
“Ya sekarang, terserah kalian deh. Mau Indira atau Ovi, silakan. Aku ikut aja,” Alsa mencoba mengalah. “Atau kamu mau masuk sendiri ke portal waktu juga silakan, Vi!” Alsa yang mulai kesal dengan Ovi, memberi tantangan kepadanya.
Melihat suasana yang semakin memanas, Arum dan Yanu jadi semakin galau. Mereka berpikir kalau Alsa dan Ovi masih bertahan dengan egonya masing-masing, misteri ini tetap akan lama terselesaikan. Apalagi dengan mundurnya mereka berdua dari permainan. Mereka berharap penuh dengan kekompakan Alsa, Indira dan juga Ovi.
“Kalau kalian begini terus, kapan mulainya?” Yanu buka suara.
“Iya, nanti malah ga selesai-selesai…” Arum ikut menambahkan.
“Ayolah Ovi… Sudah jangan kesal terus. Toh, Alsa juga sudah minta maaf,” Indira membujuk Ovi agar mau memulai petualangan bersama lagi.
“Lagian, aku juga menceritakan tentang kalian semua ke Star, dan dia juga bersedia untuk berteman dengan kalian. Ga cuma sama aku aja,” Alsa mencoba beralasan. “Kalau nanti grupnya Star ke Indonesia, dia bilang akan mengundang kita khusus. Asal…kalian ga posting macam-macam ke medsos.”
Alsa terpaksa memberikan alasan yang berlebihan untuk mencairkan suasana. Meskipun sebenarnya Star hanya menyimpan nomor kontak Alsa, dan hanya akan menghubungi Alsa jika ia akan bertandang ke Indonesia. Itupun Alsa tak berharap banyak karena Star adalah bintang besar yang pastinya akan menemui banyak penggemar baru. Namun setelah mendengar alasan Alsa, Indira menjadi lebih bersemangat. Wajah Arum dan Yanu pun terlihat kegirangan. Melihat teman-temannya ceria dan diliputi rasa rindu pada sahabatnya, Kiki. Ia pun ingin Kiki segera dapat ditemukan. Akhirnya Ovi pun mau berdamai dengan Alsa. Ia mau melanjutkan petualangan kembali.
“Indira, sekarang giliran kamu,” Ovi mempersilakan.
“Ha…ha...harus aku ya?”
“Iyaa laah…” semua kompak menjawab.
***