Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Sunset is Beautiful Isn't It?
MENU
About Us  

Jalanan desa di waktu pagi begitu sunyi tanpa kebisingan kendaraan berlalu lalang, hanya terdengar suara kicauan burung dan tetes sisa air hujan yang jatuh dari dedaunan. Saat memasuki musim hujan para petani sibuk menyiapkan bibit-bibit padi yang unggul untuk mereka tanam di sawah. Musim hujan menjadi primadona petani padi karena akan menguntungkan sampai masa panen. Padi membutuhkan banyak air untuk tumbuh sehingga saat musim hujan datang menjadi tanda masa penanaman bibit. Angkasa mengayuh sepedanya pelan menikmati semilir angin yang menerpa tubuhnya, bau tanah khas seusai hujan memenuhi indera penciumannya, rumput-rumput liar yang basah berbaris di sisi jalan, roda sepedanya sesekali menggilas genangan air dan bebatuan kecil. Tampak bibirnya melengkung kecil saat melihat pasangan tua petani melontarkan canda satu sama lain, ia memelankan laju sepedanya demi mendengar obrolan dari pasangan romantis itu.

       "Pak, sampeyan eling ora? Dhisik aku pisanan temu sampeyan ning kene," (Pak, kamu ingat nggak? Dulu pertama kali kita ketemuan di sini) tanya si Ibu menatap ke bawah sambil tersenyum malu.

       "Iyo eling Bu," (Iya ingat, Bu) jawab si Bapak yang masih fokus menanam padi.

       "Kok iso sih Pak tresna karo aku dhisik iku?" (Kok bisa sih pak jatuh cinta sama Ibu waktu itu?) tanya kembali si Ibu menatap ke langit dengan wajah seperti remaja kasmaran.

       Bapak petani yang mendengar itu menghentikan aktivitasnya dan menatap wajah tua istrinya sambil tersenyum, "Iso wae, sampeyan wis ayu manis pisan, piye aku ora klepek-klepek". (Bisa saja, kamu kan cantik manis pula, bagaimana aku nggak klepek-klepek).

       Tawa Angkasa pecah saat melihat Bapak petani menoel dagu istrinya dengan tangan yang kotor hingga meninggalkan bekas lumpur dan si ibu yang salting memukul berkali-kali bahu si Bapak dengan caping. Angkasa tergelak tanpa suara hingga deretan giginya tampak. Ia menggeleng-gelengkan kepala sembari melanjutkan perjalanannya yang tertunda. Ia bersenandung dengan nada tak beraturan masih dengan senyuman yang tak lepas dari wajahnya.

=====

       Suasana food court kampus terihat sepi hanya ada beberapa mahasiswa-mahasiswi berlalu lalang memesan makanan usai mata kuliah siang. Suara kriuk-kriuk terdengar dari setiap gigitan kerupuk yang Anindya makan. Ia menyantap mie ayam pesanannya dengan lahap, saking lahapnya ia seperti menyeruput mie itu tanpa dikunyah dengan bibir cemong. Kinara yang melihat itu berdecak kesal menyentil dahi Anindya.

        "Astaghfirullah, apa sih Kiki? Sakit tau!" Lontar Anindya kaget sembari mengelus dahinya yang memerah.

        "Please ya Nin, kalau makan itu kalem pelan, nggak usah keburu-buru, nggak ada yang ngerebut itu makanan, keselek tau rasa". Ucap Kinara sembari mengambil tisu dan mengelap bibir cemong Anindya.   

       "Ih, aku bukan bocil lagi tau! Dasar emak-emak bawel". Ujar Anindya merebut tisu dari Kinara dan mengelap bibirnya sendiri, tak berselang lama ia melanjutkan aktivitasnya dan tidak sengaja tersedak sambal hingga batuk.

       Kinara hanya bisa mengehela napas dengan wajah datar seolah mengejak 'rasain tuh'. Ia membukakan sebotol air dan memberikannya pada Anindya. "Nggak berubah, makin dewasa dikasih tau bukan nurut malah ngeyel".

        Anindya mendengarkan penuturan Kinara sembari meneguk air perlahan. Setelahnya ia bernapas lega meski matanya merah usai tersedak. Ia memasang wajah tak bersalah hanya menyengir polos dan melanjutkan aktivitas makannya.

       "Btw Nin, gimana kamu semester 5 ini, mau ke mana niatnya?" Tanya Kinara mengganti topik pembicaraan.

       "Tadi aku udah ketemuan sama Prof. Ratih, beliau ngajak aku ke Magelang buat penelitian etnobotani di sana, lumayan biaya ditanggung semua, aku cuma perlu bawa diri, jadi gas aja lah". Jawab Anindya tersenyum girang menatap Kinara.

       "Alhamdulillah kalau gitu," ujar Kinara mengangguk.

       "Terus kalau kamu gimana Ki, persiapan skripsi aman?" Tanya Anindya balik.

       "Alhamdulillah dari tiga judul yang aku setor, diterima satu tentang laba kotor, hasil saran dari kating sih itu," jawab Kinara sambil menyeruput es tehnya.

        "Katingku ini udah skripsian rek, bentar lagi udah wisuda, eh habis lulus langsung nikah nggak sih?" Timpal Anindya menggoda hingga tawa mereka berdua pecah.

       Usai menghabiskan pesanan mereka, Anindya mengajukan diri untuk membayar ke penjual, tetapi bukan mentraktir hanya membantu mebayarkan uang milik Kinara. Baru saja berdiri, kakinya sudah terbentur kaki meja hingga ia meringis kesakitan. Kinara yang melihat itu berkenan membantu tapi ditolaknya, "santai aman gapapa, nggak sakit".

       Anindya berjalan sembari melihat ke arah Kinara dengan mulut berucap gapapa tanpa suara, tetapi jalannya terlihat pincang. Baru beberapa langkah, Kinara ingin mengingatkan pada Anindya ada pilar di depannya, "Nin hati-hati lihat ke dep-," belum usai mengingatkan sudah terdengar suara rintihan dari Anindya yang menabrak pilar food court, "-pan ..." lanjut perkataan Kinara yang belum usai.

       "Ya Allah, kenapa sih pilarnya di bangun di sini, siapa arsiteknya coba?" Dumel Anindya pada pilar yang ia tabrak.

       "Tetap sama, memang ceroboh itu anak," gumam Kinara berbisik berpura-pura tidak melihat karena malu dengan sikap Anindya.

=====

       "Kak, barang-barangnya udah semua? Yakin nggak ada yang ketinggalan?" Tanya seorang wanita paruh baya dengan daster lengan panjang yang merupakan Ibu Anindya—Nara. 

        "Aman Bu, beres." Jawab Anindya sembari mengangkat koper dan menaruhnya di bagasi mobil.

       Hari ini adalah jadwal keberangkatan Anindya ke kota Magelang untuk mengikuti penelitian bersama Prof. Ratif. Ia mendapat pesan via email dari Prof. Ratih yang mengirimkan tiket pesawat dengan jadwal keberangkatan pukul 08:00 WIB. Sejak semalam ia sudah bersiap dan mengemas semua barang-barangnya.

        "Kak, sudah siap? Kalau sudah ayo berangkat!" Ujar seorang lelaki paruh baya yang mengenakan setelan kemeja lengan pendek polos berwarna navy dan celana kain hitam, Bapak Anindya—Hardi. Ia baru sajak keluar dari pintu rumah membawa kunci mobil diikuti oleh Hana di belakangnya.

       "Sudah Pak," ucap Anindya lalu menatap ke arah Hana yang memasang wajah murung, ia mendekati adik kesayangannya dan mengusap rambut Hana pelan, "Hana marah sama Kakak?"

       "Nggak kok, Hana cuma nggak mau jauh dari Kakak, nggak ada yang bantu Hana ngerjain matematika, nggak ada juga yang Hana ajak bercanda sampai larut malam nanti". Lontar Hana masih dengan wajah murungnya.

       "Hana, Kakak di Magelang cuma 4 bulan kok, gini deh nanti pulang dari Magelang kakak bawain oleh-oleh yang banyak, setiap hari kita video call ngobrol kalau kamu kesepian". Bujuk Anindya mengelus rambut Hana dengan senyuman tipis.

       "Janji ya Kak?" Ucap Hana memberi kelingkingnya.

       "Janji!" Saut Anindya yang membalas tautan kelingking Hana.

       Hardi menghampiri kedua puterinya dan mendekap mereka erat. "Sudah-sudah, kenapa jadi melow gini suasananya. Kak, ayo berangkat takut telat ke bandara!" Ucap Hardi yang dibalas anggukan oleh Anindya.

       Anindya menyalami tangan Ibunya dan segera memasuki mobil, ia membuka kaca jendela dan melambaikan tangan pada Ibu dan adik perempuannya sembari mengucapkan salam. Terdengar suara deru mesin sebagai pertanda jalannya mobil. Saat dalam perjalanan, ia masih di posisi yang sama menatap ke luar jendela menikmati hiruk piruk suasana kota Surabaya. Tatapannya beralih pada birunya langit dengan segerombol awan yang berlomba mendahului satu sama lain. Netranya berbinar beriringan dengan senyumnya yang semakin lebar. Magelang, entah bagaimana kota itu, baru kali ini ia akan pergi ke sana. Diam-diam hatinya berharap semoga segala sesuatunya baik tanpa terkecuali.

 

    

        

How do you feel about this chapter?

0 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (6)
  • skyeveridai

    wuahhhh bagus pol polll
    ayo cepat up mbaa 🤩🤩

    Comment on chapter 2—Keberangkatan
  • sea

    akhirnya yg di tunggu up jugaaa ihiyyyyy, semangaattt nulis nya kakak ❤️🔥

    Comment on chapter 2—Keberangkatan
  • sea

    ayoo lanjut yuk yuk semangatt nulis nya, aku setia menunggu lanjutan nya😼❤️

    Comment on chapter 1—Magelang
  • yestyas

    Go go go next chap, semangattt kak💛

    Comment on chapter Prolog
  • matchachoco

    Tulisan dan pemilihan diksinya saya acungi jempolll. Suka dengan pengenalan karakter Angkasa dan Anindya. Penggambaran karakter di awal cukup menarik perhatian. Keep on going kak author !!! Awalan prolog yang bagus !!!

    Comment on chapter Prolog
  • sea

    INIII BARUU PROLOG AJAAA FEEL YAA UDAHH DAPETTTT AKSHSHS, AYOOO LANJUTTT KAKK PENASARAN KELANJUTAN NYA, SEMANGAT NULISNYA KAKAK!!!😼❤️

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
To the Bone S2
392      285     1     
Romance
Jangan lupa baca S1 nya yah.. Udah aku upload juga .... To the Bone (untuk yang penah menjadi segalanya) > Kita tidak salah, Chris. Kita hanya salah waktu. Salah takdir. Tapi cintamu, bukan sesuatu yang ingin aku lupakan. Aku hanya ingin menyimpannya. Di tempat yang tidak mengganggu langkahku ke depan. Christian menatap mata Nafa, yang dulu selalu membuatnya merasa pulang. > Kau ...
Flying Without Wings
1007      539     1     
Inspirational
Pengalaman hidup yang membuatku tersadar bahwa hidup bukanlah hanya sekedar kata berjuang. Hidup bukan hanya sekedar perjuangan seperti kata orang-orang pada umumnya. Itu jelas bukan hanya sekedar perjuangan.
Noterratus
405      281     2     
Short Story
Azalea menemukan seluruh warga sekolahnya membeku di acara pesta. Semua orang tidak bergerak di tempatnya, kecuali satu sosok berwarna hitam di tengah-tengah pesta. Azalea menyimpulkan bahwa sosok itu adalah penyebabnya. Sebelum Azalea terlihat oleh sosok itu, dia lebih dulu ditarik oleh temannya. Krissan adalah orang yang sama seperti Azalea. Mereka sama-sama tidak berada pada pesta itu. Berbeka...
ALUSI
9580      2283     3     
Romance
Banyak orang memberikan identitas "bodoh" pada orang-orang yang rela tidak dicintai balik oleh orang yang mereka cintai. Jika seperti itu adanya lalu, identitas macam apa yang cocok untuk seseorang seperti Nhaya yang tidak hanya rela tidak dicintai, tetapi juga harus berjuang menghidupi orang yang ia cintai? Goblok? Idiot?! Gila?! Pada nyatanya ada banyak alur aneh tentang cinta yang t...
Aku Lupa Cara Mendeskripsikan Petang
562      386     2     
Short Story
Entah apa yang lebih indah dari petang, mungkin kau. Ah aku keliru. Yang lebih indah dari petang adalah kita berdua di bawah jingganya senja dan jingganya lilin!
Bulan dan Bintang
5995      1598     1     
Romance
Orang bilang, setiap usaha yang sudah kita lakukan itu tidak akan pernah mengecewakan hasil. Orang bilang, menaklukan laki-laki bersikap dingin itu sangat sulit. Dan, orang bilang lagi, berpura-pura bahagia itu lebih baik. Jadi... apa yang dibilang kebanyakan orang itu sudah pasti benar? Kali ini Bulan harus menolaknya. Karena belum tentu semua yang orang bilang itu benar, dan Bulan akan m...
Peri Hujan dan Sepucuk Mawar Merah
915      543     8     
Short Story
Sobara adalah anak SMA yang sangat tampan. Suatu hari dia menerima sepucuk surat dari seseorang. Surat itu mengubah hidupnya terhadap keyakinan masa kanak-kanaknya yang dianggap baginya sungguh tidak masuk akal. Ikuti cerita pendek Peri Hujan dan Sepucuk Mawar Merah yang akan membuatmu yakin bahwa masa kanak-kanak adalah hal yang terindah.
Between Earth and Sky
1972      569     0     
Romance
Nazla, siswi SMA yang benci musik. Saking bencinya, sampe anti banget sama yang namanya musik. Hal ini bermula semenjak penyebab kematian kakaknya terungkap. Kakak yang paling dicintainya itu asik dengan headsetnya sampai sampai tidak menyadari kalau lampu penyebrangan sudah menunjukkan warna merah. Gadis itu tidak tau, dan tidak pernah mau tahu apapun yang berhubungan dengan dunia musik, kecuali...
Dunia Tiga Musim
3446      1342     1     
Inspirational
Sebuah acara talkshow mempertemukan tiga manusia yang dulunya pernah bertetangga dan menjalin pertemanan tanpa rencana. Nda, seorang perempun seabstrak namanya, gadis ambivert yang berusaha mencari arti pencapaian hidup setelah mimpinya menjadi diplomat kandas. Bram, lelaki ekstrovert yang bersikeras bahwa pencapaian hidup bisa ia dapatkan dengan cara-cara mainstream: mengejar titel dan pre...
BIYA
3267      1135     3     
Romance
Gian adalah anak pindahan dari kota. Sesungguhnya ia tak siap meninggalkan kehidupan perkotaannya. Ia tak siap menetap di desa dan menjadi cowok desa. Ia juga tak siap bertemu bidadari yang mampu membuatnya tergagap kehilangan kata, yang tak pernah ia sangka sebelumnya. Namun kalimat tak ada manusia yang sempurna adalah benar adanya. Bidadari Gian ternyata begitu dingin dan tertutup. Tak mengij...