Sudah waktunya jam pulang, semua murid merapikan barangnya masing-masing termasuk Maria dan Jun. Setelah kejadian berbincang-bincang di gazebo tadi, mereka sudah tidak ada lagi rasa canggung. Rasanya sudah akrab sekali.
“Mar, lo naik apa?” tanya Jun.
“Vespa Jun, emangnya kenapa?” jawab Maria sembari mengenakan jaketnya.
“Oh, nggak apa. Gue sebenarnya mau ngajak lo pulang bareng.” Jun menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal itu.
“Hehe ... sorry, ya, Jun.”
“Udah nggak apa. Ayo ke parkiran, lo mau ambil vespa, kan? Gue juga mau ambil mobil,” ajak Jun.
“Yaudah ayo,” jawab Maria.
Mereka berdua keluar dari kelas secara bersamaan, menjadi pusat perhatian teman-teman mereka. Tatapan mereka tidak bisa biasa.
“Ups ... duo pendiam jadi akrab, nih.” Maria tidak sengaja mendengar temannya yang memiliki geng centil membicarakan dirinya dengan Jun. Maria ingin sekali berbalik arah dan menghampiri mereka, tetapi, Jun mencegah dirinya dengan menggenggam tangannya.
“Sstt ... Mar, nggak usah diladenin, ya?” bisik Jun lalu segera membawa Maria ke parkiran.
“Mereka ngomongin kita Jun,” ujar Maria sedikit meluapkan amarahnya.
“Udah biarin aja,” Jun berusaha menenangkan Maria. Melihat itu Jun seketika jadi mengerti kepribadian Maria, dia tidak suka orang lain membicarakan dirinya yang tidak sesuai fakta.
“Hmmm.” Maria hanya bergumam, berusaha meredam amarahnya.
“Ya udah gue pulang duluan, ya, Jun?” pamit Maria saat sudah sampai diparkiran dan menemukan vespanya.
“Iya hati-hati, kapan-kapan gue main ke rumah lo boleh?” tanya Jun sedikit ragu.
“Pasti boleh, dong,” jawab Maria dengan antusias.
“Ok, thank you, ya. Bye Maria!” Jun melambaikan tangannya.
“Bye Jun!” Maria juga demikian. Setelah Maria pergi mengendarai vespanya, Jun segera mencari mobilnya dan segera pulang ke rumah.
*********
“Gimana, Nak di jurusan broadcasting?” tanya Aidan--papa Maria. Keluarga Maria setiap malam selalu makan bersama di meja makan, itu adalah ajang kedua orangtuanya untuk menanyakan setiap pengalaman yang dia alami.
“Aman, Pa,” jawab Maria singkat sambil menikmati masakan buatan Maya.
“Kamu nggak di-bully lagi, kan, Nak? Ada yang mau temenan sama kamu, kan?” tanya Maya lalu duduk di samping Maria.
“Nggak ada yang mau dekat sama aku, Ma, Pa,” ucap Maria terus terang.
“Kamu padahal nggak ngapa-ngapain, kan, ya? Kok aneh, sih, padahal baru pertama kali ketemu. Kasihan anak kesayangan Papa.” Aidan mengusap puncak kepala Maria.
“Tapi, ada satu anak yang mau temenan sama aku Ma,Pa. Dia keturunan Korea, namanya Jun,” jawab Maria penuh antusias ketika menceritakan tentang Jun.
“Oh, ya? Kamu langsung betah, dong ada spesies oppa-oppa Korea?” ujar Maya dengan heboh.
“Pasti dong, Ma.” Maria menganggukkan kepalanya lalu memasukkan sesendok makanan kedalam mulutnya.
“Kalau ada waktu Jun ajak main ke sini. Nggak papa, kok.” Aidan mengizinkannya karena sedikit sekali teman yang pernah berkunjung ke rumah Maria. Perasaan Maria pasti sedih sekali.
“Siap, Pa! Pasti itu.”
Selesai makan bersama dengan keluarga, Maria menjalankan kewajibannya sebagai pelajar yaitu belajar. Tentu saja setiap orang kadang kala merasa malas melakukan sesuatu, tetapi kita harus melakukannya. Setiap Maria merasa malas, dia selalu melihat foto-foto idola Koreanya. Dengan cara itu Maria bisa termotivasi dan bersemangat kembali.
“Idol gue aja multitalenta, bisa ngelakuin apa aja. Yakali gue malas-malasan mulu, kalau gue malas mana bisa ketemu sama idola gue? Pokoknya gue harus sukses secepat mungkin!” Itulah kalimat motivasi dari dirinya sendiri yang selalu terngiang-ngiang di kepalanya.
Maria selalu mengatur waktu belajarnya, dia menghabiskan waktu kurang lebih 3 jam ketika belajar di malam hari. Untuk melepaskan penat, Maria memutuskan untuk menonton drama Korea yang berjudul ‘The King-Eternal Monarch’ drama tersebut dibintangi oleh Lee Min Ho dan Kim Go Eun. Mereka adalah aktor dan aktris favorit Maria, menonton drakor adalah rutinitasnya.
Tepat pertengahan drama berjalan, tiba-tiba perut Maria keroncongan. Dia merasa kurang lengkap jika menonton drakor tanpa adanya camilan di sampingnya. Mamanya juga belum menyetok camilan di rumah, menyebalkan sekali. Dia ingin memesan go-food tetapi, uang tabungannya menipis, sehingga mau tidak mau pergi ke minimarket sendiri.
Dia hanya memakai baby doll keluar rumah, karena cuaca di luar sedikit dingin dia memutuskan untuk mengenakan jaket. Dengan cepat dia menuruni anak tangga.
Hari sudah mulai larut malam. Ternyata, di ruang tamu orangtuanya sedang duduk berdua sambil menonton film India bersama. Tentu saja ketika turun dari kamar, orangtua Maria mengerti.
“Maria, udah selesai belajarnya?” tanya Maya.
“Udah, Ma. Biar nggak stress aku lagi nonton drama Korea,” jawab Maria terus terang.
“Okey.” Maya mengangguk.
“Eh, tapi mau ke mana kok pakai jaket?” tanya Aidan menyadari apa yang dikenakan anak perempuan satu-satunya itu.
“Beli camilan di minimarket. Mama belum nyetok, sih,” rengek Maria.
“Oh, ya udah sana hati-hati. Jangan malam-malam pulangnya,” ucap Aidan.
“Yailah, Pa ... cuma beli camilan.” Maria menggelengkan kepalanya. Papanya memang protektif terhadapnya.
“Iya tetap aja, Nak. Ya udah sana keburu malam,” kata Aidan.
Maria mendekati kedua orangtuanya, berpamitan sambil mencium punggung tangan mereka berdua.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.” Mereka menjawab salam Maria secara bersamaan.
Penuh semangat, Maria menuju garasi rumahnya untuk mengambil snowy kesayangannya. Keluar dari pagar, dia segera menyalakan mesinnya lalu melaju dengan cepat. Perutnya sudah berteriak, meminta Maria segera memberinya makanan.
Camilan-camilan berjajar tertata rapi, membuat Maria bingung memilih apa yang akan dia beli. Daripada berlama-lama di minimarket, dia langsung asal mengambil saja. Tiba-tiba, ketika dia asyik memilih tidak sengaja menabrak seseorang.
“Eh sorry banget, ya.” Maria menundukkan kepalanya. Pertanda mengucapkan maaf.
“Hei,” ujar orang itu. Maria merasa aneh, kenapa dirinya meminta maaf orang itu malah menyapa hei?
Otomatis Maria mendongakkan kepalanya, penasaran dengan wajah orang ini. Barangkali Maria mengenalinya. Setelah melihat orang itu Maria terkejut, ternyata oh ternyata.
Laki-laki itu tersenyum menatap Maria sambil melambaikan tangannya.
“Annyeong!”
“Jun? Lo di sini?” Mata Maria terbelalak. Dia tidak menyangka akan bertemu Jun di minimarket dekat rumahnya.
“Iya.” Jun menganggukkan kepalanya.
“Habis ini ngobrol yuk di luar?” sambungnya, dia ingin mengobrol dengan Maria.
“Okey, ke kasir dulu dong!” ajak Maria.
“Haha ... siap,” jawab Jun.
Sebelum mengobrol, mereka ke kasir terlebih dahulu untuk membayar belanjaan mereka masing-masing
Mereka duduk di kursi yang sudah tersedia di minimarket tersebut, berbincang sambil mengambil salah satu belanjaan dari mereka.
“Rumah lo di mana Jun?” tanya Maria penasaran.
“Dekat sini, kok,” jawab Jun sambil mengunyah makanannya.
“Oh ya? Rumah gue juga dekat sini. Kapan-kapan mampir ayo,” ucap Maria penuh semangat. Dia senang, ternyata rumahnya dekat dengan teman satu bangkunya.
“Iya pasti. Lo juga mampir ke rumah gue,” ujar Jun tidak mau kalah.
“Btw, lo pas pulang gue temenin, ya? Cewek keluar malam sendirian rawan,” sambung Jun. Dia khawatir terjadi sesuatu pada Maria.
“Ya ampun Jun. Ngerepotin,” ucap Maria merasa tidak enak.
“Santai aja kali,” jawab Jun.