Sekarang, rambut lebat, berkulit putih dan glowing, langsing, tirus, dianggap kriteria kecantikan wanita oleh semua orang. Padahal Tuhan menciptakan manusia dengan indahnya secara berbeda-beda, karena manusia tentu saja semua tidak sama. Tuhan memberikan porsinya masing-masing.
Maria Oktaviana, perempuan yang baru saja menduduki bangku SMK. Usia lima belas tahun, Maria memiliki darah campuran, mamanya berdarah Belanda dan papanya Indonesia. Pada umumnya seperti yang kalian ketahui pertumbuhan remaja yang memiliki keturunan bule?
Berkembang lebih cepat sehingga terkadang porsi tubuhnya tidak sesuai dengan remaja Indonesia pada umumnya.
Maria menyukai dunia K-Pop dia mengikuti perkembangan musik dan juga drama pastinya. Bisa dibilang Maria dapat disebut K-Popers atau fangirl.
Seperti K-Popers yang lainnya, Maria juga sama. Membuang-buang waktu untuk memuja idolanya. Tetapi, mau bagaimana lagi? Itu adalah sumber kesenangan bagi fangirl tentunya.
Setiap ada yang menegur kegiatan fangirl-nya yang indah, Maria selalu meresponsnya seperti,“Memang apa salahnya? Biarin aja kali masih muda juga.”
Saking cintanya dengan dunia K-Pop, Maria memiliki cita-cita menjadi Idol Korea motivasinya agar dia bisa menemui biasnya. Kedengarannya konyol memang, tetapi apa salahnya bermimpi? Lagipula Maria memiliki kemampuan dance yang hebat dan juga suara yang merdu. Namun, dia tidak percaya diri dengan kemampuan visual yang dimilikinya.
Terlalu tinggi, wajah boros, make up tidak sesuai umur, itu pasti akan terlontar dari mulut orang-orang. Kapan Maria bisa meraih mimpinya? Apakah bisa dia meraih mimpinya?
********
Maria lebih memilih SMK karena dia ingin merasakan bagaimana rasanya kerja di lapangan. Dia menyukai beberapa bidang seni, sehingga dia memilih untuk masuk ke jurusan broadcasting. Dia suka dengan hal-hal yang berbau dengan kamera, dengan mengambil jurusan ini dia juga bisa belajar untuk mengedit video dance cover-nya kelak.
Maria ahli untuk memanfaatkan kesempatan. Maria bukan seperti perempuan pada umumnya, yang terkadang aktif dan centil, manja dengan teman laki-lakinya. Tidak, dia tidak seperti itu, dia adalah tipikal orang yang pendiam, tapi tidak juga selalu diam.
Hanya saja dia berbicara jika ada sesuatu hal yang penting, mungkin itu yang membuat dia susah bersosialisasi dan mendapatkan teman.
Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, dia sudah semangat dan siap untuk pergi ke sekolah lebih awal. Dia segera menyeruput susu yang dibuatkan oleh mamanya.
“Nak, kamu nggak makan dulu?” tanya mamanya--Maya ketika melihat Maria terburu-buru. Padahal ini masih pagi sekali.
“Di sekolah aja, Ma,” jawabnya.
“Kamu rajin banget ke sekolah,” ujar Maya.
“Iya, Ma, menggapai cita-cita sampai ke Korea. Biar bisa ketemu idola Maria,” ucap Maria lalu meletakkan gelasnya di atas meja makan. Sebelum pergi dia mencium punggung tangan Maya terlebih dahulu.
“Korea terus. Ya udah hati-hati,” sambungnya.
“Iya. Assalamualaikum, Ma,” pamit Maria.
“Waalaikumsalam.”
Maria segera menuju garasi rumahnya, mengambil vespa kesayangannya untuk pergi ke sekolah. Vespa berwarna putih, hadiah yang diberikan papanya ketika dia berulang tahun ke 14 tahun. Maria jika sudah menyayangi sesuatu pasti melakukan hal yang konyol, vespanya saja dia beri nama. Nama vespa itu adalah Snowy, terinspirasi bahasa inggris dari salju.
Sampai di sekolah tepat pukul 7 pagi, pas sekali. Setelah memakirkan snowy dia segera menuju kelas sesuai dengan peta yang di-share oleh gurunya di grup WhatsApp. Tentu ini hal mendebarkan bagi Maria, bertemu dengan orang-orang baru yang memiliki sifat beraneka ragam. Sangat sulit Maria untuk beradaptasi, tapi mau bagaimana lagi. Ini harus tetap dilakukan.
Ketika memasuki kelas, semua bangku sudah dia tempati. Maria bingung harus duduk di mana dan dengan siapa, tapi, saat Maria bengong ada laki-laki dari kelasnya memberi kode Maria untuk duduk di sebelahnya.
“Kok baik banget?” gumam Maria. Daripada tidak mempunyai teman, Maria memutuskan untuk duduk di samping laki-laki itu.
“Hai gue Jun.” Laki-laki bernama Jun itu mengulurkan tangannya ketika Maria sudah duduk di sampingnya.
“Maria.” Maria menjabat tangannya lalu melepaskannya. Menyiapkan buku karena jam pelajaran sebentar lagi akan dimulai.
Maria paling tidak bisa untuk memulai pembicaraan lebih awal dengan orang baru, dan Maria berpikir pasti Jun juga takut untuk mengajaknya bicara. Tidak sengaja, saat Jun meletakkan buku tulisnya di atas meja. Maria melihat nama panjang Jun.
“Lee Seo Jun? Dia orang Korea?” batin Maria.
“Jun,” panggil Maria.
“Ah, iya?” Jun menoleh ke arah Maria.
“Lo orang Korea, ya?” tanya Maria.
“Haha ... lo lihat nama gue ternyata. Iya, tapi gue blasteran nggak murni,” jawab Jun seraya tersenyum. Melihat senyum manis milik Jun, Maria teringat bias yang sangat dia idolakan yaitu Jeno NCT. Senyum Jun memiliki kemiripan dengan Jeno NCT, membuat Maria meleleh melihatnya.
“Pantesan kelihatan banget lo kayak oppa Korea,” ucap Maria.
“Lo suka, ya sama Korea? Gue lihat-lihat barang-barang lo berbau K-Pop semua,” kekeh Jun.
“Iya banget. Dan cita-cita gue pengen debut ke Korea.” Maria mulai terbiasa untuk bercerita kepada Jun.
“Oh, ya? Gue juga. Lulus SMK atau mungkin secepatnya, gue pengen coba audisi,” ujar Jun penuh semangat.
Ternyata cita-cita yang dimiliki Jun sama dengan Maria, kebetulan sekali Maria cepat menemukan teman yang satu frekuensi dengannya.
“Kita coba sama-sama yuk?” ajak Maria.
“Boleh.” Jun mengangguk setuju.
Pembicaraan mereka berhenti, karena terdapat guru yang sudah masuk kelas. Jam pelajaran sudah dimulai, sehingga semua yang berada di kelas fokus terhadap materi yang diberikan.
*********
Maria menghela napas, di hari pertamanya bersekolah sangat membosankan. Teman baru perempuan yang ada di kelasnya tidak ada yang mau mengajaknya bicara. Aneh sekali, pandangan mereka terhadap Maria juga sangat ketus. Maria jadi bingung, apa ada kesalahan yang dia perbuat. Maria sekarang duduk sendiri di gazebo yang letaknya lumayan dekat dengan kelas.
“Hey.” Ada seseorang yang mengageti Maria dari belakang.
“Eh,” Maria menoleh, “Oh, hai Jun!”
“Ngapain di sini sendiri? Nggak ke kantin?” tanya Jun saat dia sudah duduk di samping Maria.
“Ya duduk aja, malas ke kantin. Lo sendiri ngapain di sini?” Maria balik bertanya kepada Jun.
“Gue nggak bisa enjoy sama teman-teman,” jawabnya to the point.
Ternyata Jun merasakan yang dirasakan oleh Maria.
“Kenapa?”
“Mungkin mereka nggak suka, temenan sama orang yang bentuknya aneh kayak gue. Gue, kan pucat banget,” ujar Jun menerka-nerka.
“Lo sama kayak gue Jun,” ucap Maria.
“Lo juga susah bergaul?” Jun mengangkat satu alisnya.
“Iya. Gara-gara wajah gue lebih boros kali, ya? Jadi mereka lihatnya enek gitu?” Maria tertawa tipis.
“Oh ya, lo juga punya darah blasteran, ya?” tanya Jun.
“Iya, mama gue orang Belanda. Papa gue Indonesia,” jawab Maria sambil tersenyum simpul.
“Pantesan bule banget.” Jun menganggukkan kepalanya.
“Ha-ha! Bisa aja lo,” ujar Maria.
Jun mengeluarkan sesuatu dari tas kecil yang dibawanya ke mana-mana. Dia mengeluarkan dua susu pisang favoritnya.
“Ini minum.” Jun mengulurkan satu susu pisang ke arah Maria.
“Ah? Nggak usah ngerepotin Jun,” ucap Maria merasa tidak enak.
“Enggak apa, ayo minum!” Jun tetap memaksa.
“Thank you, Jun.” Maria menerima susu pisang pemberian Jun dengan menunjukkan senyumannya.
“Iya sama-sama.” Jun menusuk tutup botol dengan sedotan mungil lalu menyeruputnya. Maria juga demikian. Sehingga waktu istirahat mereka habiskan untuk berbincang-bincang di gazebo.