Read More >>"> Nyanyian Burung di Ufuk Senja (15. Menanti Jawaban) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Nyanyian Burung di Ufuk Senja
MENU
About Us  

Kupandangi lekat-lekat sosok yang diabadikan oleh kamera. Meskipun sebagian besar foto-foto Bram di Instagram telah dihapus, tapi masih ada beberapa foto yang ditandai oleh akun lain. Kebanyakan poto Bram ketika aktif di LDK. Aku masih tak percaya bahwa Bram masih konsisten dalam hal mencintaiku. Perasaannya tak goyah meski mendapatkan penolakan berkali-kali. Dia benar-benar mendengarkan nasihat Kak Salsa dan Bang Aldi tentang bagaimana melamarku dengan cara yang baik.

Seharusnya Bram yang berhak mendapatkan hatiku. Apalagi perjuangannya dari sejak SMA sampai aku lulus kuliah hanya untuk perasaannya terbalaskan. Tidak seperti Bagas yang sampai saat ini perasaanya masih menjadi teka-teki. Tak ada kabar terbaru mengenainya. Hanya saja dia makin rajin mengunggah foto beserta kutipa puisi di Instagram. Semuanya berisikan roman picisan, tertuju kepada perempuan. Puisinya dipenuhi oleh komentar para wanita yang tergila-gila dengannya. Dia sendiri tidak pernah secara tegas menolak semua wanita yang tertarik kepadanya. Bagaimana aku bisa percaya bahwa dia menaruh perasaan yang sama kepadaku?

Besok keluarga Bram akan datang, Kak Salsa sudah memberi kabar kepada Ayah dan Ibu. Besok Ibu akan terbang dari Surabaya, kebetulan sedang ada dinas di luar kota. Mungkin aku belum pernah bercerita bahwa ibuku seorang pengacara dan ayahku seorang direktur perusahaan ternama di kota ini yang tak perlu kusebutkan nama perusahaannya. Memang aku terlahir dari keluarga yang mempunyai materi lebih. Namun semenjak kuliah, aku terbiasa dengan kehidupan sederhana bersama Kak Salsa dan Bang Aldi. 

Aku pun masuk universitas lewat jalur beasiswa. Ayah masih rutin memberiku uang saku, tetapi Ibu jarang. Uang Ibu habis untuk pernikahan dan perceraiannya yang entah sudah keberapa kalinya.

Jujur, aku masih takut untuk menikah. Apalagi aku tidak punya perasaan kepada Bram. Ayah dan Ibu yang sudah berpacaran semenjak SMA saja bisa bercerai. Padahal dari segi materi, ayah tidak kekurangan. 

Namun Kak Salsa pernah berkata, "Nggak ada jaminan orang yang sudah berpacaran lama akan harmonis kehidupan pernikahannya, Ma. Sebaliknya juga, tidak menjamin bagi orang yang menikah dengan orang yang baru dikenal saat lamaran akan tersa hambar kehidupan pernikahannya. Kita cuma tahu kalau pacaran itu adalah perbuatan yang nggak diridai Allah."

Sepertinya aku akan mencoba membuka hati kepada Bram, meski ada sedikit keraguan di hati. Ada yang masih meragukanku tentang Bram. Dia masih harus menyelesaikan kuliah dan belum mempunyai pekerjaan tetap. Otomatis kami akan hidup dengan orangtuanya sementara, setidaknya sampai dia mendapatkan pekerjaan. 

Menurut cerita dari Bram, ayah dan ibunya pun jarang terlihat di rumah. Ibunya setiap hari keluar rumah bersama ibu-ibu konglomerat lainnya, sedangkan ayahnya jarang pulang ke rumah mereka di Bandung. Aku mengira Bram tinggal di apartemen bersama ayahnya di Jakarta selama kuliah. Ternyata mereka tidak tinggal bersama. 

Kalau boleh jujur, aku lebih suka dengan keluarga sederhana seperti Kak Salsa dan Bang Aldi. Mereka selalu perhatian satu sama lain, peduli dengan sesama tetangga. Kira-kira seperti itulah keraguanku, karena kenyataannya aku dan Bram selama ini berbeda dunia. Meskipun Bram sudah berubah, tetapi dia tetap menjadi anak orangtuanya yang manja dan tidak bisa mandiri. Dia hanya mengurangi foya-foya, aktif di LDK, dan lebih sering masuk kuliah. 

Aku terus berdoa kepada Allah, semoga besok aku semakin memantapkan jawabanku ketika keluarga Bram datang. Aku tahu bahwa Allah akan memberikan jawaban terbaik bagiku dan Bram.

***

"Kamu udah salat istikharah? Banyak-banyak berdzikir supaya mantap jawabannya," pesan Kak Salsa.

"Alhamdulillah seminggu ini aku salat istikharah kak. Bismillah aku udah punya jawabannya nanti," jawabku dan tersenyum.

Tak lama kemudian terdengar suara klakson dari depan rumah. Ternyata Ayah. Dia memelukku sangat erat. Selama ini kami tak pernah bertemu. Hanya sesekali berbicara lewat telepon menanyakan kabar dan mengabari soal transfer uang saku. Di belakang Ayah, terlihat taksi datang dan ibu turun sambil menyeret koper miliknya. 

"Putri," sapa Ayah.

Ibu hanya mengangguk, tapi wajahnya tidak menatap Ayah sama sekali.

Setelah menunggu setengah jam, Bang Aldi menerima kabar bahwa keluarga Bram sudah di depan pagar. Mobil Bram dan keluarganya diparkir di depan rumah, karena sudah ada mobil Ayah menempati parkiran rumah. Terlihat Bram turun dari mobil memakai kemeja batik sembari membawa keranjang berisi buah-buahan. Tak lama kemudian, ibunya beserta adik perempuannya turun membawa hadiah lainnya. Kak Salsa mempersilakan masuk. Keluargaku sudah duduk di ruang tamu dan berdiri untuk menyalami keluarga Bram. Ibunya Bram mengatakan bahwa ayahnya sedang menerima telepon di luar dari rekan kerjanya.

Sambil menunggu ayahnya Bram, Kak Salsa dan aku menyiapkan minuman dan makanan. Saat aku menyajikan minuman di atas meja, seorang perempuan yang sepertinya adiknya Bram tidak berhenti tersenyum ke arahku. Terdengar suaranya berbisik ke telinga ibunya, "Calonnya Abang cantik ya, Ma." 

"Sambil menunggu Papa, saya langsung saja mengutarakan maksud kedatangan kami sekeluarga di sini. Pastinya Ayah, Ibu, Kak Salsa, Bang Aldi, dan terutama Salma, sudah tahu bahwa hari ini saya berniat melamar Salma," ungkap Bram.

Aku hanya menunduk dan tersenyum mendengar Bram mengatakan hal itu. Aku baru menyadari bahwa menikah itu tidak membutuhkan cinta yang menggebu-gebu. Justru keromantisan itu terlahir dari orang yang berani melamar, bukan dari puisi-puisi atau rayuan yang tak jelas ke mana arahnya.

"Bagaimana, Salma, apakah sudah ada jawabannya?" tanya Bang Aldi.

Perantara lamaran ini diwakili oleh Bang Aldi. Ayah dan Ibu sudah sepakat akan hal ini. Baru saja aku ingin menjawab, tiba-tiba ayahnya Bram masuk dan meminta maaf baru bergabung. 

Baru saja aku ingin membuka mulut, tiba-tiba Ibu bangkit dari sofa dan pergi ke dalam. Aku mendengar suara pintu ditutup dengan keras.

Aku kembali terkejut saat ayahnya Bram mengatakan, "Jika hari ini tidak bisa menjawab, bisa ditunda jawabannya. Kami tidak bisa lama-lama karena ada urusan."

Ayahnya langsung menarik Bram keluar. Ibunya terlihat gelagapan dan langsung berpamitan kepada kami. Ibunya dan adik Bram memberikan hadiah-hadiah yang mereka bawa kepadaku sebelum pergi. Aku tak mengerti kenapa ayahnya tiba-tiba bersikap seperti itu? Apa ini ada hubungannya dengan Ibu? Mereka saling kenal? Ketika aku menoleh ke arah Ayah, wajahnya memerah. Kedua telapak tangannya mengepal sampai urat-uratnya terlihat jelas.

Setelah keluarga Bram pergi, Ayah menyuruh kami berkumpul di ruang tengah. Ibu masih mengurung diri di dalam kamarku. Terlihat keseriusan dari raut wajah Ayah.

"Jadi begini, Ayah minta kamu tolak lamaran Bram." 

"Memangnya ada apa sebenarnya, Yah?" tanya Kak Salsa.

Ayah menghela napas dan terdiam sejenak, lalu berkata, "Ayahnya Bram yang menyebabkan Ayah dan Ibu bercerai. Jadi Ibu pernah menjalin hubungan dengannya, istrinya pun tidak mengetahuinya. Selama ini Ayah tidak pernah cerita kepada kalian. Maafkan Ayah."

Tidak ada yang menyahut kembali. Aku sendiri masih mencerna kata-kata Ayah barusan. 

"Ta—tapi Ibu kan kenal sama Bram dari Salma SMA." Akhirnya aku bersuara kembali. 

"Memangnya Bram pernah mengenalkan Ibu ke orangtuanya?"

Aku menggeleng. "Salma pernah diajak Bram berkenalan dengan ibunya aja. Tapi Ibu kan tahu Bram anak pejabat sekaligus pengusaha. Apa Ibu nggak pernah wawancara Bram?"

"Kalau itu, Ayah nggak tahu. Kita kan sudah bercerai. Lagi pula kejadian itu terjadi sewaktu mereka di Jakarta."

"Ibu nggak pernah menanyakan nama orangtua Bram." Ternyata Ibu sudah keluar dari kamar. Wajahnya seputih kapas.

Aku lupa. Ibu hanya memikirkan kekayaan Bram. Tidak peduli latar belakang keluarganya. Tidak peduli jika harta hasil korupsi atau tidak. Duit dan duit segalanya. 

Lantas Ibu memelukku sambil terisak. Ironis sekali. Di saat aku sudah membuka hati untuk Bram, pria yang diidam-idamkan Ibu, Ibu sendiri yang menghancurkan semuanya.

***

Sebulan berlalu semenjak kedatangan Bram ke rumah. Aku sudah menjawab lamaran Bram sejak lama. Pasti kalian sudah bisa menebak jawabannya. Ya, aku menolak lamarannya. Kak Salsa sangat khawatir, karena jika perselingkuhan ayahnya Bram terbongkar akan berujung pada perceraian kedua orangtuanya. Kak Salsa tidak mau traumaku terhadap perceraian terulang lagi.

Bram menghilang bak ditelan bumi. Pesanku tidak dibalas. Instagram miliknya tidak aktif. Saat aku mengurus ijazah di kampus, aku tidak pernah melihat batang hidungnya. Padahal seharusnya dia masih berkuliah.

Lalu hubunganku dengan Ibu? Dibilang membaik juga tidak. Meskipun Ibu meminta maaf berkali-kali, nasi telah menjadi bubur. Namun aku tetap mengangkat telepon dari Ibu dan membalas pesannya. Terlihat sekali jika Ibu merasa sangat bersalah. Aku tidak mengabaikannya, tapi bukan berarti hubungan kami menjadi hangat kembali.

Aku memutuskan untuk mendaftar beasiswa S2 ke luar negeri. Pokoknya selama itu bisa menghilangkan pikiranku dari Bram, akan kulakukan. Baru saja kemarin aku mengikuti tes seleksi berbasis komputer, sekarang tinggal menunggu pengumuman kelulusan untuk ke tahap selanjutnya. 

Selamat tinggal, Bram. Dengan ini, aku takut sekali untuk jatuh cinta. Apalagi memikirkan untuk menikah.

***

Aku melangkahkan kaki menuju gedung walikota Jakarta Barat. Hari ini aku menghadiri pernikahan Karin dengan Kak Bastian. Aku senang akhirnya mereka bisa bersatu. Aku tidak bisa menghadiri akadnya kemarin, karena harus tes interview beasiswa. Semoga ada kabar baik lagi, karena ini tes tahap terakhir. 

Karin langsung memelukku saat aku menghampirinya di panggung pengantin. Dia menangis. 

"Hei, makeup-nya luntur lho! Nanti Kak Bastian ngelihat wajah lo horor gara-gara mascara-nya ke mana-mana." Aku tertawa dan mengeluarkan tisu dari tasku untuk Karin.

"Maapin gue nggak bisa nemenin lo di saat-saat sedih."

"Gue ngerti kok. Lo kan sibuk nyiapin untuk hari ini."

"Pokoknya lo harus nginep di rumah! Harus cerita banyak ke gue!"

Kak Bastian merangkul Karin. "Setelah bulan madu ya."

Aku mencibir, lalu tertawa. Setelah bersalaman, aku turun dari panggung dan mengambil makanan. Ketika itu terlihat teman-teman kampus angkatanku ingin mengambil makanan. Salah satunya adalah Bagas. Aku pura-pura sibuk menyendokkan semur daging ke piringku. Aku mencari tempat duduk yang tersedia di pinggiran ruangan, ternyata ada sisa dua kursi di pojokan. 

Saat aku ingin menaruh minuman di kursi samping, ada seseorang meminta izin untuk duduk di situ. Aku sangat hafal suaranya, suara yang dulu menggetarkan hatiku. Bagas tersenyum dan duduk di sampingku. Aku hanya terdiam dan melahap hidangan tanpa mengucapkan sepatah kata kepadanya. 

"Lama ya nggak bertemu, kamu sibuk apa?" tanyanya.

"Aku lagi ikut tes beasiswa S2," jawabku.

"Oh ya? Rencana mau mendaftar ke mana?" tanyanya lagi.

"Ada dua kampus tujuan sih. Di King's College dan Manchester University."

"Wah, akhirnya cita-cita kamu ke benua biru terwujud. Oh ya, cerpenku akhirnya diterbitkan di kompas yang judulnya Perempuan Sendu. Aku juga lagi menggarap novel, doakan ya semoga bisa tembus ke penerbit."

"Selamat ya, semoga novelnya juga bisa terbit."

Begitulah percakapan kami. Hanya sebentar saja, isinya hanya sekadar basa-basi. Aku berusaha tidak larut dalam perasaan yang dulu. Setelah menyantap hidangan, aku berpamitan dengan Karin. Sebenarnya Karin menahanku. 

"Kak Hendra katanya lagi di jalan. Mending lo jangan pulang dulu. Dia katanya kangen sama lo."

Aku tertawa. "Gue masih mau ngeberesin buat tes beasiswa, Kar. Next time deh kita reuni bareng."

Dasar kamu pembohong, Salma! Padahal tes beasiswanya sudah selesai. Aku hanya ingin berbaring di atas kasur dan menghindari keramaian. Aku takut ada yang mengetahui kabar Bram melamarku. Aku tidak bisa menjawabnya. Hatiku masih kacau.

Aku berjalan keluar gedung dan memesan ojek menuju stasiun. Aku yakin Bagas tadi mencariku setelah aku meninggalkannya yang masih menyantap hidangan. Soalnya aku sempat melihatnya saat aku berpamitan dengan Karin. Namun aku berusaha menutupi keberadaanku dengan berjalan di balik pot-pot besar. Aku tak mau hanya menunggu harapan kosong jika bersamanya. Sudah saatnya kusudahi drama percintaan ini. Jika dia serius, seharusnya dia melamarku, bukan diam saja dan membiarkanku dipinang oleh lelaki lain. 

"Salsabila! Tunggu!" teriak Bagas.

Aku menghela nafas, lalu menengok ke arahnya. 

"Kamu mau langsung pulang?"

Aku mengangguk. 

"Sebentar." Lalu dia menelepon seseorang. "Zra, cepetan keluar. Jangan lupa ajak Gilang sama Maya."

"Memangnya kenapa?" tanyaku lagi.

"Aku sama teman-teman mau ngajak kamu jalan-jalan ke toko buku. Kamu nggak sibuk" kan?" Dia tersenyum.

"Nggak sih, tapi—"

"Stop, gadis manis. Aku tahu kamu lagi sedih, makanya kita mau ajak jalan-jalan sebelum kamu pergi ke Inggris."

Mereka datang menghampiri kami. Ezra mengajak kami masuk ke dalam mobilnya. Kami berkeliling menuju toko buku. Ada yang mencari buku non fiksi, ada juga yang mencari novel. Jujur aku merasa baikan. Apalagi Bagas sangat manis kepadaku. Usai dari toko buku, kami berlima mampir ke café. Kami sangat asyik mengobrol, mulai dari membicarakan tentang melamar kerja sampai rencana S2.

"Bye, Salma! Jangan lupain kita ya kalau nanti keterima di Manchester!" teriak Maya dari jendela mobil. 

Ezra mengantar kami semua sampai rumah masing-masing. Bagas ikut turun dari mobil setelahku. Lainnya menunggu di mobil.

"Ini buat kamu. Semoga nanti bisa menjadi teman saat kamu merasa sendirian di sana," ujarnya sembari menyodorkan sebuah novel yang sepertinya baru dibelinya barusan.

"Terimakasih, Gas. Maaf kalau aku nggak pernah ngasih apa-apa ke kamu."

"Senyumanmu sudah lebih dari cukup. Oh iya, kalau nanti kamu sudah diterima di Inggris, kabari aku ya. Aku akan pergi ke bandara."

Aku tersipu dan mengangguk. Dia berpamitan dan masuk ke mobil. 

***

Sudah ada panggilan berkali-kali untuk keberangkatan ke Manchester. Aku masih saja mematung, menunggu seseorang. 

"Salma, nanti kamu telat check in lho. Kamu nunggu siapa sih?" tanya Kak Salsa.

"Bukan siapa-siapa. Ya udah aku pamit ya, Kak, Bang, Ayah, Ibu." 

Usai berpamitan, aku menyeret koper milikku berjalan menuju antrian. Novel pemberian Bagas masih kupegang erat bersama paspor dan tiket. Sepertinya Bagas memang tak pernah serius. 

Saat di ruangan tunggu sebelum memasuki pesawat, aku membuka ponsel. Aku memotret suasana bandara dan mengunggahnya di Instagram. Lalu aku menuliskan puisi pada kutipannya. 

 

Panasnya gurun pasir.

Membuat hati berdesir.

Fatamorgana air mengalir.

Melebur bersama pandangan yang berair.

Hari kian bergulir.

Rahasia tidak mengungkap tabir. 

Seiring dengan pesanmu yang sumir.

 

Saat transit, kebetulan aku mendapatkan wifi. Aku mencoba membuka Instagram untuk menghilangkan kejenuhan. Aku sangat terkejut melihat foto dan puisi yang diunggah Bagas saat aku menggulir beranda Instagram.

 

Kau itu senja.

Selalu mewarnai di kala sendu.

Tapi hanya sebentar.

Lalu aku harus menunggu dan menunggu.

Kutatap setiap detik jam dinding.

Demi menantimu kembali.

 

Sepertinya Bagas memang tidak pernah serius dengan perkataannya. Janji dan rayuan manis mudah sekali keluar dari mulutnya. Tak ada penjelasan apa pun setelahnya. Andai saja dia mengirimkan sebuah pesan tentang alasan ketidakhadirannya. Aku pasti memakluminya. Bukan puisi yang tidak jelas tujuannya. Sudahlah, Bagas hanya masa lalu. Selamat tinggal pria melankolis yang selalu berhasil mencuri hati ini.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Maze Of Madness
3073      1285     1     
Fantasy
Nora tak banyak tahu tentang sihir. Ia hidup dalam ketenangan dan perjalanan normal sebagai seorang gadis dari keluarga bangsawan di kota kecilnya, hingga pada suatu malam ibunya terbunuh oleh kekuatan sihir, begitupun ayahnya bertahun-tahun kemudian. Dan tetap saja, ia masih tidak tahu banyak tentang sihir. Terlalu banyak yang terjadi dalam hidupnya hingga pada saat semua kejadian itu merubah...
Ketos pilihan
378      256     0     
Romance
Pemilihan ketua osis adalah hal yang biasa dan wajar dilakukan setiap satu tahun sekali. Yang tidak wajar adalah ketika Aura berada diantara dua calon ketua osis yang beresiko menghancurkan hatinya karena rahasia dibaliknya. Ini kisah Aura, Alden dan Cena yang mencalonkan ketua osis. Namun, hanya satu pemenangnya. Siapa dia?
Adiksi
4434      1658     2     
Inspirational
Tolong ... Siapa pun, tolong aku ... nafsu ini terlalu besar, tangan ini terlalu gatal untuk mencari, dan mata ini tidak bisa menutup karena ingin melihat. Jika saja aku tidak pernah masuk ke dalam perangkap setan ini, mungkin hidupku akan jauh lebih bahagia. Aku menyesal ... Aku menyesal ... Izinkan aku untuk sembuh. Niatku besar, tetapi mengapa ... mengapa nafsu ini juga sama besarnya!...
The Arcana : Ace of Wands
100      88     1     
Fantasy
Sejak hilang nya Tobiaz, kota West Montero diserang pasukan berzirah perak yang mengerikan. Zack dan Kay terjebak dalam dunia lain bernama Arcana. Terdiri dari empat Kerajaan, Wands, Swords, Pentacles, dan Cups. Zack harus bertahan dari Nefarion, Ksatria Wands yang ingin merebut pedang api dan membunuhnya. Zack dan Kay berhasil kabur, namun harus berhadapan dengan Pascal, pria aneh yang meminta Z...
Mendung (Eccedentesiast)
4015      1370     0     
Romance
Kecewa, terluka adalah hal yang tidak bisa terhindarkan dari kehidupan manusia. Jatuh, terpuruk sampai rasanya tak sanggup lagi untuk bangkit. Perihal kehilangan, kita telah belajar banyak hal. Tentang duka dan tentang takdir yang kuasa. Seiring berjalannya waktu, kita berjalan maju mengikuti arah sang waktu, belajar mencari celah kebahagiaan yang fana. Namun semesta tak pernah memihak k...
Dandelion
3283      1046     0     
Romance
Kuat, Cantik dan Penuh Makna. Tumbuh liar dan bebas. Meskipun sederhana, ia selalu setia di antara ilalang. Seorang pemuda yang kabur dari rumah dan memilih untuk belajar hidup mandiri. Taehyung bertemu dengan Haewon, seorang gadis galak yang menyimpan banyak masalah hidup.
Claudia
3409      1011     1     
Fan Fiction
Claudia Renase Ardhitalko, anak angkat dari pasangan Ciandra Louise Ardhitalko dan Reyno Andika Ardhitalko. Berawal dari Ciandra yang menemukan bayi dari semak-semak lalu ia bawa pulang. Atas persetujuan sang suami, Reyno Ardhitalko bayi tersebut diberi nama Claudia Renase Ardhitalko dan diangkat menjadi anaknya. Claudia tumbuh besar menjadi anak yang cantik dan berprestasi dibidang akade...
Aku Menunggu Kamu
93      83     0     
Romance
sebuah kisah cinta yang terpisahkan oleh jarak dan kabar , walaupun tanpa saling kabar, ceweknya selalu mendo'akan cowoknya dimana pun dia berada, dan akhirnya mereka berjumpa dengan terpisah masing-masing
Archery Lovers
2847      1500     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
KSATRIA DAN PERI BIRU
108      91     0     
Fantasy
Aku masih berlari. Dan masih akan terus berlari untuk meninggalkan tempat ini. Tempat ini bukan duniaku. Mereka menyebutnya Whiteland. Aku berbeda dengan para siswa. Mereka tak mengenal lelah menghadapi rintangan, selalu patuh pada perintah alam semesta. Tapi tidak denganku. Lalu bagaimana bisa aku menghadapi Rick? Seorang ksatria tangguh yang tidak terkalahkan. Seorang pria yang tiba-tiba ...