Loading...
Logo TinLit
Read Story - Teman Hidup
MENU
About Us  

Dhisti dan rekan kerjanya duduk melingkari meja, menghadap sebuah layar yang menampilkan slide-slide  tentang A Latte. Damian berdiri di tengah menjadi pusat perhatian para karyawannya. Slide itu awalnya menggambarkan A Latte dengan ciri khasnya. 

"Panik karena ada saingan baru itu wajar. Tapi kita harus ingat A Latte punya identitasnya sendiri. Ada yang ingat itu apa?"

"Tentu, Pak. Kita bukan sekedar menghadirkan kopi dengan kualitas terbaik. Kita juga lakukan pendekatan emosional. Sapa mereka dari hati dan memberi ruang buat kenyamanan juga," jawab Fino dengan mantap.

Damian mengulas senyum pada lelaki itu sebelum melanjutkan ke slide berikutnya. 

"Kualitas kopi dan snack. Apa yang kita tawarkan juga menjadi poin penting. Tapi semua itu harus diimbangi dengan pelayanan yang maksimal. Benar begitu kan, Dhis?"

Dhisti yang asyik menggores sesuatu di notebooknya seketika terhenyak. Wajahnya menegang seiring tangannya yang menggenggam pensil begitu erat. 

"Hm, iya,Pak. Saya selalu tekankan anggota saya untuk mengikuti prosedur pelayanan," jawab Dhisti.

Damian memandang wanita itu dalam hingga ia menunduk. "Kamu kayak jawab pertanyaan dosen killer.  Tegang banget. Padahal Fino biasa aja."

Dhisti menelan ludahnya melirik Fino yang melambaikan tangan padanya sambil tersenyum. 

"Makannya fokus, Dhisti. Kamu harusnya bersyukur nggak saya keluarin dari meeting."

Dhisti memajukan bibir pada cibiran Damian di tengah rapat. Namun, wanita itu hanya bisa menghela napas menahan rasa kesalnya. Rania mengulum bibir, menahan tawa melihat sahabatnya.

"Ada pertanyaan dulu atau usul?" tanya Damian.

Mereka menggeleng memberikan kesempatan bagi Damian untuk kembali memaparkan ide. 

“Oke. Sampai di sini dulu. Kalian bisa kasih opini atau mau menambahkan,” ujar Damian, meraih kursi di dekatnya. 

"Intinya, kita nggak perlu nyamain mereka. Dengan menekankan layanan dan menu, kita pasti bisa meningkatkan penjualan atau paling nggak mempertahankan pelanggan," lanjut Damian, menatap para karyawannya. 

Mereka berdiskusi dengan teman di sebelahnya sebelum Dhisti mengangkat tangan. Damian mengangguk, memberi kesempatan bagi wanita itu berbicara. Beruntung lelaki itu tidak lagi menyinggung Dhisti.

"Pak, blog yang kita punya juga bisa jadi alat yang ampuh menarik pelanggan. Kita bisa lakukan blog visiting dan menjalin hubungan baik."

Damian berpikir sejenak. "Hm, bisa juga. Tapi itu akan memakan waktu lama. Lebih baik kamu menomorsatukan kualitas tulisan dan content lain, kayak video. Nanti saya jelaskan lebih lanjut."

Dhisti mengangguk dan kembali memusatkan perhatian pada layar di hadapannya. Damian menatap mereka saat Fino memberi usul.

"Kita bisa juga kasih potongan harga untuk beberapa kopi seperti cappucino di hari tertentu, Pak. Tambahan makanan pembuka gratis kayak biskuit juga oke," ujar Fino.

Damian menggerakkan tetikus, mencari data tentang pengeluaran dan pemasukan kafe. Ia memindai data dan mengiakan pendapat Fino. "Bisa. Nanti kamu atur dengan bagian administrasi,” ujar Damian, sebelum memandang Tina yang duduk dekat Bella. 

"Sekalian kamu juga harus kirim pesan buat para pelanggan, Tin. Nanti Dhisti yang buat template kalimatnya. Kita bisa lakukan promosi langsung sama mereka."

Tina mengiakan. "Siap, Pak. Mbak Dhisti, buat yang cakep ya, hehe."

Wanita bermata almond itu mengangkat ibu jarinya dan menulis tugasnya di buku catatan. 

"Oh ya, untuk hari ini, kalian tinggal lanjutkan tugas sampai jam kerja selesai. Besok, kita mulai dengan semangat baru," lanjut Damian lagi.

Mereka mengangguk dengan mantap seiring senyum yang terkembang. Memang belum ada hasil yang terlihat. Namun, dengan ketulusan, para pelanggan setia mereka pasti kembali berdatangan. Mengetahui semua hal sudah tersampaikan, Damian menutup rapat, membiarkan para karyawannya pergi. Saat hanya tersisa Dhisti, Damian teringat Satria. 

"Oh ya, Dhis jangan lupa tugasmu yang lain."

Dhisti menaikkan alis, menatap lelaki di hadapannya. Damian menghembuskan napas. "Satria. Selesai saya jelasin blog, kamu langsung ke rumah Mama. Nanti saya nyusul."

Dhisti mengiakan sebelum pamit, menemui Fino yang berdiri di balik pintu. Wanita bermata almond itu berjengit, hingga lelaki itu tertawa.

"Ih, nguping aja lo. Bukannya balik kerja. Ada apa, sih?"

Fino terkekeh geli dan menatap Dhisti. "Kalau gue curi dengar, romannya Pak Bos udah mulai suka sama lo. Good luck ya, buat kalian."

"Fino, apaan deh," ujar Dhisti mencubit lengan kekar lelaki di dekatnya. Fino mengaduh sambil mengusap lengannya.

"Pak Bos cuma ingatkan soal blog. Nggak ada yang lain."

Fino memicingkan mata. "Yakin? Tapi apa hubungannya sama rumah Mama?"

Dhisti terperanjat mendengarnya. Wanita itu tidak mungkin memberitahu soal Satria.

"Well, lupain Dhis. Gue cuma mau bilang, mengakui perasaan cinta itu nggak salah. Kalau Pak Bos biasa aja sama perasaannya dan nggak membalas, nggak papa. Yang penting jangan sampai lo yang ngejar dia. Tunjukkan kalau lo bisa menarik hatinya."

Dhisti menatap Fino dalam, mencerna perkataan lelaki itu. Dhisti tidak mengerti ke mana hatinya membawa ia melangkah. 

"Gue ngerti. Yang jelas, habis ini kita harus kerja lebih serius. Gue yakin A Latte bisa kembali berjaya."

Fino mengulas senyum lebar sebelum mengepalkan tangan ke udara.

"Yes, jaya, jaya," ujar Fino penuh semangat. Dhisti spontan mengikuti perkataan dan gerakan Fino, membuat suasana jadi lebih ramai. 

Damian yang mendengar keributan itu membuka pintu menemui dua karyawannya, menari tidak jelas di dekat kantornya. Ia berdeham hingga kedua orang itu menoleh.

"Tadi saya suruh kalian ngapain?"

Fino menurunkan tangannya sebelum melirik Dhisti. "Eh, maaf, Pak. Kami lagi pemanasan dulu Pak, hehe."

Dhisti mengiakan sambil menyenggol lengan Fino. Damian menggeleng tak mengerti dengan tingkah dua karyawannya.

"Kalau gitu kami permisi, Pak," ujar Fino merangkul pundak Dhisti. Wanita itu mengangguk dan mengikuti langkah Fino. Damian tertegun melihat Fino yang begitu akrab terkesan melindungi wanita itu. Tangan Fino yang melingkar di pundak Dhisti seperti menjadi tanda kalau mereka bersahabat baik.

Damian menutup matanya seiring jantungnya yang bertalu dua kali lebih cepat. Lelaki itu tidak mengerti pada hatinya yang menuntunnya pada sebuah relung penuh tanya.

**

Dhisti menatap layar komputer di hadapannya yang menampilkan sebuah website dengan warna peach. Di jendela yang lain wanita itu sedang mengedit sebuah video singkat tentang para karyawan A Latte dan job desk nya. Dhisti mengulas senyum melihatnya dan segera ia larut dalam pekerjaannya mengabaikan Damian yang menghampirinya.

"Ada masalah, nggak?"

Dhisti menggeleng sambil menatap wajah Damian. Lelaki itu sepertinya baru mencuci wajah tercium dari aroma sabun yang masculine. Hati Dhisti seketika menghangat hingga muncul senyuman kecil. 

Damian memeriksa gawainya tidak menyadari tatapan Dhisti yang kini makin dalam memindai wajah lelaki itu. Semakin dilihat Dhisti terjatuh dalam relung yang membawanya dalam ketenangan.

"Ngelamun bisa buat kerjaanmu selesai ya, Dhis?"

Wanita itu terperanjat dan mengalihkan pandang pada layar komputer. 

"Cepet kerjakan. Jam 8 kamu harus ke rumah Mama," ujar Damian sebelum berjalan ke pantry. Ia harus memastikan Fino dan rekannya bisa mempersiapkan bahan untuk besok.

Dhisti menggerakkan tetikus dan melanjutkan pekerjaannya. Sesekali ia memainkan pulpen dan memandang ke langit-langit. Biasanya ada ide yang muncul kalau ia sejenak mengalihkan pandangan pada hal lain. Seiring waktu berjalan wanita itu tenggelam dalam tugasnya.

Setelah selesai membuat draft untuk blog dan mengedit video, Dhisti merenggangkan badan. Ia menggosok matanya yang berair dan seketika menguap. Masih ada setengah jam lagi dan Dhisti pikir cukup untuk memejamkan mata.

Damian yang baru kembali dari pantry tertegun saat manik matanya tertuju pada Dhisti. Wanita itu membaringkan setengah tubuhnya di atas meja sementara satu tangannya menjadi bantal. Damian berdecak menghampiri wanita itu. Tangannya bergerak untuk menyentuh pundak Dhisti tapi menariknya lagi. Ia mendesah kesal dan menjawil lengan wanita itu berkali-kali.

Namun, wanita itu bergeming. Napasnya teratur hingga Damian tidak tega memintanya bangun. Lelaki itu memasukkan kedua tangan ke saku memperhatikan wajah Dhisti. Sebagian rambutnya terurai ke kening tapi Damian mengabaikannya.  Tidak ada hal istimewa dari Dhisti yang membuat lelaki itu melambung ke angkasa seperti yang ia temukan pada Laras. Namun, selalu ada desiran hangat yang mengalir di hatinya tiap kali berdekatan dengan wanita itu. Desiran yang menciptakan ketenangan. Damian seperti berdiri di hadapan cermin dan ia siap merangkulnya. Refleks tangan Damian terulur ke arah Dhisti mengelus punggung wanita itu. Segera ketenangan melingkupi hatinya. Namun secepat rasa itu datang, lelaki itu menghalaunya.

"Ah, sial. Kenapa aku jadi mellow begini? Dia karyawanmu, Damian."

**

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Dua Warna
644      443     0     
Romance
Dewangga dan Jingga adalah lelaki kembar identik Namun keduanya hanya dianggap satu Jingga sebagai raga sementara Dewangga hanyalah jiwa yang tersembunyi dibalik raga Apapun yang Jingga lakukan dan katakan maka Dewangga tidak bisa menolak ia bertugas mengikuti adik kembarnya Hingga saat Jingga harus bertunangan Dewanggalah yang menggantikannya Lantas bagaimana nasib sang gadis yang tid...
Ikhlas Berbuah Cinta
847      671     0     
Inspirational
Nadhira As-Syifah, dengan segala kekurangan membuatnya diberlakukan berbeda di keluarganya sendiri, ayah dan ibunya yang tidak pernah ada di pihaknya, sering 'dipaksa' mengalah demi adiknya Mawar Rainy dalam hal apa saja, hal itu membuat Mawar seolah punya jalan pintas untuk merebut semuanya dari Nadhira. Nadhira sudah senantiasa bersabar, positif thinking dan selalu yakin akan ada hikmah dibal...
The Alter Ego of The Ocean
534      372     0     
Short Story
\"She always thought that the world is a big fat unsolved puzzles, little did she knew that he thought its not the world\'s puzzles that is uncrackable. It\'s hers.\" Wolfgang Klein just got his novel adapted for a hyped, anticipated upcoming movie. But, it wasn\'t the hype that made him sweats...
Si Neng: Cahaya Gema
174      151     0     
Romance
Neng ialah seorang perempuan sederhana dengan semua hal yang tidak bisa dibanggakan harus bertemu dengan sosok Gema, teman satu kelasnya yang memiliki kehidupan yang sempurna. Mereka bersama walau dengan segala arah yang berbeda, mampu kah Gema menerima Neng dengan segala kemalangannya ? dan mampu kah Neng membuka hatinya untuk dapat percaya bahwa ia pantas bagi sosok Gema ? ini bukan hanya sede...
DELUSION
6114      1813     0     
Fan Fiction
Tarian jari begitu merdu terdengar ketika suara ketikan menghatarkan sebuah mimpi dan hayalan menjadi satu. Garis mimpi dan kehidupan terhubung dengan baik sehingga seulas senyum terbit di pahatan indah tersebut. Mata yang terpejam kini terbuka dan melihat kearah jendela yang menggambarkan kota yang indah. Badan di tegakannya dan tersenyum pada pramugari yang menyapanya dan menga...
Aku Sakit
5560      1514     30     
Romance
Siapa sangka, Bella Natalia, cewek remaja introvert dan tidak memiliki banyak teman di sekolah mendadak populer setelah mengikuti audisi menyanyi di sekolahnya. Bahkah, seorang Dani Christian, cowok terpopuler di Bernadette tertarik pada Bella. Namun, bagaimana dengan Vanessa, sahabat terbaik Bella yang lebih dulu naksir cowok itu? Bella tidak ingin kehilangan sahabat terbaik, tapi dia sendiri...
I am Home
548      382     5     
Short Story
Akankah cinta sejati menemukan jalan pulangnya?
SIBLINGS
6528      1152     8     
Humor
Grisel dan Zeera adalah dua kakak beradik yang mempunyai kepribadian yang berbeda. Hingga saat Grisel menginjak SMA yang sama dengan Kakaknya. Mereka sepakat untuk berpura-pura tidak kenal satu sama lain. Apa alasan dari keputusan mereka tersebut?
Love Letter: Mission To Get You
465      362     1     
Romance
Sabrina Ayla tahu satu hal pasti dalam hidup: menjadi anak tengah itu tidak mudah. Kakaknya sudah menikah dengan juragan tomat paling tajir di kampung. Adiknya jadi penyanyi lokal yang sering wara-wiri manggung dari hajatan ke hajatan. Dan Sabrina? Dicap pengangguran, calon perawan tua, dan... “beda sendiri.” Padahal diam-diam, Sabrina punya penghasilan dari menulis. Tapi namanya juga tet...
Nina and The Rivanos
10216      2466     12     
Romance
"Apa yang lebih indah dari cinta? Jawabannya cuma satu: persaudaraan." Di tahun kedua SMA-nya, Nina harus mencari kerja untuk membayar biaya sekolah. Ia sempat kesulitan. Tapi kemudian Raka -cowok yang menyukainya sejak masuk SMA- menyarankannya bekerja di Starlit, start-up yang bergerak di bidang penulisan. Mengikuti saran Raka, Nina pun melamar posisi sebagai penulis part-time. ...