Seoul, 2013
Waktu berjalan begitu cepat seperti musim yang tanpa terasa berganti sebanyak empat kali dalam setahun. Seiring dengan waktu yang terus bergulir, perubahan pun terjadi pada setiap orang. Seperti pada sosok perempuan manis yang tengah melangkah menuju lobi sebuah gedung apartemen yang cukup mewah di kawasan Dongdaemun.
Perempuan manis itu membawa satu tas penuh belanjaan sementara sebelah tangannya memegang ponselnya. Sejak melangkah memasuki lobi, perempuan itu terlihat sibuk dengan ponselnya, bahkan saat menunggu lift pun, ia masih sibuk dengan percakapan di ponselnya.
Perempuan manis itu adalah Kim Hyori. Kim Hyori bukan lagi seorang remaja yang sibuk merancang masa depannya. Kim Hyori bukan lagi gadis berusia tujuh belas tahun yang sibuk berpacaran dan bertukar kabar melalui telepon atau chatting. Waktu telah mengubah Kim Hyori menjadi sosok mahasiswi cantik tingkat akhir dari Universitas Sunkyukwan, dari Departemen bisnis jurusan keuangan. Tak ada lagi sosok gadis tomboi dalam diri Kim Hyori yang sekarang, gadis itu sepenuhnya telah bertransformasi menjadi seorang mahasiswi cantik.
Begitu monitor lift menunjukkan lantai yang ditujunya, segera saja Hyori melangkah keluar dari lift. Sambil berjalan, perempuan manis itu masih sibuk berbicara dengan ibunya yang masih terus mengomeli dirinya tentang masa depan karir yang akan diambilnya.
“Astaga Ibu! Kau sudah mengatakan hal itu sebanyak ribuan kali,” geram Hyori sambil memutar bola matanya dengan malas. Kaki jenjangnya yang terbalut celana selutut terus melangkah sepanjang koridor lantai dua belas di private cozy Dongdaemun.
Balasan geram dari Hyori di balas dengan kalimat paling menohok yang pernah ia dengar dari sang ibu. Deretan kalimat menohok sang ibu yang sukses membuat Kim Hyori memilih bungkam bahkan menghentikan langkahnya sejenak. Bahkan Kim Hyori sampai harus menghela napas panjang mendengar rentetan kalimat balasan ibunya. Sungguh, Hyori tak mengerti kenapa ibunya menjadi begitu menyebalkan.
Hubungan Kim Hyori dan ibunya sedikit menegang sejak tahun pertama gadis itu berkuliah. Orangtua Hyori bercerai tak lama setelah Hyori lulus dari sekolah menengah. Setelah perceraian itu, Ibu Hyori—Katrina Sawajiri, kembali menetap di negeri matahari terbit dengan membawa kakak Hyori—Hyuna.
“Baik, maafkan aku Ibu.” balas Hyori yang kembali hanya bisa menggumamkan permohonan maaf pada sang ibu. Hyori sedang tak ingin berdebat panjang dengan sang ibu. Tugas akhir dari kampusnya sangat menyita pikirannya, membuat Hyori lebih cepat lelah.
Setelah melalui beberapa menit dengan omelan yang tak kunjung berhenti dari ibunya, sambungan telepon diakhiri dengan doa ibunya agar Kim Hyori bisa menyelesaikan pendidikan dengan cepat. Helaan napas panjang kembali diembuskan Hyori seraya menyimpan ponselnya di saku celananya. Sungguh, pembicaraan dengan ibunya selalu meninggalkan kesan berat di hatinya. Bahkan, tanpa sadar, Hyori sudah berdiri di depan pintu apartemen bernomor 127.
Tangannya baru saja bergerak hendak menekan kode keamanan, ketika ponselnya kembali berdering. Hyori mendengus kesal dan kembali merogoh saku celananya. Tanpa melihat identitas penelponnya, Hyori langsung mengangkat telepon tersebut.
“Hyori-ya,apa hari ini kau akan pergi ke apartemen Yul?” Suara Nyonya Lee mengalun lembut menyapa telinga Hyori.
“Oh Ibu! Ya, aku baru saja tiba di apartemennya. Apa ada sesuatu ?”
“Ah tidak. Aku hanya ingin minta tolong, ingatkan Yul untuk makan dengan teratur. Anak itu susah sekali makan dengan baik akhir – akhir ini,”gerutu Nyonya Lee.
Hyori tertawa kecil mendengar omelan ibu sahabatnya. Sungguh, rasanya Hyori lebih nyaman berbicara dengan Nyonya Lee dibandingkan dengan ibunya sendiri. Terlebih, Nyonya Lee memang setiap hari menelpon dirinya untuk menitipkan putra bungsunya, Lee Yul, pada Kim Hyori. Ya, semenjak kuliah, Yul memang lebih memilih tinggal di sebuah apartemen dibandingkan harus bolak – balik tinggal di rumah orangtuanya.
“Akan kupastikan Yul-i makan dengan baik. Ibu tak perlu khawatir.”
Setelah bercakap – cakap selama hampir tiga menit, akhirnya Nyonya Lee mengakhiri panggilannya. Hyori pun memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku dan melanjutkan memasukkan kode keamanan untuk membuka pintu apartemen.
~🌛🌜~
Hyori menggelengkan kepalanya melihat Yul masih tertidur pulas di ranjangnya. Yul bahkan tak berganti pakaian tidur, karena lelaki itu jelas – jelas masih mengenakan pakaian yang terakhir Hyori lihat tadi malam saat Yul tampil di salah satu acara televisi. Hyori hanya bisa menghela napas kesal dan melangkah masuk ke dalam kamar Yul semakin dalam, lalu menekan remote control untuk membuka tirai jendela kamar.
Selesai membuka tirai bahkan membuka connecting door menuju balkon, Hyori duduk di tepi ranjang. Hyori terkekeh geli melihat betapa manisnya wajah Yul saat terlelap. Tak ada lagi rasa canggung yang menghinggapi hati Hyori karena saat ini ia berada di kamar seorang lelaki. Kim Hyori sudah terbiasa masuk bahkan tak jarang ia menginap di apartemen Yul, jika sudah terlalu malam untuk pulang ke apartemennya yang berjarak lebih jauh dari kampusnya sementara apartemen Yul yang lokasinya lebih dekat.
Sebenarnya, Yul tidak berkuliah di Sungkyukwan seperti Hyori. Yul berkuliah di Universitas Kyunghee, yang letak kampusnya harus menempuh perjalanan satu jam dari apartemennya. Yul memilih Universitas Kyunghee yang memiliki kelas lebih fleksibel, untuk mengakomodir kesibukannya. Meski tahu jarak Kyunghee lebih jauh, Yul bersikukuh memilih apartemen di dekat kampus Hyori, yang menurutnya lebih nyaman. Sungguh, Hyori tak tahu harus merasa senang atau terbebani memilih sahabat seperti Lee Yul, yang sepertinya tak ingin lepas darinya.
“Yul, bangun! Ini hari kamis, kau tak pergi ke kampus untuk mengumpulkan tugasmu ?” tanya Hyori sambil mengusap lembut helaian rambut Yul yang terasa sedikit kasar dan kering akibat terlalu sering berganti warna rambut.
Bukannya bangun, lelaki itu malah semakin menarik selimutnya dan bergelung dengan nyaman di dalam selimut. Hyori berdecak jengkel melihat Yul yang malah tidur semakin pulas. Hanya ada satu cara lagi yang bisa Hyori gunakan untuk membangunkan Yul. Hyori menundukkan kepalanya dan mendaratkan kecupan singkat di pipi Yul. Secara ajaib, kelopak mata Yul bergerak dan terbuka memperlihatkan eyesmile nya. Senyuman manis mengembang di roman tampannya.
“Good morning babe~” sapa Yul dengan suara parau khas bangun tidur.
Hyori mengernyit jijik mendengar sebutan Yul padanya. Tangannya yang tadi mengelus lembut helaian rambut kasar Yul, kini menjambak, membuat Yul mengerang sakit.
“Namaku Kim Hyori bukan babe, Lee yoda! Bangun! Kau tak pergi ke kampus?”
Yul duduk di kasur sambil mengerucutkan bibir mendengar perintah Hyori. Sebelah tangannya masih mengusap rambutnya yang terasa perih dijambak Hyori. “YA~ kau ini kasar sekali sih! Lagipula, aku tak ada jadwal hari ini. Aku baru pulang jam empat pagi,” gerutu Yul.
“Mandi! Aku akan membuatkanmu sarapan. Ibumu terus menerorku karena kau susah dihubungi,” balas Hyori yang beranjak dari kasur dan melenggang keluar kamar, membiarkan Yul mandi sementara ia menyiapkan sarapan untuk sahabatnya.
~🌛🌜~
Satu jam kemudian, Yul keluar dari kamar dengan rambut setengah basah dan bergegas menuju pantry. Di atas meja secangkir americano sudah tersaji lengkap dengan beberapa potong sandwich daging asap. Yul tak bisa menahan senyum di wajahnya melihat Hyori yang setiap pagi selalu menyiapkan sarapan untuknya.
Dengan cepat, Yul menyesap minuman wajibnya lalu menyambar sepotong sandwich dari atas piring saji. Yul kemudian memilih menikmati sarapan paginya dengan duduk di sebelah Hyori yang kini sedang asyik membaca buku di ruang duduk.
Yul meletakkan cangkir berisi americanonya di atas meja kopi lalu menjejalkan potongan sandwich ke dalam mulut, sebelum akhirnya merebahkan kepalanya di pangkuan Hyori. Yul tak peduli jika tindakannya itu akan membuat Hyori kesal karena rambutnya masih setengah basah.
“YA! Rambutmu masih basah!” pekik Hyori yang kaget mendapati Yul merebahkan kepala di pangkuannya.
“Sebentar saja Hyori. Aku sangat lelah.”
Alasan Yul yang mengatakan lelah membuat Hyori membiarkan lelaki itu beristirahat sejenak dipangkuannya. Iris cokelat Hyori bisa melihat lingkaran hitam besar di bawah mata Yul. Hyori sadar, akhir – akhir ini Yul pasti kurang istirahat karena tugas akhir kuliahnya juga kesibukannya sebagai seorang musisi dan komposer.
Lee Yul bukan lagi pemuda canggung menyebalkan yang akan selalu mengganggu Hyori. Lee Yul bertransformasi menjadi mahasiswa desain interior tingkat akhir sekaligus komposer dan rapper berbakat Korea Selatan.
Sejak memenangkan kompetisi komposer muda—Yul, mulai dikenal di industri musik Korea. Bahkan, Yul mendapatkan tawaran kontrak fantastis dari agensi besar karena kemenangannya. Kini, Korea Selatan mengenalnya sebagai LY—elway—si rapper jenius yang sangat berkharisma jika berada di atas panggung. Tak akan ada yang tahu, jika di balik kharismanya, Yul adalah sosok yang sangat manja, khususnya pada Kim Hyori.
Seperti sekarang, Yul senang merebahkan kepalanya dipangkuan Hyori dan menikmati perlakuan lembut darinya.
“Yul, kau harus segera mencari seorang kekasih. Kau tak bisa terus-terusan bergantung padaku seperti ini,”omel Hyori sambil mengacak – ngacak rambut Yul.
“Kenapa aku harus mencari seorang kekasih, jika aku memiliki sahabat yang sangat peduli padaku ?”balas Yul sambil terkekeh.
Hyori mendelik gusar mendengar balasan Yul yang terkesan begitu cuek. Kesal dengan jawaban yang diberikan Yul, Hyori kembali menjambak rambut Yul. “Justru aku kesulitan mencari kekasih gara – gara kau! Kau tak tahu apa setiap kali ada teman lelaki yang mau mendekatiku. Mereka selalu mundur!”
“Itu ‘kan hanya tugasku sebagai sahabat yang harus melindungimu. Lagipula, kau tak ingat kejadian dengan Junho? Kau malah menerima pemuda brengsek yang jelas-jelas berselingkuh dengan salah satu temanmu. Aku ini hanya berusaha melindungimu dari pemuda seperti Junho, mengerti?”
“Jangan bahas Junho lagi,” geram Hyori pada Yul.
Yul mendongakkan wajahnya untuk bisa melihat ekspresi yang tergambar di air muka Hyori. Dan Yul tertawa terbahak saat mendapati Hyori menatapnya geram karena berani mengungkap masa lalunya. Sungguh, sangat menyenangkan bagi Yul menggoda Hyori dengan menyinggung tentang Song Junho.
Bagi Hyori, Song Junho adalah salah satu dari kisah kelam masa remajanya. Yul masih mengingat jelas bagaimana hancurnya Hyori saat mengetahui Junho ternyata berselingkuh dengan salah satu teman Hyori, Kim Ara. Yul yang tahu Hyori disakiti, segera menyeret Junho dan menghadiahi tiga kepalan tangannya yang membuat pemuda kaya raya itu mendapatkan sudut bibirnya sobek.
Sejak kejadian itu, Yul sedikit protektif terhadap Kim Hyori. Meski di sisi lain, Yul sendiri masih tak bisa mengungkapkan perasaannya pada Hyori. Yul lebih memilih status sahabat dibandingkan mengupgrade status menjadi sepasang kekasih.
“Aku serius,Yul! Kau harus mencari kekasih, supaya aku tak perlu lagi repot mengurusmu seperti ini, tahu! Lagipula, masa kau tak bisa memanfaatkan statusmu sebagai rapper terkenal untuk mendapatkan kekasih?”
“Memangnya ada perempuan yang mau dengan lelaki manja sepertiku ini ?”
“Kau ini pesimis sekali sih! Kau ‘kan punya ribuan penggemar perempuan. Masa kau tak berminat memilih salah satu dari mereka? Bahkan, teman dekatku di kampus saja, sangat memujamu,” ujar Hyori berusaha memprovokasi Yul agar bisa mendapatkan kekasih. Sejujurnya, Hyori merasa kasihan dengan Yul, yang di akhir tahun masa kuliahnya tak merasakan sedikitpun sentuhan lovelife.
“Hyori, kau seperti tak tahu saja kalau aku ini akan gugup jika berhadapan dengan gadis yang kusukai. Aku belum siap. Meskipun aku memiliki ribuan penggemar dari kalangan perempuan, bukan berarti aku bisa seenaknya memilih satu dari mereka. Lagipula, belum tentu semua gadis akan silau dengan statusku sebagai seorang musisi terkenal.”
“Ya ampun, kau sekarang seorang rapper ternama! Bahkan, hanya dengan satu kedipan mata saja, para penggemarmu pasti akan menganggukkan kepala untuk menjadi kekasihmu.”
Yul tertawa mendengar Hyori yang tak lelah memprovokasinya untuk segera mencari kekasih. Di dalam hati, Yul hanya bisa meringis sedih karena Hyori tak juga menyadari perasaannya. Yul memilih memanipulasi sikapnya dengan tertawa sekencang yang ia bisa meski sebenarnya hatinya merasa sangat sakit karena Hyori tak juga peka dengan perasaannya.
“Aku ingin seseorang yang melihatku apa adanya, Hyori-ya. Aku ingin seseorang yang bisa melihatku tanpa status lain yang tersemat padaku,” balas Yul diakhir tawanya.
“Alasanmu terlalu klise. Tidak ada salahnya memanfaatkan sedikit ketenaranmu untuk mendapatkan seorang gadis,” sahut Hyori sambil mengerucutkan bibir.
Yul hanya bisa tertawa kecil melihat ekspresi di wajah Hyori. Sebelah tangannya terangkat dan mengacak rambut Hyori, sesuatu yang tak akan sulit dilakukan mengingat betapa tingginya tubuh Yul, tanpa perlu mengubah posisinya yang masih merebahkan kepalanya di pangkuan Hyori.
Bagaimana aku akan mencari gadis lain, kalau hatiku menginginkanmu, Kim Hyori.
~🌛🌜~