Read More >>"> Marry (Bab 4) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Marry
MENU
About Us  

Suara burung-burung gagak terdengar lebih keras dari biasanya, dan suara cicipan burung lainnya bisa terdengar yang membuat Marry terbangun dengan keadaan penuh keheranan. Ia merasa seperti sudah melalui perjalanan yang panjang lewat mimpi dan ia bisa merasa itu adalah petualangan yang terbaik, tetapi ia tak bisa mengingat mimpinya. Ketukan kemudian terdengar dan Leana memasuki kamarnya.

“Bangun! Dasar tukang tidur! Memangnya kau mau terlambat hari ini, hah?”

Sejenak kedua mata Marry mengerjap sebelum ia memasang ekspresi horor. Ia sempat mengeluh karena tidak dibangunkan lebih pagi oleh orang rumah. Leana beralasan bahwa ia sudah mencoba membangunkannya dari tadi tapi ia tidak merespon sama sekali dan tidur seperti orang mati saja. Marry meraup handuknya dan cepat memandikan diri. Di sisi lain, sang malaikat penjaga hanya bisa tersenyum jahil melihat kelakuan seorang jiwa yang sedang ia jaga. Leana ikut keluar dari kamar Marry dan menuju ke dapur untuk memasakkan sarapan mereka sekeluarga.

Sebenarnya Marry tidak terlalu sadar akan apa yang ia lakukan saat ini. Ia sibuk membersihkan diri, tetapi pikirannya ada di hal lain. Ia berusaha mengingat akan apa yang terjadi tapi tak bisa. Ia sendiri sudah mengepalkan kedua tangan sekuat mungkin tapi tetap tak membuahkan hasil. Ia sama sekali lupa dengan apa yang terjadi semalam sebelum mereka berdua Henry resmi menjadi sepasang kekasih.

Agak malu mendengar kata kekasih digelarkan kepada mereka berdua, Marry berusaha menutupi wajahnya yang memerah meski hanya ia sendiri yang bisa melihat di cermin kamar mandinya. Padahal sebelum ia memasuki fase ini, dalam hidupnya ia yakin tidak akan pernah menjalin hubungan dengan seseorang kecuali jika Marry benar-benar mengasihi dan cinta kepada orang tersebut. Marry sadar bahwa ia memang menyukai Henry sedari ia kecil, tapi ia hanya berpikir bahwa itu adalah rasa ingin melindungi seorang teman yang menyayangi sahabatnya dan tidak lebih. Tambahannya adalah Marry bisa yakin bahwa itu adalah perasaan romantis karena Marry tak bisa membayangkan dunia tanpa ada Henry di dalamnya pun dunianya tanpa si pemuda. Marry khawatir rasa sukanya terhadap pemuda hanya semata-mata nafsu duniawi tak berarti dan Marry tidak ingin mengejar hal yang seperti itu. Memang rasa cinta terhadap orang yang kau sayangi akan mendorongmu untuk meluapkan kasih dengan cara... kau tahulah. Namun Marry menganggap hubungan romantis di antara insan lelaki dan insan perempuan sebagai sesuatu yang keramat. Ia juga tak lupa akan jati dirinya yang begitu jatuh cinta dengan konsep cinta, dan karenanya takut untuk mencintai seseorang. Marry mengakui ketika seseorang jatuh cinta, cinta itu bisa membuat seseorang tersebut melakukan hal yang konyol. Dalam kasusnya, Marry mengingat bahwa ia secara tak sengaja memberitahu perasaannya pada Henry ketika ada masalah beberapa hari yang lalu. Ya, meskipun Marry tak bisa mengingat ada masalah apa yang terjadi. Apa dirinya telah mabuk semalam? Tapi ia ingat betul tak pernah meminum minuman alkohol atau minuman keras lainnya dan ia tidak akan pernah mau. Tapi masa bodoh dengan segala pikiran yang memenuhi kepalanya, ia kembali cepat mengguyur badannya dan segera berpakaian. Dipandangnya sejenak jubah kebesaran seorang pelajar di Akademi Cruxiaz dan diambilnya untuk dilipat lalu dimasukkan ke tasnya.

Sampai ke dapur, Marry melihat kakaknya yang baru selesai memasak sarapan. Ada roti lapis dengan daging ham di dalamnya, serta selada segar dan tomat sebagai penambah rasa asam dalam masakan itu. Cokelat panas tak lupa dituangkan oleh Leana pada Marry dan untuk dirinya sendiri. Leana terlihat mengenakan jubah putih pemberi berkatnya dan rambutnya sudah digulung sedemikian rupa ditutupi oleh mantil berwarna sama dengan jubah para pemberi berkat di Willburry. Baru saja Marry hendak bertanya tentang ayah mereka, Leana sudah lebih dulu bicara seakan bisa membaca pikiran Marry.

“Aku dan ayah akan datang ke acara pelantikanmu nanti. Masih ada dua jam dari sekarang bukan? Aku dan ayah masih punya banyak waktu, tapi tidak denganmu bukan? Kau dan para lulusan terbaik lainnya harus datang ke akademi untuk menyiapkan pidato kalian tersendiri dan melatih ekspresi wajah di depan para tamu kehormatan serta keluarga para penyihir. Sebelum itu aku akan mendatangi kuil dan meminta ijin pada pendeta senior untuk menghadiri pelantikanmu.”

Marry mengangguk paham. Ayah mereka sengaja belum dibangunkan terlebih dahulu karena beliau kelelahan sehabis melaut semalaman. Marry dengan cepat melahap sarapannya dan meminum cokelat panas itu dalam sekali teguk. Leana menggelengkan kepala, tapi kemudian Leana mengucapkan sesuatu yang hampir membuat Marry tersedak.

“Pas sekali kau memakan makananmu dengan cepat, karena sudah ada yang menunggu di depan rumah sedari tadi. Tinggalkan saja piring dan gelasnya. Bisa dicuci nanti-nanti saja. Pergilah keluar, orang itu sudah menunggu lama.”

Setelah cukup lama memutar otak dan menggerakkan mata ke kanan dan ke kiri karena berpikir keras mengenai siapa yang menjemputnya sepagi ini, dia sedikit ragu-ragu sebelum akhirnya menjawab, “Orwell?”

Leana mengangkat sebelah alisnya. Ia pun sampai berhenti mengunyah makanannya.

“Kau bercanda? Siapa lagi kalau bukan Henry?”

Mata Marry melotot dan cangkir dengan cepat ditaruhnya di atas meja. Marry memandang kaget pada Leana dan Leana kembali mengangguk untuk menjawab segala pertanyaan di benak Marry. Marry menaruh piring dan gelas di wastafel mereka dan pamit pada Leana. Sang malaikat hanya tersenyum dan melanjutkan kegiatannya.

Detak jantung Marry serasa menembus dadanya dan bisa terdengar oleh dirinya sendiri. Sembari memasang kaus kaki dan sepatunya, ia membayangkan akan berbicara apa pada Henry. Apalagi lelaki itu sudah menunggu lama di depan rumah, tapi yang ia tak ketahui adalah bahwa Henry setuju untuk menunggui Marry meski lama pada kakaknya, Leana.

Marry membuka pintu dengan pelan agar suaranya tak didengar oleh seseorang yang menunggu di luar. Rambut kuning pucat yang biasanya terlihat jabrik itu sudah ditata dan disisir rapi. Bahkan dengan penampilannya dari belakang pun Henry sudah terlihat... luar biasa sekali. Marry merasa kata tampan saja tidak cukup untuk mendekripsikan sosok Henry. Marry mengetuk bahu kanan Henry yang membuatnya menjadi gugup seketika. Henry berbalik dan Marry benar-benar mencintai senyum manis khas sang lelaki di hadapannya, tapi sedetik kemudian menundukkan kepala tak berani menatap wajah Henry lebih lama.

Dirinya tidak menyangka bahwa cintanya suatu hari sudah ada di depan matanya sekarang. Ia tak tahu-menahu mengenai percintaan di dunia nyata dan hanya tahu banyak mengenai cinta di dunia dongeng dan dunia khayalan miliknya. Kini terbersit di hatinya keraguan tentang mencintai Henry, tapi Marry tahu betul ia tak ingin Henry pergi menghilang dari hidupnya.

Henry juga merasakan yang sama dengan Marry sekarang, tapi ia memberanikan diri menanyakan apabila ia boleh memeluk Marry yang dibalas dengan anggukan lemah dari Marry. Henry merangkul Marry dan Marry menautkan tangannya pada lengan baju kemeja Henry. Baunya harum, menyegarkan, dan menenangkan, tapi Marry lebih menyukai rasanya dipeluk oleh Henry. Hati Henry sendiri terasa berbunga-bunga mengetahui ia sudah memiliki apa yang ia ingin miliki satu-satunya. Bayarannya tak murah, tetapi Henry bisa melalui semuanya. Dulu ketika masih menjadi perempuan yang sakit-sakitan, hendak menggapai wajah sang lelaki bernama Nommisatrix Cruxiaz saja ia bersusah payah. Untunglah kedua matanya kala itu masih bisa melihat dengan jelas wajah awet muda sang lelaki yang sudah berumur lebih dari 600 tahun.

Keduanya masih berpelukan erat dengan pikiran masing-masing. Marry sibuk menggelayut untuk memeluk Henry lebih erat dan itu membuat Henry terharu karena secara tak langsung Marry menyiratkan bahwa ia menginginkan dirinya juga sama seperti ia menginginkan Marry untuk dirinya sendiri. Henry berhati-hati mengeluskan tangannya di punggung perempuannya karena Marry seakan-akan terlihat ripuh jika ia tak menahan diri untuk memeluknya lebih erat sampai Marry tak bisa bernapas.

Pelukan keduanya terhenti karena Marry hendak menatap mata Henry dengan lekat, menikmati indahnya warna langit di netra sang lelaki. Wajah Henry terlampau terlihat lembut untuk seorang laki-laki, tapi Marry dibuat menjadi lebih suka pada Henry karena itu. Henry begitu menghormati sang penyihir terbesar dahulu sampai-sampai ia merasa tak berani dan tak layak untuk bertanya pada Nommisatrix agar ia disembuhkan dari segala penyakitnya. Beruntunglah Nommisatrix mau menolongnya. Sang perempuan terenyuh dengan ketekunan dan ambisi dari si penyihir besar, tapi kedua hal tersebut pula yang sempat menjauhkan keduanya. Nommisatrix dibuat bingung akan kehausannya sendiri terhadap hikmat dan kepintaran akan segala pengetahuan di dunia, dan pada akhirnya membuang cinta yang ada di depan mata. Pada akhirnya, Nommisatrix baru sadar akan perasaannya ketika ajal sudah menjemput sang perempuan.

“Pagi hari ini terasa lebih cerah karena kalian berdua, segala puji syukur kusembahkan pada dewa kita.”

Marry dan Henry gelagapan dan menjauh dari seorang satu dengan yang lain. Kedua jiwa itu begitu bersinar sampai-sampai sang malaikat hendak dibuat menangis karenanya. Leana hanya tersenyum jahil ke arah mereka berdua yang membuat Marry dan Henry langsung cepat pergi menuju akademi. Baik Henry maupun Marry tak sadar kalau keduanya saling menautkan tangan agar yang satu bisa membimbing yang lainnya. Sepanjang dia membantu para dewa, baru kali ini ada kehangatan dari dua jiwa fana yang bisa membuatnya merasakannya juga. Leana bertanya-tanya inikah cinta yang dibicarakan oleh teman-temna malaikat sepantarannya? Para makhluk dari berbagai dimensi begitu ramai membicarakan tentang cinta, tapi mereka bisa melihat keabsensian cinta di dunia manusia. Awalnya ia tak begitu peduli pada urusan makhluk Tuhan lain yang bernama manusia, secara mereka begitu selalu serakah akan sesuatu dan tak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Cinta dalam konsep mereka pun begitu hancur berantakan. Manusia yang satu ingin dicintai dan mendapat banyak cinta, tapi ia sendiri tak tahu ap aitu cinta atau tak bisa memberi cinta itu kepada orang lain selain dirinya. Sesudah dilihatnya kedua manusia itu menghilang di balik belokan, Leana menutup pintu rumah dan menuju ke kamar tempat ayah mereka berada.

Di tengah perjalanan keduanya saling diam. Bukan karena sengaja, tapi Marry sendiri bingung harus berkata apa karena ia sama sekali tidak mengingat segala sesuatunya tentang hal sebelum mereka menjadi sepasang kekasih. Ia hanya mengingat hari-hari mereka yang dilalui dengan berkumpulnya mereka di rumah Orwell, bersama-sama menikmati berbagai jenis kudapan dan minuman yang lezat. Sementara itu, Henry juga bingung dengan apa ia akan membuka percakapan di antara mereka berdua. Dirinya sibuk menikmati rasa hangatnya tangan Marry yang balik menggenggam miliknya.

“Aku mencintaimu, sungguh. Aku akan melakukan apa pun untukmu.”

Hari ini atau tidak pernah sama sekali, Marry memberanikan diri mengutarakan perasaannya. Henry terdiam dan menganga, tak menyangka sama sekali akan hal yang diucapkan Marry. Kedua pipi Henry bersemu dengan hebatnya sampai-sampai ia bisa merasakan telinganya memanas. Marry mengeratkan genggamannya pada Henry dan berjalan mendahuluinya untuk menuntun sang lelaki yang terlihat salah tingkah. Marry merasa ia menyukai rasanya menggoda Henry. Pagi itu, acara mesra mereka ditutupi dengan Henry yang mengecup kedua pipi dan kening Marry, membuat Marry merasa kalah dalam pertandingan saling menggoda satu sama lain mereka.

 

***

Aura orang-orang yang baru menjadi sepasang kekasih itu memang benar adanya. Lalua, salah satu teman seangkatannya dari asrama penyihir berkekuatan elemen tanah tiba-tiba menghampiri Marry. Napasnya tersengal sehabis berlari kencang guna mencari Marry yang baru keluar dari ruangan para guru besar karena ia meminta dibimbing untuk memuat apa saja yang ada di dalam pidatonya. Marry tahu betul ekspresi yang penuh dengan keantusiasan tersebut, maka ia pun dengan cepat menggiring Lalua ke tempat yang lumayan sepi untuk dilalui para penyihir lainnya.

“Marry, apa benar kau dan Henry menjadi... Kau tahu? Sepasang kekasih?”

Marry ternyata masih belum terbiasa dengan kata itu. Banyak perempuan lain yang begitu mendambakan menjadi perempuannya Henry, tetapi Henry memilihnya. Sebenarnya banyak hal yang ingin Marry tanyai pada Henry. Tentang perasaannya terhadap Marry, tentang mereka berdua, dan segala hal yang rasanya perlu Marry tanyakan. Marry pun hanya bisa menjawab seadanya pertanyaan beruntun yang diberikan Lalua. Keduanya kemudian berjalan beriringan menuju aula besar Akademi Cruxiaz dan berpisah di suatu perempatan karena mereka akan menuju ruangan yang berbeda terlebih dahulu.

Marry melihat keluar melalui jendela. Ia baru tersadar akan ulang tahunnya besok. Ia ingin mengundang ketiga sahabatnya – meski salah satu dari sahabat itu telah berubah status menjadi kekasihnya – ke rumahnya dan merayakannya secara kecil-kecilan saja. Ia bertanya-tanya apa mungkin mereka mengingat ulang tahun Marry tanggal 11 Novemptbherr besok secara mereka selama beberapa hari ini disibukkan dengan persiapan acara pelantikan. Barangkali untuk memulai semuanya Marry berencana untuk memberitahukan niatnya pada mereka nanti sesudah mereka selesai melaksanakan acara pelantikan di hari yang bersejarah ini. Marry pun bertolak ke arah aula besar.

Di ruangan lain dan di waktu yang sama, Henry bercakap-cakap dengan Orwell secara sembunyi-sembunyi. Helcarte terlihat menguarkan aura neraka dari mata merahnya, mengonfirmasi bahwa segala perjanjian yang ada di antara keduanya telah lunas dan Henry bisa hidup dnegan tenang dan bahagia bersama Marry.

“Sehabis ini, apa yang akan kau dan Carlius lakukan? Apa kalian akan pergi meninggalkan tempat ini?”

“Tidak. Sudah kami putuskan untuk tetap tinggal di sini sampai akhir hayat kami untuk menemani kalian. Lagipula Marry tak akan bisa apa-apa tanpaku.”

“Atau kaulah yang tak akan bisa apa-apa tanpa Marry, karena jiwanya begitu menarik perhatianmu dan insting keibuanmu dibuat bangkit oleh anak itu.” Pikir Henry yang mengingat kalau perkataan Carlius tentang Helcarte yang merasa ada ikatan emosional antara dirinya dan Marry adalah benar adanya.

“Ayo, kita harus segera berkumpul dengan yang lainnya di aula.” Dan keduanya berlalu dari tempat persembunyian mereka.

 

***

“Lalua Kingsley!” suara tepuk tangan para hadirin semakin terdengar riuh kala acara kelulusan sekaligus pelantikan lulusan 10 besar terbaik sudah dimulai dengan nama Lalua. Para lulusan asrama penyihir berkekuatan elemen tanah memberi jalan pada ketua mereka agar bisa leluasa bergerak menuju podium tempat ia akan dinobatkan.

“Selamat untukmu, nona Kingsley!”

“Saya merasa terhormat karena mendapatkan penghargaan yang seumur hidup akan menemani saya ini.”

Lalua menunduk agar lencana dapat dipasangkan dengan nyaman dan ia segera berlari kecil ke atas panggung depan agar para ahdirin dan orang tua para lulusan bisa melihat para 10 lulusan terbaik dengan lebih jelas. Satu per satu nama disebut dan enam orang sudah berdiri dengan gagah dan bangganya karena hal demikian telah berbicara tentang siapa mereka sebenarnya di acara kelulusan ini.

“Maximiliian Hacross!” suara siulan yang berasal dari para anggota di asrama penyihir berkekuatan elemen air terus mengiringi langkah Max yang menaiki tangga untuk menuju ke podium. Dengan kata yang sengaja dibuat bisik-bisik, profesor besar mereka sedikit mengerjai Max.

“Nak, humor gelap milikmu sangat bagus sampai-sampai aku berencana untuk tidak emasukkan namamu ke 10 lulusan besar di atas panggung ini.” Dan Max hanya tertawa salah tingkah dengan perkataan profesornya membuat ia disoraki oleh teman-teman asramanya.

“Orwell Berdthora!” dari tempat duduknya, sebagian dari para anggota asrama penyihir berkekuatan elemen api ada yang menyemburkan api dari mulutnya dan menyalakan petasan jadi-jadian menggunakan tongkat sihir mereka agar asrama mereka tak kalah dalam hal menyoraki salah satu anggota asrama mereka yang berada di peringkat 3 lulusan terbaik Akademi Cruxiaz

“Aku paham kehidupan tak semudah yang kita semua bayangkan, tapi nak, untuk merayakan prestasimu cobalah untuk tersenyum. Ya, meski ibu tahu kau tidak akan merasa sudi untuk melakukanya.”

Berbeda dari apa yang mereka biasanya lihat, senyum kecil Orwell kini berubah dan digantikan dengan tawa yang membuat wibawa dan auranya saja keluar. Semua orang tak terkecuali Marry terkesiap. Tak lama setelahnya, asrama penyihir berkekuatan elemen api menyorakkan nama Orwell dengan begitu kerasnya sampai-sampai jantung dibuat berdegup.

“Henry Archlock!” dan untuk yang satu ini bukan hanya anggota dari asrama penyihir berkekuatan elemen es yang menyoraki Henry, tetapi juga anggota dari asrama lain khususnya para perempuan. Sembari berjalan munuju podium ia menyempatkan diri untuk mendadahi para perempuan yang bersorak sekadar gestur untuk menghargai mereka yang mendukungnya dan teriakan para perempuan itu semakin menggema di seluruh ruangan sampai-sampai para guru besar yang ahli dalam sihir elemen angin harus mengirimkan gema suara mereka ke luar aula.

“Oh astaga, tapi sayang sekali para lulusan perempuan di akademi ini tak punya harapan lagi untuk mendapatkan hati muridku yang tampan ini,” suara sorakan pun berubah menjadi gemuruh orang-orang yang bertanya mengapa dan suara sang profesor kembali menggema untuk memanggil lulusan terbaik dari segala yang terbaik, “Marry Humbell! Selamat karena telah menjadi lulusan yang terbaik dari segala yang terbaik dan selamat karena kau telah mendapatkan hati pemuda yang punya sihir elemen es ini! Majulah dengan berani dan gagah, nak!”

Marry berusaha menghiraukan gemuruh pertanyaan yang berubah menjadi suara cemoohan, makian, tangisan, ucapan selamat, dan sebagainya. Seperti biasa, Marry berjalan dengan langkah yang berani meski kepalanya terlalu fokus pada cemoohan dan makian yang ditujukan padanya tadi.

“Selamat, nak!” Marry tersenyum mengangguk dan menunduk untuk menerima lencana yang dibuat paling terbaik dari sembilan lencana kebesaran yang sudah terpasang di tubuh kesembilan lulusan terbaik di panggung depan podium. Marry kemudian beranjak dan berdiri di samping Henry yang merupakan lulusan terbaik kedua setelah Marry. Di sela-sela menjelang habisnya kata sambutan terakhir dari sang profesor, Henry mendekatkan diri padanya dan menautkan jari-jemarinya di tangan Marry. Marry sempat ingin menolak karena ia malu jika harus terlihat di depan orang-orang, apalagi di acara kelulusan yang dihadiri oleh para Angkatan mereka yang berjumlah ratusan serta orang tua para hadirin, tapi ia bisa melihat kesungguhan di kedua mata Henry dan ia dibuat menjadi yakin karenanya. Suara sorakan pun kembali terdengar riuh dan akhirnya kata sambutan habis dengan keduanya yang menunduk ke arah para hadirin dengan tangan masing-masing yang masih saling bertaut.

Acara kelulusan tak berakhir hanya sampai situ, masih banyak kejutan lain yang menunggu bagi mereka yang hadir di situ dan setiap dari mereka sepakat dalam hati bahwa mereka tak akan melupakan hari bersejarah ini.

 

***

Acara kelulusan yang baru berakhir tadi sore benar-benar menyedot semua energi Marry, tapi untungnya segala kelelahan seolah-olah hilang begitu saja kala ia melihat Henry. Ia dan Henry berencana untuk main lagi ke kedai kopi dekat akademi dan berkumpul dengan Orwell dan max di sana. Keempatnya saling mengejek satu sama lain karena telah menjadi pasangan dari masing-masing orang yang ada di lingkup persahabatan mereka, tapi akhirnya mereka tertawa ria karena itu artinya mereka bisa berkencan ganda.

 

***

Meski lelah serasa benar-benar menggerogoti tubuhnya, kali ini Marry tak bisa tertidur dengan tenang. Selain karena masih merasakan euforia dari acara kelulusan tadi, ia merasa bahagia bisa kencan ganda bersama Henry dan dua sahabat lainnnya, Max dan Orwell. Karena tak bisa tertidur, Marry bangkit dari tempat pembaringannya dan mengambil kertas kosong beserta pena bulu. Ia menggoreskan garis demi garis dan ia menyelesaikan satu gambar sederhana dengan sosok Henry di sana. Marry mengambil kertas lagi dan ia menggambar masing-masing Orwell dan Max, tak lupa ia juga menggambar ayah dan kakaknya. Ketika ia menoleh pada jam pasir, ia sedikit terkejut karena tiga jam berlalu begitu saja sehabis ia menggambar sketsa kasar wajah orang-orang yang dikasihinya.

Ketika hampir memuat seluruh tubuhnya di kasur, Leana mengetuk kamarnya membuat Marry mau tak mau harus bangkit karena malam ini ia sengaja mengunci kamarnya agar ia tak ketahuan senyum-senyum sendiri karena memikirkan Henry. Belum sedetik hendak menanyakan maksud kedatangan kakaknya, nyanyian lagu selamat ulang tahun menggema memenuhi kamarnya dan Marry dibuat tertegun. Ternyata hari kemarin sudah berlalu dan pasir yang menumpuk di bagian bawah jam pasir membuat Marry baru tersadar bahwa ini adalah hari ulang tahunnya.

Sang ayah dan kakak sudah terlebih dahulu memberinya kecupan sayang dan sahabatnya masih mengiringi dengan nyanyian selamat ulang tahun. Marry masih terdiam dan bingung hendak berkata apa, tapi kemudian ada kalimat yang keluar dari mulutnya.

“Sejak kapan?”

“Memesan kuenya? Dua hari yang lalu, maksudku kemarin aku dan Orwell memesan kue di kedai kopi yang sama karena pemiliknya juga membuka toko kue.” Orwell menyikut lengan Max yang hampir keceplosan soal dua hari yang lalu. Tentu saja mereka bingung akan berkata apa kalau Marry malah menanyakan apa yang terjadi selumbari sebelumnya.

“Nah, Marry, ayo segera potong kuenya. Kurasa Max sudah tidak sabar hendak memakan kuenya, haha.” Henry memandang usil pada Max yang hanya dibalas pandangan ‘terserah kau’ oleh Max. Namun, Orwell mengingatkan agar Marry meminta permohonan terlebih dahulu dan baru memotong kuenya. Selesai ia menyebutkan keinginannya, lagu ‘potong kuenya’ kali ini mengiringi dan Marry memotong kue yang ada. Ia memberi suapan pertama pada ayahnya dan dilanjutkan pada kakak serta sahabat dan kekasihnya.

Malam masih panjang, tetapi kantuk tidak dirasakan oleh mereka dan segala kesenangan mereka merayakan ulang tahun Marry berakhir ketika jam sudah menunjukkan pukul 3 dini hari. Masing-masing dari mereka mengucapkan salam perpisahan serta Marry yang tak lupa mengucapkan terima kasih pada semuanya. Kali ini, Marry dapat tidur nyenyak dengan cepat

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
KELANA [Kenzie - Elea - Naresh]
3643      1445     0     
Fan Fiction
Kenzie, Elea, Naresh, tiga sahabat yang ditakdirkan menjadi seorang bintang. Elea begitu mengagumi Naresh secara diam-diam, hingga dia amat sangat peduli terhadap Naresh. Naresh yang belakangan ini sering masuk lambe turah karena dicap sebagai playboy. Bukan tanpa sebab Naresh begitu, laki-laki itu memiliki alasan dibalik kelakuannya. Dibantu dengan Kenzie, Elea berusaha sekuat tenaga menyadarka...
EPHEMERAL
99      90     2     
Romance
EPHEMERAL berarti tidak ada yang kekal, walaupun begitu akan tetap kubuktikan bahwa janji kita dan cinta kita akan kekal selamanya walaupun nanti kita dipisahkan oleh takdir. Aku paling benci perpisahan tetapi tanpa perpisahan tidak akan pernah adanya pertemuan. Aku dan kamu selamanya.
The Maze Of Madness
3776      1537     1     
Fantasy
Nora tak banyak tahu tentang sihir. Ia hidup dalam ketenangan dan perjalanan normal sebagai seorang gadis dari keluarga bangsawan di kota kecilnya, hingga pada suatu malam ibunya terbunuh oleh kekuatan sihir, begitupun ayahnya bertahun-tahun kemudian. Dan tetap saja, ia masih tidak tahu banyak tentang sihir. Terlalu banyak yang terjadi dalam hidupnya hingga pada saat semua kejadian itu merubah...
Langit Indah Sore Hari
98      84     0     
Inspirational
Masa lalu dan masa depan saling terhubung. Alka seorang remaja berusia 16 tahun, hubungannya dengan orang sekitar semakin merenggang. Suatu hari ia menemukan sebuah buku yang berisikan catatan harian dari seseorang yang pernah dekat dengannya. Karena penasaran Alka membacanya. Ia terkejut, tanpa sadar air mata perlahan mengalir melewati pipi. Seusai membaca buku itu sampai selesai, Alka ber...
Rembulan
768      428     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
Just For You
4134      1630     1     
Romance
Terima kasih karena kamu sudah membuat hidupku menjadi lebih berarti. (Revaldo) *** Mendapatkan hal yang kita inginkan memang tidak semudah membalik telapak tangan, mungkin itu yang dirasakan Valdo saat ingin mendapatkan hati seorang gadis cantik bernama Vero. Namun karena sesuatu membuatnya harus merelakan apa yang selama ini dia usahakan dan berhasil dia dapatkan dengan tidak mudah. karen...
Edelweiss: The One That Stays
1385      589     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
Nyanyian Burung di Ufuk Senja
2350      908     0     
Romance
Perceraian orangtua Salma membuatnya memiliki kebimbangan dalam menentukan suami masa depannya. Ada tiga pria yang menghiasi kehidupannya. Bram, teman Salma dari semenjak SMA. Dia sudah mengejar-ngejar Salma bahkan sampai menyatakan perasaannya. Namun Salma merasa dirinya dan Bram berada di dunia yang berbeda. Pria kedua adalah Bagas. Salma bertemu Bagas di komunitas Pencinta Literasi di kampu...
Cinta dalam Impian
86      67     1     
Romance
Setelah ditinggal oleh kedua orang tuanya, seorang gadis dan abangnya merantau untuk menjauh dari memori masa lalu. Sang gadis yang mempunyai keinginan kuat untuk meraih impian. Voska belajar dengan rajin, tetapi dengan berjalannya waktu, gadis itu berpisah dengan san abang. Apa yag terjadi dengan mereka? Mampukah mereka menyelesaikan masalahnya atau berakhir menjauh?
Asmaraloka Jawadwipa (Sudah Terbit / Open PO)
7263      2169     1     
Romance
Antara anugerah dan kutukan yang menyelimuti Renjana sejak ia memimpikan lelaki bangsawan dari zaman dahulu yang katanya merupakan sang bapa di lain masa. Ia takkan melupakan pengalaman dan pengetahuan yang didapatnya dari Wilwatikta sebagai rakyat biasa yang menyandang nama panggilan Viva. Tak lupa pula ia akan indahnya asmara di Tanah Blambangan sebelum mendapat perihnya jatuh cinta pada seseor...