Dengan perut yang sudah memasuki kehamilan yang berusia 7 bulan, Marry dibuat sulit untuk sekadar berjongkok apalagi menunduk. Sedari tadi dirinya mondar mandir di kamar mencari mantel musim gugur rajutan Orwell. Tidak ada hal yang lebih menyenangkan dibanding dengan Marry yang sekarang dibuat bingung untuk memilih gaya ibu hamil seperti apa yang cocok dipakainya untuk musim gugur. Mantel musim gugur rajutan Orwell adalah hal yang sudah pasti akan dia pakai dan karenanya sekarang ia sedang mencari-cari bend aitu entah tergeletak di mana.
“Istriku? Kau mencari sesuatu?”
Melihat Henry yang baru selesai membasuh diri, Marry dibuat gelagapan, tetapi tak bertahan lama karena ia bingung hendak menajwab apa dan ia terlalu malu untuk mengakui kalau ia tak bisa menunduk mengambil mantel musim gugur rajutan Orwell yang ada di bawah tempat tidur mereka. Mantel itu terlupakan begitu saja dan sudah hampir setahun tak dipakai Marry karena ia pikir dirinya akan menjadi kepanasan jika memakai mantel itu bersamaan dengan baju tiga lapis yang dipakainya agar tubuhnya yang sedang hamil tak mudah kedinginan.
Masih dengan Marry yang terdiam, di tempatnya berdiri sambil memakai baju saat ini ia sibuk memperhatikan Marry yang dirasanya dari hari ke hari semakin terlihat menawan. Ia seringkali mendengar keluhan Marry karena dirinya yang tiba-tiba bertambah berat badan menjelang waktu mengandung anaknya. Dari pikiran itu, Henry dibuat tidak mengerti mengapa para pria kebanyakan yang seumuran dengannya tega menyelingkuhi istri mereka dan bermain perempuan di luar sana tanpa sepengetahuan istri mereka sampai akhirnya nanti perselingkuhan suami mereka ketahuan dan hubungan mereka berakhir dengan kata cerai. Baginya, melihat Marry yang mengandung anaknya membuat istrinya itu terlihat semakin cantik dari hari ke hari dan sangatlah mustahil bagi Henry untuk mencari perempuan-perempuan cantik lainnya di luar sana yang juga menginginkan dirinya, tetapi sedari kehidupan inkarnasinya yang terdahulu Henry sudah menetapkan dan bersumpah menjaga Marry seumur hidupnya sampai maut memisahkan.
Meski istrinya itu diam, Henry tahu bahwa istrinya sedang mencari-cari mantel musim gugur kesayangannya dan ia sengaja menanyai istrinya.
“Apa kau sudah menemukannya?”
“Lihatlah sekitarmu. Kau telah menemukannya.”
“Marry? Marry?”
“Ya? Huh? Apa?”
“Kau tidak apa-apa? Apa mau kubantu carikan mantel berhargamu itu?”
“Mantel berharga? Tunggu, dari mana kau tahu aku sedang mencari mantel?”
“Tempat tidur kita dipenuhi dengan baju-bajumu. Apa kau sudah memikirkan baju apa yang akan kau kenakan?”
“Pertama, aku harus menemukan mantel itu, tapi aku tak bisa meraih mantel itu karena dia ada di bawah tempat tidur…”
Henry maju dan mengecup kening Marry. Ia menunduk di samping tempat tidur mereka dan menemukan mantel yang dimaksud.
“Ini, mantel berhargamu.”
Bukan sekedar mengenal pria ini sedari mereka masih kecil, Marry merasa telah mengenal Henry lebih jauh sebelumnya. Ia menatap dalam kedua iris mata suaminya itu dan ia berjinggit sambil memegangi perut besarnya untuk mengecup pipi suaminya.
“Benar. Berharga.” dan ia berbalik menghadap cermin ketika kemudian ia berbalik kembali pada Henry dan mengecup bibir suaminya.
“Terima kasih.” ucap Marry. Henry pun berusaha merangkul Marry dengan hati-hati demi menyembunyikan wajahnya yang memerah.