Falko dan Ardian menikmati makan malam di cafe. "Woy bantuin gue dong!" ucap Ardian usai menyeruput milk-shake.
"Apaan?" tanya Falko berhenti mengunyah makanannya.
"Bantuin gue dapetin adik lo!" bisik Ardian. Mata Falko membelalak seketika.
"Lo serius mau dapetin adik gue? Lo beneran cinta sama dia?" Falko tak habis pikir dengan temannya yang satu ini. Bagaimana bisa dia jatuh cinta dengan sang adik secepat itu. Padahal baru sehari kenal.
"Iyalah gue serius, masa' gue bercanda sih!" jawab Ardian kembali menikmati milk-shake.
"Ya elah. Kalau lo beneran cinta sama adik gue tinggal tembak aja dia!" saran Falko mendapat jitakan dari Ardian.
"Lo mau kehilangan adik lo?" tanya Ardian.
"Maksud lo?" Falko bertanya balik.
"Harusnya gue yang tanya sama lo kenapa lo suruh gue nembak adik lo, ntar kalau dia mati gimana coba?" Tangan Falko melayang pada kening Ardian. "Aduh.. Sakit, bego!" ringis Ardian.
"Goblok sekali lo!"
"Lo yang goblok!" timpal Ardian.
"Jelas lo! Lo kagak paham maksud gue. Yang gue maksud nembak itu bukan pakai pistol, ya gue tau kalau nembak pakai pistol bisa bikin adik gue mati. Tapi kali ini bukan itu maksud gue. Gue minta lo buat nembak hatinya, tanya aja sama dia mau jadi pacar lo atau nggak, gitu doang susah amat lo!" jelas Falko dengan geram. Ardian mengangguk-angguk.
"Owh. Gue baru tau!"
"Makanya jangan asal nuduh lo, intropeksi diri dulu!" tutur Falko sembari menyendok sisa makanannya.
"Iye-iye gue ngaku salah. Gue bodoh! Maafin ye!" ucap Ardian.
"Hem."
Tak berselang lama, mereka meninggalkan cafe itu.
Cklek..
"Aku pulang!" ucap Falko menutup pintu kembali.
"Dari mana aja kamu, Kak!" Lelaki itu sontak terkejut kala mendapati sang adik melotot ke arahnya.
"Biasalah, anak muda, mainlah!" jawab Falko berjalan meninggalkan Claudia.
Twiwiwiwiwing..
Twiwiwiwiwing..
Twiwiwiwiwing..
Dering handphone Claudia mengalihkan atensinya. Gadis itu meraih benda pipih di meja tamu lalu menggeser ikon hijau yang tertera di layar. "Hallo Clau," sapa lelaki di seberang sana. Claudia menekan ikon merah tanpa menjawab sapaan itu. Pasalnya, ia tahu bahwa Ardian yang menelponnya dan hanya membuat malas.
Claudia menghampiri Falko di kamar. "Kakak, aku masuk kamar Kakak!"
Cklek...
Kedua mata Claudia terbelalak seketika kala mendapati sampah berserakan di lantai. Debu-debu banyak bertengger di tembok hingga barang-barang yang ada. "Apaan?" tanya Falko tengkurap di kasur.
"Astaga Kak. Ini kamar atau kandang kucing sih, kotor amat!" cibir Claudia menutup hidung guna menghindari masukan debu.
"Kandang kucing. Dah tau ini kamar masih nanya lagi! " jawab Falko mengubah posisi duduk.
"Hih.. Ya udah deh terserah Kakak. Aku ke sini cuma mau bilang, tolong bilangin ke Ardian, teman tercinta Kak Falko untuk tidak mengganggu aku, okey?" ucap Claudia berbalik badan lalu pergi.
"Dasar adik bawel!" cibir Falko kembali merebahkan tubuhnya.
"Claudia, kok belum tidur?" tanya Ciandra mendapati Claudia berjalan di lantai 2.
"Belum ngantuk Ma!"
"Kamu harus segera tidur. Besok sekolah!" pinta Reyno.
"Owh, ya sudah Ma, Pa. Aku ke kamar dulu!" Claudia yang awalnya berniat mencari camilan di dapur itu tak jadi. Ia kembali ke lantai tiga untuk segera tidur.
****
Ke esokan hari, Claudia bangun lebih awal. Matahari yang masih malu menampakkan diri membuat bumi temaram. Perempuan berambut lurus itu mendapati Bi Inah yang telah sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk keluarganya. "Nona Clau, cepet banget bangunnya, ini masih terlalu pagi loh!" ucap wanita paruh baya itu.
"Iya Bi, soalnya semalam aku tidur lebih awal!" jawab Claudia. Ia segera membersihkan diri dan berganti pakaian sekolah.
Tak berselang lama, suara decitan kursi mulai terdengar di ruang makan. Reyno, Ciandra dan Falko telah siap untuk sarapan. Claudia yang masih di kamar pun segera menyusul. "Selamat pagi, Mama, Papa, Kak Falko!" sapa Claudia.
"Pagi sayang," jawab Ciandra.
"Pagi juga anak Papa yang cantik!"
"Selamat pagi juga adikku yang bawel!" Kini Falko yang berbicara.
"Eits.. Bawel, gimana maksudnya?" tanya Ciandra mengambil nasi ke piring. Claudia menyipitkan mata sebelah menatap Falko sembari menempelkan telunjuk di bibirnya.
"Iya, dia itu bawel Ma!" jawab Falko.
"Bawelnya bagaimana?" Ciandra mengambil lauk untuk sang suami.
"Gampang kesel dia, contohnya tadi siang waktu Mama sama Papa masih kerja. Dia---" ucapan Falko dihentikan oleh tangan Claudia yang membungkam mulutnya.
"Sssstt.. Diaaaam!" pinta Claudia berbisik. Falko menjauhkan tangan Claudia dari mulutnya.
"Mmmm.. Nggak jadi deh, Ma. Takut kalau ratu marah.. Hahahaha!" ledek Falko.
"Aishh. Kalian ini Ada-ada saja! Sudahlah, cepat sarapan dan lekas berangkat sekolah!" tutur Ciandra dengan lembut.
Claudia lebih dulu menyelesaikan sarapannya. Ia bergegas mengambil sepatu di rak untuk dikenakannya. Gadis berhidung mancung itu lanjut merias wajahnya tipis. Mulai dari menabur bedak di wajah hingga mengoles lipbalm di bibir tipisnya. Claudia menatap diri di cermin. Merasa sudah cantik dan keren, ia keluar kamar dan segera masuk mobil.
Di sekolah, Claudia bertemu dengan kedua temannya. Kini mereka telah usai melaksanakan MPLS dan diperbolehkan masuk kelas yang sesuai. Claudia, Drena dan Kelly mendapatkan kelas 7G, kelas yang berada paling belakang dari lainnya. "Clau," panggil Kelly.
"Hem?" jawab Claudia memainkan jemarinya.
"Minta kontak Kakak kamu!" Kelly menyatakan keinginannya. Claudia mengeluarkan handphone dari saku guna mencari nomor whatsapp Falko.
"Nih, nomornya!" Kelly memasukkan nomor whatsapp Falko ke penyimpanan handphone-nya.
"Terima kasih!" ucap Kelly.
"Kenapa kamu baru minta sekarang?" tanya Drena.
"Kemarin lupa, asik bertatapan aja.. Hehehe!" Kelly menjawab jujur sembari memasukkan benda pipihnya ke saku. Drena menepuk jidat.
"Jujur amat sih, mbak.. Hehehehe!" sindir Claudia.
"Iyalah! Karena jujur itu baik!" jawab Kelly menyudutkan bibir.
"Anak baik!" puji Drena mengacungkan jempol.
"Baik-lah, emangnya kamu?" sahut Kelly.
"Iya, aku juga baik, iya kan, Clau?" Drena melirik Claudia.
"Aku iyain deh!" jawab Claudia.
Tak berselang lama, bel sekolah berbunyi, tiga perempuan itu memosisikan diri di bangku untuk segera mengikuti pelajaran.
****
Waktu istirahat tiba, para siswa/siswi SMP 05 Ganaspati berhamburan keluar kelas. Ada yang siap bermain bola, berjalan ke kantin hingga berpacaran di taman sekolah. Claudia, Kelly dan Drena membeli makanan di kantin. Disusul Falko, Ardian dan seorang pemuda gemuk yang berkulit sawo matang.
"Claudia!" panggil Ardian
"Apa?" respon sang pemilik nama sembari menoleh ke arahnya.
"Lo pesen apa aja sesuka lo, gue bayarin!" ucap Ardian membuat Claudia tak percaya.
"Hah? Beneran?"
"Iyalah. Masa' gue bohong sama lo, nggak mungkinlah!" jawab Ardian.
"Oke. Gue udah pesen nasi goreng sama es teh dan sekarang gue mau ambil kerupuk sama gorengan. Ntar lo bayarin ya!"
"Oke!" Ardian menghitung lembaran uang kertas di dompetnya. Tampak empat lembar uang abu-abu dan dua lembar uang kuning. Lelaki itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Kenapa ni?" tanya Kio, pemuda gemuk yang duduk di sampingnya.
"Duit gue nggak cukup buat bayarin pesenan Claudia! Lihat dia ambil gorengan banyak banget!" jawab Ardian berbisik lantaran tak ingin di dengar Falko. Sebab itu memalukannya. Kio dan Ardian menatap 7 gorengan di meja Claudia dan 2 plastik kerupuk kulit. Pemuda berkulir sawo matang itu tak mampu menahan gelak tawanya.
"Wakwakwakwakwak.. Makanya jangan sok-sokan... Awoagwoagwoag!" cibir Kio menyita perhatian Falko dan tiga perempuan di dekatnya.