"Selamat pagi kak Arion." Sapa Adira. Saat tanpa sengaja mereka bertemu didepan gerbang sekolah.
Arion balik tersenyum, "Pagi juga Adira, tumben udah berangkat?."
"Iya, soalnya ngga bareng kak Daniel." Jawab gadis itu sembari menunjukkan deretan giginya.
"Lo berangkat sendiri? Kenapa?." Tanya Arion
"Kalo nunggu kak Daniel kelamaan." Jawab Adira sambil memanyunkan bibirnya.
Arion terkekeh, "Mau bareng gue?."
"Eh jangan, aku ngga mau ngrepotin kak Arion." Tolak gadis itu
"Mana ada repot, justru gue malah seneng."
"Kenapa?."
"Jadi bisa deket sama lo." Ceplos Arion
Adira diam sejenak, "Kak Arion ngga ngerasa terganggu deket sama aku?."
"Kenapa harus keganggu? Kata lo kita temen."
"Iya sih."
"Nah ya udah, jadi lo mau pulang bareng gue?."
Adira terlihat berpikir, "Boleh, tapi ngga akan ada yang marah kan kak?. Aku ngga suka cari masalah."
"Siapa yang marah?."
"Pacar kak Arion."
"Kebetulan gue jomblo."
"Serius? Ngga mungkin kan kak Arion ngga ada yang mau."
"Kok ngejek, bukan ngga ada yang mau cuma belum ada yang cocok."
Adira mengangguk-angguk " Engga apa-apa, aku juga belum punya pacar."
"Ya udah jadi pacar gue aja." Sahut Arion yang disambut cubitan dari Adira.
"Kak Rion ngeledek ya?" Kata Adira.
"Kok ngeledek?."
"Mana mungkin aku sama kak Arion, nanti jadi kayak langit dan bumi."
"Kenapa gitu?."
"Karena kak Arion terlalu bersinar, buat aku yang cuma kepingan kacang."
"Lo juga bersinar, Lo cantik." Sahut Arion
"Engga."
"Iya, Adira. Siapa yang bilang lo ngga cantik?."
"Kak Daniel sering bilang gitu. Jadi kak Rion ngga usah bohong kalo cuma mau ngehibur aku." Ujar Adira.
"Gue ngga bohong." Arion berdiri di hadapan Adira, yang otomatis membuat gadis itu terdiam. Detik berikutnya Arion menatap Adira sembari mengusap rambutnya pelan. "Lo cantik, Adira." Katanya
Adira terdiam untuk beberapa saat, hingga seruan dari orang-orang membuatnya tersadar.
"Ciee."
Tiba-tiba Ryan datang sembari menepuk pundak Arion. "Hayo ngapain."
Arion berdecak, "Ck, ganggu aja."
"Idih, gitu lo sekarang sama gue."
"Hm."
"Lo lupa siapa yang selama ini bantuin lo biar bisa deket sama Adira?." Ryan berbisik di telinga Arion.
"Ngga ada tuh, gue usaha sendiri."
"Iya sih, gue ngga ngapa-ngapain."
"T*lol." Umpat Arion.
"Kak Rion aku ke kelas dulu ya." Pamit Adira pada Arion. Setelah itu ia berjalan pergi meninggalkan dua orang itu.
"Pulang sekolah nanti gue tunggu lo di gerbang." Teriak Arion.
"Kalian mau kemana?." Tanya Ryan penasaran.
"Kepo lo." Sahut laki-laki itu.
"Sombong sekali adik ini."
"Ya."
"Jadi beneran official?." Ryan kembali bertanya .
"Berisik lo jomblo."
"Lo juga jomblo btw."
"Gue kan jomblo berkelas, sedangkan lo?."
"Gue apa?."
"Lo jomblo ngenes."
"Setan."
***
"Kak Naufal." Panggil Adira sembari sedikit berlari mengejar Naufal.
Mendengar panggil itu Naufal menghentikan langkahnya. "Apa? Lo mau caper lagi sama gue?."
Adira mengernyit, "Siapa juga yang mau caper, aku cuma mau balikin ini." Kemudian ia memberikan sebuah coklat pada Naufal. "Makasih, setidaknya kak Naufal udah buat aku punya alasan untuk sembuh."
Naufal terdiam menatap coklat itu, "Ngga usah, lo ambil aja."
"Kenapa? Sebenarnya apa tujuan kak Naufal ngasih coklat ini ke aku?." Tanya Adira
"Iseng aja." Jawab Naufal santai.
"Iseng?." Adira tertawa getir, "Jadi menurut kamu perasaanku cuma bahan iseng? Are you serious? Setidaknya kalo kak Naufal ngga bisa balas perasaan orang, kakak bisa hargai sedikit aja kan."
Naufal menarik napas, "Adira, dari awal gue udah bilang kalo gue ngga suka lo."
"I know, tapi dengan kak Naufal ngasih aku coklat itu sama aja kak Naufal ngasih aku harapan." Ujar Adira.
Naufal mengernyit, "Gue ngga pernah ngasih harapan. Tapi lo sendiri yang selalu maksain perasaan lo ke gue."
"Bukan maksa, itu namanya effort. Tapi kalo emang caraku buat kak Naufal ngga nyaman ya aku bakal menjauh." Sahut gadis itu.
"Kenapa baru sekarang sadarnya? Apa karena sekarang lo udah dapet Arion?." Ujar Naufal sembari tersenyum miring.
"Iya, terus kenapa? Kak Naufal ngga suka?."
Naufal menaikkan satu alisnya, "Gue ngga peduli. Lagian nanti lo juga bakal tau gimana sifat asli Arion. Dia ngga sebaik yang lo kira."
"Oh ya? Dengan kayak gini aku malah jadi tau sifat asli kak Naufal."
"Gue emang gini, kalo lo ngga suka silahkan pergi." Suruh laki-laki itu.
"Of course, Kak Naufal tenang aja aku ngga sebodoh itu kok, bahkan tanpa kak Naufal suruh aku juga bakal pergi dan aku juga bakal menjauh sampe nantinya kak Naufal sendiri yang nyari aku."
"Engga akan, karena hari-hari terakhir tanpa lo adalah hari yang menyenangkan bagi gue."
"Oh ya? Congrats kalo gitu." Setelah mengatakan itu Adira pergi dari sana untuk menuju kedalam kelasnya.
***
Gadis itu berdiri di depan gerbang sekolah dengan matanya menatap kosong ke arah depan. Ia terlihat menghela napas untuk kesekian kalinya. Kejadian dengan Naufal hari ini membuatnya lebih sensitif. Apa lagi moodnya akhir-akhir ini juga tidak baik. Untung saja Adira termasuk siswi yang pendiam jadi tidak banyak oramg yang menyadari perubahan suasana hatinya.
Saat gadis itu masih melambung dengan pikirannya seseorang tiba-tiba melingkarkan jaket di pinggang gadis itu.
Adira tersentak, "Kak Naufal." panggilnya.
"Rok lo itu– merah." Ujar Naufal ragu.
Gadis itu membelalak, "Hah?." Dengan cepat ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Wajahnya terlihat bersemu merah. Rasanya Adira ingin menghilang sekarang juga.
"Makasih kak." Katanya sembari masih memalingkan wajah.
Naufal berdeham, "Lo ngga usah geer gue juga bakal ngelakuin hal yang sama kalo lo orang lain."
Adira menaikkan satu alisnya, "Aku tau, kak Naufal ngga perlu selalu bilang gitu."
"Gue cuma ngga mau lo salah paham lagi." Jawab Naufal.
Adira tersenyum, "Ngga akan, kak Naufal ngga perlu khawatir, dan makasih atas jaketnya nanti setelah di cuci bakal aku kembaliin."
"Adira." Panggil Arion.
"Permisi." Gadis itu berlari menghampiri Arion, kemudian ia menarik tangan laki-laki itu. Sedangkan sang empu hanya menurut sembari diam-diam mengukir senyum.
"Lo ngobrol apa aja sama Naufal?." Arion bertanya.
"Engga ada."
"Oke." Arion tidak ingin terlibat lebih jauh jadi ia mengakhiri rasa penasarannya. Setelah itu tidak ada suara lagi dari keduanya.
"Adira." Panggil Arion.
"Iya?."
"Kita mau kemana? Motor gue disana." Arion menunjuk tempat parkir motornya.
Gadis itu berhenti, "Oh iya, aku ngga tau." Ia menggaruk kapalanya yang tidak gatal.
Arion terkekeh, "lo di sini aja biar gue yang ambil motornya"
"O-oke." Adira akhirnya menunggu Arion mengambil motornya. Tak butuh waktu lama laki-laki itu kembali dan menghentikan motornya didepan Adira.
"Ayo naik." Suruh Arion. Tanpa banyak bicara gadis itu naik ke atas motor Arion. Setelahnya laki-laki itu segera menjalankan motornya.
"Adira."
"Hm?."
"Besok Naufal ada turnamen basket, lo mau nonton?." Tanya Arion
"Engga." Sahut Adira.
Arion mengernyit, "Kenapa?."
"Aku ngga suka basket." Jawab Adira asal.
"Tapi ini Naufal."
"Ya terus? Kak Naufal bukan segalanya." Balas Adira
Arion diam-diam mengukir senyum, "Jadi lo gak akan nonton kan?."
"Ngga."
"Mau jalan bareng gue?." Tawar Arion
"Kemana?."
"Terserah lo maunya kemana."
"Emm aku ngga tau." Jawab Adira seadanya.
"Mau lihat mall di pusat kota yang baru buka?." Tawar Arion
"Aku izin mama dulu ya."
"Mau gue bantu izinin?."
"Eh? ngga usah."
"Ngga apa-apa, barang kali kalo tante Sinta tau perginya bareng gue bakal di bolehin." Jelas Arion.
"Ngga usah, pasti di bolehin kok."
"Yakin?."
"Iya."
Arion menghentikan motornya didepan rumah Adira, kemudian ia mengukir senyum.
"Makasih kak Arion, maaf ya ngerepotin" Ujar gadis itu sembari turun dari motor.
"Engga ngerepotin sama sekali. Udah ya gue pamit."
"Iya, hati-hati."
"Oke, see you." setelah mengatakan itu Arion kembali menjalankan motornya menjauh dari kediaman Adira.