"Baru pulang, ra?." Seorang wanita paruh baya bertanya kepada Adira ketika melihat gadis itu berjalan masuk.
"Iya ma." Jawab Adira sembari mendudukkan tubuhnya di atas sofa.
"Kenapa baru pulang? Kak Daniel udah pulang dari tadi loh." Ujar Sinta heran.
Adira menunjukkan ekspresi kesal, "Mama tau? Kak Daniel ninggalin aku di depan sekolah." Adunya
"Heleh ngadu." Daniel menyahut dari dalam.
"Kenyataannya gitu." Adira tak mau kalah.
Kepala Daniel menyembul dari balik pintu dapur, "Tapi lo seneng kan bisa pulang bareng Naufal?." Tanya laki-laki itu dengan senyum mengejek.
"Naufal?." Adira terlihat gelagapan, "Siapa Naufal?." Tanya Sinta.
"Temen Daniel." Sahut Daniel.
Mama Adira mengernyit, "Kamu pulang bareng laki-laki?."
Gadis itu menggaruk kepalanya, "Itu terpaksa."
"Kenapa ngga bareng Arion?." Tanya Sinta tiba-tiba
"Hah?."
"Tadi Arion kesini." Jelasnya
"Ngapain?." Daniel bertanya penasaran.
"Nyari kamu." Jawab Sinta.
"Tapi aku gak deket sama kak Arion, ma."
Sinta mengerutkan keningnya, "Terus sama yang namanya Naufal deket?."
Adira menggeleng cepat, "Bukan gitu."
"Lalu?."
"Sedang mencoba untuk menjadi dekat." Cicitnya
"Astaga." Mama Adira menggeleng-geleng, "Maksud mama kamu sama Arion kan satu arah, rumahnya juga cuma beda komplek. Jadi mending kalo kakak kamu ngilang-ngilang bareng Arion aja"
"Kalo Adira emang gak mau gak usah dipaksa ma." Sahut Daniel.
"Engga maksa Daniel, mama kan cuma ngasih saran." Jelas Sinta
Adira mengangguk, "Iya ma." Detik berikutnya ia terlihat menepuk jidatnya, "Astaga lupa."
Sinta mengernyit,"Apa?."
Gadis itu mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya sembari tersenyum lebar, "Tanda tangan ya ma, aku pengen ikut camping."
"Camping?." Adira mengangguk antusias. "Tapi tempatnya jauh." Lanjut Sinta.
"kak Daniel juga ikut."
"Kamu sama Daniel itu beda, Daniel laki-laki jelas fisiknya kuat sedangkan kamu."
Adira tersenyum tipis, "Gak akan ma."
"Tetep aja mama khawatir."
"Ma, yang tau tubuhku itu aku sendiri. Dan aku yakin gak akan terjadi apa-apa." Ujar Adira, kemudian ia menatap Daniel seperti meminta pertolongan.
"Iya ma, Daniel bakal jagain Rara." Sahut Daniel.
Sinta berdiri,"Mama tanya papamu dulu, kamu bersih-bersih aja sana." Setelah mengatakan itu ia masuk kedalam kamar.
Adira menatap Daniel memohon, "Kak bantuin."
Laki-laki itu mengangkat bahu tanda tak tau, "Lo mandi aja sana, bau." Ujarnya sembari berpura-pura menutup hidung.
"Sialan." Adira melemparkan sebuah bantal sofa pada sang kakak. Daniel dengan sigap menghindar. Saat laki-laki itu hendak membalasnya Adira lebih dulu kabur.
"Woy jangan kabur."
***
Saat ini Adira tengah berjalan untuk menuju kelasnya. Namun tanpa sengaja netranya menangkap sosok Naufal yang sedang kesulitan membawa buku-buku yang terlihat lumayan banyak. Melihat itu sudut bibir Adira diam-diam terangkat. Dengan cepat ia berlari menghampiri laki-laki itu.
"Halo, kak Naufal." Sapanya pada Naufal.
Laki-laki itu hanya menjawabnya dengan dehaman, "Hm."
Adira memajukan bibir bawahnya, "Cuek banget." Cibirnya.
Naufal terlihat menghela napas, "Jangan ganggu gue." Pintanya.
"Kenapa?."
"Lo gak lihat gue lagi sibuk?."
"Lihat, maka dari itu aku kesini mau bantuin kak Naufal." Ujar Adira sembari menunjukkan deretan giginya.
"Gak perlu." Tolak Naufal
Adira menghela napas, "Kak Naufal, gak baik tau nolak orang yang mau berbuat baik." Ujarnya. Mau tidak mau akhirnya Naufal memberikan beberapa buku kepada Adira, "Nih."
Gadis itu tersenyum menerimanya, "Nah gitu, kata orang pekerjaan bakal lebih mudah kalo dikerjain bareng-bareng. Apa lagi kalo ngerjainnya bareng kak Naufal"
"Terserah." Sahut Naufal.
Adira masih tersenyum, "Kak Naufal ikut camping kan?."
"Hm."
"Itu artinya ikut atau ngga?."
"Ikut."
"Bagus deh."
Naufal menaikkan satu alisnya, "Kenapa?."
"Ya artinya aku gak akan kangen kak Naufal. Karena disana kita pasti ketemu terus." Ucap Adira dengan senyum lebar.
Naufal hanya menghela napas pasrah, "Sak karepmu." Ujarnya sembari berjalan terlebih dulu meninggalkan Adira.
"Kak Naufal tungguin." Gadis itu menyusul Naufal dengan sedikit berlari.
"Makanya lo jalannya jangan lelet." Cibir Naufal.
"Engga, kak Naufal aja yang jalannya cepet-cepet." Balas Adira tak mau kalah.
"Udah diem." Perintah Naufal.
Adira mengerucutkan bibirnya, "Dikit-dikit suruh diem." Gumamnya pelan.
"Kenapa gak suka?." Sahut Naufal.
Gadis itu menunjukkan raut wajah terkejut, "Ng-ngga gitu."
"Terus?."
"Ya kita kan lagi jalan bareng setidaknya bisa ngobrol, paling ngga basa basi. Tapi kalo mau lebih jauh lagi deeptalk juga gapapa." Ujar Adira panjang lebar.
Naufal menaikkan satu alisnya, "Deeptalk? Emang lo siapa?."
Adira tersenyum, "Kalo aku sih opsional, terserah kak Naufalnya mau nganggep siapa mau adek, temen, sahabat, adik kelas atau pacar juga gapapa."
"Ngga deh, makasih." Jawab Naufal tidak tertarik.
"Sebenernya aku lebih suka jadi pendengar dibandingkan pembicara." Ujar Adira tiba-tiba
Naufal mengernyit, "Gue nanya?."
"Ya ngga, Just Information."
"Urusannya sama gue?" Tanya Naufal.
"Karena kalo sama kak Naufal jadi kebalikannya. Aku yang lebih banyak ngomong dan kak Naufal sebagai pendengar." Jelas Adira.
"Harusnya lo sadar kalo gue gak banyak ngomong berarti gak tertarik sama lo." Balas laki-laki itu
Adira menggeleng cepat, "Engga, itu artinya kita perlu kenal lebih dalem lagi."
"Terserah." Sahut Naufal tidak habis pikir.
Saat ini mereka sudah sampai dikelas Naufal. Laki-laki itu segera menaruh buku-bukunya di atas meja dengan di ikuti Adira.
"Makasih." Ucap Naufal.
"Engga masalah, kalo kak Naufal butuh bantuan lagi bilang aku aja." Ujar Adira dengan senyum lebar.
"Engga makasih." Tolak Naufal.
"Ya udah deh kalo gitu, aku mau balik kelas dulu ya. Bye kak Naufal." Ucap Adira sembari melambaikan tangan. Kemudian ia berjalan keluar kelas.
***
Hari yang di tunggu pun tiba. Hari ini semua anak kelas 10 akan pergi camping ke daerah gunung. Memang setiap tahun siswa kelas 10 SMA Nusa Bangsa akan mengadakan camping.
Saat ini semua siswa sedang berkumpul di lapangan untuk berdoa bersama. Setelah itu mereka semua memasuki bus masing-masing.
Kebetulan bus yang Adira naiki sama dengan Naufal. Melihat itu Adira tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Maka ia berjalan mendekati kursi Naufal.
"Kak Naufal." Panggil Adira. Namun laki-laki itu sama sekali tidak mengindahkan panggilannya. Ia terlalu sibuk mendengarkan lagu dari earphonenya.
"Kak." Untuk kedua kalinya tidak ada jawaban dari lelaki itu. Akhirnya tanpa banyak bicara ia menduduki kursi disebelah Naufal yang kebetulan kosong.
Naufal terlihat tersentak, namun kemudian mengernyit, "Siapa yang nyuruh lo duduk disini?." Tanyanya.
"Kenapa? Engga boleh?." Adira balik bertanya.
"Engga." Jawab Naufal.
Adira menaikkan satu alisnya, "Tapi di sini ngga ada tulisan dilarang duduk."
"Emang gak ada, Itu larangan khusus dari gue buat lo." Sahut Naufal.
"So sweet." Adira tersenyum, "Tapi aku gak mau pergi." Lanjutnya.
Naufal menarik napas, "Lo tuh keras kepala banget ya." Ujarnya geram.
Adira tersenyum, "Ya namanya kepala kan emang keras."
"Bisa banget ya lo nyari jawaban." Ujar Naufal heran.
"Iya dong, semua ucapan kak Naufal bakal selalu aku jawab." Sahut Adira dengan menunjukkan deretan giginya.
"Gak sopan selalu jawab omongan orang yang lebih tua." Balas Naufal
"Lebih gak sopan lagi kalo diajak ngomong tapi gak natap orangnya." Ucap Adira yang lebih terdengar seperti sindiran bagi Naufal.
Naufal mengernyit, "Lo nyindir gue?."
"Engga, emang kak Naufal ngerasa gitu?." Tanya Adira
"Hm."
"Kalo kak Naufal emang ngerasa gitu ya aku gak tau." Sahut Adira.
"Lo–"
"Minggir." Ucap Audy tiba-tiba kepada Adira.
Gadis itu mengernyit, "Kenapa?."
"Lo masih nanya kenapa? Ini tempat duduk khusus panitia." Jawab Audy.
"Tapi gak ada tulisannya cuma boleh panitia yang duduk disini."
"Harusnya tanpa dijelasin lo bisa ngerti sendiri, karena disebelah lo Naufal yang berarti dia panitia."
"Tapi kak Naufal gak masalah aku duduk disini, iya kan kak Naufal?."
Naufal mengangkat bahu tanda tidak tau.
Audy terlihat menunjukkan ekspresi tak suka, "Peserta itu duduknya dibelakang."
"Tapi aku gak bisa duduk dibelakang." Jawab Adira
"Kenapa?."
"Karena mabuk perjalanan." Gumam Adira pelan.
Audy memutar bola matanya, "Gak usah lebay, cepetan pindah."
"Kak Audy tolong." Pinta Adira.
"Gue bukan kakak lo, lagian di sini gak ada Daniel yang bakal bantuin lo."
Gadis itu menghela napas, "Oke." mau tidak mau akhirnya Adira mengalah. Namun saat ia hendak berdiri tiba-tiba Naufal menahan tangannya.
"Gue benci bilang ini tapi lo gak perlu pergi kemana-mana." Ujar Naufal.
"Fal, tapi–"
"Kita di tugasin disini sebagai panitia buat jaga mereka tetep aman dy. Toh gak ada bedanya lo duduk di depan atau belakang. So, gak usah ribut." Pinta Naufal.
Audy menatap Adira tajam, "Awas lo." Ujarnya sembari berjalan ke arah kursi belakang.
Adira menoleh pada Naufal,"Apa?." Tanya laki-laki itu.
"Makasih." Ucapnya.
"Ngga usah geer, gue juga bakal lakuin hal yang sama kalo lo orang lain." Kata Naufal.
"Untungnya aku bukan orang lain." Ucap Adira.
"Terserah." Sahut Naufal. Diam-diam Adira tersenyum menatap laki-laki itu.