"Dek, tau ga?" tanya Farah antusias begitu memasuki kamar.
"Nggak!" jawab Nafsah ketus. Kedua sorot matanya fokus pada handphone di tangannya.
"Tunggu, deh. Teteh kan selalu curhat tentang dia ke kamu, tapi kamu ga pernah ngasih tau teteh tentang dia yang kamu suka, kenapa?"
"Yaa gapapa," jawab Nafsah tanpa menoleh.
Farah menjatuhkan tubuhnya disamping adiknya yang sedikit terlungkup di tempat tidur.
"Yaudah gini, teteh janji deh kalau kamu ada suka sama orang, teteh janji bakalan dukung kamu sama dia." Farah tersenyum aneh pada adiknya.
Nafsah menoleh sekilas pada Farah. "Bau-baunya ada yang lagi jatuh cinta, nih!" goda Nafsah. Mengalihkan pembicaraan.
Farah tertawa kecil. "Lagi seneng aja karna kejadiaan semalam." Farah mengingat kejadian saat Akbar membawanya ke rumahnya.
"Oh yang dikenalin sama calon mertua!"
Farah memukul lengan gadis disebelahnya, "Nanti Ummi sama Abi denger gimana?" katanya cemas.
"Ya biarin aja, sekalian siapa tau mau dikenalin sama calon mantu dan besannya." Nafsah tertawa garing.
"Besan siapa?"
Suara itu membuat kedua sorot mata mereka menoleh kearah pintu. Tampak Ummi diambang pintu, wanita itu memasuki kamar anak-anaknya.
"Eh..mmm.. bu-bukan siapa-siapa, Mi." Sahut Farah terbata.
Ummi menggelengkan kepalanya. Dia duduk ditepi kasur kedua putrinya, "Farah,"
Gadis pemilik nama itu menoleh, "Iya, Mi?"
"Ummi perhatikan kamu semenjak masuk SMA ini kok sering kali main hp, chat-an sama siapa?"
Farah menggigit bibir bawahnya, sedangkan Nafsah berusaha menahan tawanya. Farah sering menceritakan tentang Akbar pada adiknya yang satu itu, Nafsah juga tau bahwa kakaknya sering chating dengan Akbar.
"Sama siapa lagi kalau bukan doi!" Nafsah tertawa.
Farah lagi-lagi memukul lengan adiknya, membuat sang korban meringis kesakitan.
"Kamu pacaran?" tanya Ummi.
Gadis itu terdiam. "Ngga, Mi."
"Jangan bohong!"
Kini kakak beradik itu saling tatap, takut jika salah menjawab dan membuat Ummi marah.
***
"Sini!" Seorang gadis menarik tangan Farah, membawanya kesudut dekat kantin sekolah.
"Lepas, sakit!" Gadis itu melepas genggaman tangan gadis seumuran dihadapannya.
Vira tampaknya sedang kesal pada Farah, sampai-sampai tadi dia menggenggam kuat tangan Farah.
"Kamu baru kenal sama Akbar, kan?"
"Iya, terus kenapa?"
"Aku minta kamu jauhi dia!"
"Loh, kenapa? Emang kamu siapanya Akbar?" tanya Farah seolah menantang.
"Pacarnya!"
Farah terdiam, perkataan Vira barusan tepat melukai perasaannya. Gadis itu tak berkata-kata lagi, ia meninggalkan Vira disana.
"Hei! Aku belum selesai!" pekik Vira. Namun Farah sama sekali tak menoleh kebelakang.
Brukk!!!
Gadis itu sedikit terpental. Membuat lamunannya seketika buyar.
"Eh, maaf-maaf!" kata orang yang menabraknya.
Farah mengangkat wajahnya, tampak Bang Fatih yang ia tabrak tadi. Farah tersenyum tipis, kemudian melangkah meninggalkan Ketua OSIM itu.
"Dek!" Suara itu membuat langkahnya terhenti. Farah menoleh kebelakang.
"Kamu lagi kurang enak badan, ya?"
Farah menggeleng. "Ngga kok, Bang."
"Alhamdulillah kalau gitu. Hmm Abang mau nawari kamu jadi anggota OSIM, gimana?"
"Bukannya masa jabatan Abang bentar lagi habis, ya?"
"Iya, makanya Abang nawari kamu jadi anggota OSIM. Nanti abang bantu deh waktu seleksi, lumayankan nanti kamu bisa ikut jalan-jalan gratis waktu pelepasan anggota OSIM yang lama." Bang Fatih tersenyum.
Farah tampak berfikir sebentar, mengingat kewajiban apa yang akan ia tanggung jika terpilih menjadi anggota OSIM nantinya.
"Hmm oke deh, Bang." Gadis itu tersenyum tipis.
"Beneran, mau? Yaudah nanti Abang daftarkan, ya?" Bang Fatih tampak antusias.
Farah mengangguk dengan lukisan senyum yang menutupi kegundahan dihatinya saat ini, "Farah ke kelas dulu ya, Bang?"
"Oh iya-iya, hati-hati ya."
Gadis itu mengernyit. "Hati-hati?"
"Iya hati-hati, awas jatuh hatinya nanti sakit." Bang Fatih tertawa kecil.
Farah menggelengkan kepalanya. "Udah telat, Bang." Gadis itu melangkah meninggalkan Bang Fatih disana, tampaknya pria itu sedang memahami maksud perkataan Farah barusan.
"Woy!" Pria itu memukul meja dihadapan Farah.
"Astaghfirullah...!" Farah menatap Ghali kesal.
Ghali tertawa. "Lagi ngelamunin babang Ghali yang tamvan ini, ya?" Pria itu duduk di kursi tepat dihadapan Farah.
"Ih, kepedean! Anak siapa, sih?"
"Anak Bapak Hamdan dan Ibu Ani." Ghali tertawa.
"Hah?!"
"Lagi pada ngapain?" Tika duduk disamping Farah.
"PDKT!" Jawaban Ghali membuat Farah menatapnya tajam.
"Serius?" tanya Tika tak percaya.
"Iya, kamu sih ganggu aja." Ghali tertawa kecil.
Farah menggelengkan kepalanya, mengalihkan pandangan dari kedua teman sekelasnya.
Kelas tampak sunyi pagi ini, belum banyak yang datang. Padahal sebentar lagi jam menunjukkan pukul 07:15 dan bel masuk akan segera berbunyi.
Tika dan Ghali memperhatikan Farah yang tampak murung. Sementara Farah sepertinya tak sadar jika sedang diperhatikan.
"Kamu lagi ada masalah, ya? Cerita, dong." Suara Tika membuat Farah menoleh padanya.
Gadis anggun itu tersenyum tipis. "Ngga, kok."
"Ngga-ngga, bilang aja siapa yang buat kamu sedih gini? Biar babang tamvan kasih pelajaran matematika biar kapok dia!" kata Ghali sedikit bercanda.
"Aku boleh curhat sama kalian? Kita kan udah deket nih, boleh?" tanya Farah ragu.
"Boleh, dong!" Tika terseyum.
"Boleh banget!" Ghali tampak antusias ingin mendengar Farah curhat.
Farah tampak ragu untuk menceritakan beban dihatinya. Ia menunduk beberapa kali, kini ia siap untuk menceritakan keluh kesahnya pada teman-teman yang sudah menunggu dari tadi.
"Akbar sama Vira pacaran, ya?" lirihnya.
"Hah?!" Respon dari Tika dan Ghali kompak.
"Kamu suka sama Akbar?" tanya Tika. Farah tak menjawab.
"Aku kurang tau kalau soal itu. Kamu sakit hari gara-gara Akbar sama Vira?" tanya Ghali.
"Sebenarny--"
Seketika suara heboh terdengar dari luar kelas, semua berlari keluar untuk melihat sumber keributan.
Ghali yang lebih dulu bangkit dan berlari keluar, disusul oleh Tika yang menarik tangan Farah. Mereka berdesakan untuk melihat siapa pembuat onar pagi-pagi begini.
Suara pecahan kaca terdengar, darah segar dari pelipis seorang pria yang berkelahi di koridor membuat beberapa wanita berteriak histeris.
"Astaghfirullah, Bang Fathur!" Farah berlari, menerobos keramaian.
"Farah!" Suara Tika terdengar samar ditutupi kehebohan pagi ini.
Gadis itu menarik tangan pria yang ia kenal, gadis itu tampak khawatir dengan luka dipelipis dan sekitaran wajah Bang Fathur.
"Hentikan!!!" Suara gadis itu membuat Bang Fathur menoleh kebelakang.
Sorot matanya menatap gadis itu, seketika tatapannya berubah, seolah api didalam diri pria itu padam.
"Cukup! Udah, Bang!"
Hening. Semua memperhatikan gadis cantik yang mungkin tak sadar jika tangannya masih memegang tangan Bang Fathur.
Gadis itu menatap Bang Fathur kesal. Bagaimana bisa dua orang abangan kelas itu mengubah suasana cerah pagi ini? Sorot mata Farah kini terarah pada pria yang berkelahi dengan Bang Fathur.
'Dia lagi.'
♡♡♡