Read More >>"> Cinta di Sepertiga Malam Terakhir (Part 2 - Tamu Bunda) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
MENU 0
About Us  

"Ke kantin, yuk?" Ajak Tika teman sebangku Farah.

Farah mengangguk. "Tapi temenin aku dulu ke ruang guru, mau ngumpul tugas, nih." Gadis itu menunjukkan beberapa buku ditangannya.

Tika mengiyakan. Mereka keluar kelas beriringan menuju ruang guru. Pandangan mereka langsung menangkap kerumunan didepan kelas XII IPA 1, kelas Bang Fatih dan Bang Fathur yang akan mereka lewati untuk tiba di ruang guru.

"Kayaknya ada yang berantem tuh, Rah." Mata Tika sibuk mencari sumber kerumunan tersebut.

Langkah mereka semakin dekat pada kerumunan tersebut, beberapa guru dan murid lainnya banyak yang berlari agar tak ketinggalan info keributan hari ini.

"Sudah, Nak!" Tampak Bu Ila seorang Guru Bahasa Arab sedang melerai pertengkaran kedua abangan kelas itu.

Keadaan semakin ricuh, heboh, dan tak terkendali. Pasalnya yang bertengkar adalah Bang Fathur dan satu abangan kelas lainnya yang tak dikenal oleh Farah.

"Udah ga heran kalau Bang Fathur berkelahi." 

Farah dan Tika tampak terkejut saat Bang Fathur menarik kerah baju lawannya itu ke tengah lapangan dan melemparnya disana. Mata mereka membulat sempurna, langkah mereka terhenti menatap kerumunan yang mengikuti langkah Bang Fathur ke lapangan.

"Ayo kita kumpul tugas dulu, itu bukan urusan kita!" Tegas Farah yang menarik tangan Tika ke ruang guru.

Namun mereka tak melihat guru yang dimaksud untuk mengumpul tugas itu, akhirnya Farah hanya meletakkan buku tugasnya diatas meja guru itu.

"Astaghfirullah. Kok ga siap-siap sih itu mereka berantemnya?" Farah menggelengkan kepalanya.

Sepertinya Bang Fathur memang sulit untuk dikendalikan, buktinya hampir seluruh guru turut serta memisahkan mereka namun Bang Fathur tetap tak bisa dipisahkan jika bukan dari keinginannya sendiri.

"Kak!" Tika memanggil kakakan kelas yang baru keluar dari kelas XII IPA 1.

"Iya, Dek?"

"Itu Bang Fathur berantem karena apa, ya?" tanya Tika penasaran.

"Kurang tau, Dek. Masalah pribadi kayaknya, soalnya dari dulu mereka memang ga akrab gitu kayak ada masalah dari awal. Asal mereka jumpa dan ada masalah sepele ya gitu, langsung berantem." Jelas Kakak itu.

Mereka mengangguk, mengucapkan terima kasih kemudian berlalu menuju kantin.

Sorot mata Farah masih memperhatikan kedua pria yang berkelahi di tengah lapangan itu. Namun tak sengaja tatapannya bertemu langsung dengan Bang Fathur, mereka saling tatap dengan jarak yang tak terlalu jauh.

Bang Fathur tampak seolah terhipnotis dengan tatapan Farah, pria itu terdiam. Beberapa kali lawannya memberinya pukulan yang sangat kuat, namun pria itu masih terdiam dengan kedua matanya yang menatap Farah lekat.

"Tika," lirih Farah yang membuat langkah kedua gadis itu terhenti.

Tika menoleh pada gadis disebelahnya. "Ada apa?"

"Bang Fathur," lirih gadis itu.

Tika mengalihkan pandangannya pada Bang Fathur yang mulai tampak reda amarahnya. Perkelahian itu berhasil dihentikan oleh beberapa guru laki-laki yang ada disana. Namun anehnya Bang Fathur masih menatap Farah, seolah tatapan itu memiliki maksud tertentu.

***

"Dek,"

Farah menoleh pada pria yang kini telah berada disebelahnya menyusuri koridor sekolah untuk menuju gerbang sekolah.

"Kenapa, Bang?" tanya gadis itu tak mengerti kenapa tiba-tiba Bang Fathur menghampirinya.

"Mau pulang bareng?" Pria itu menawarkan.

Farah menghentikan langkahnya, langkah Bang Fathur ikut terhenti. Ia menatap abangan kelasnya itu tak percaya.

"Ini aku ga salah denger? Satu-satunya abangan kelas terkiller ngajakin aku pulang bareng?" Farah tertawa kecil.

Bang Fathur tersenyum tipis. "Yaa sekali-sekalikan gapapa, Dek."

"Tapi kenapa aku, Bang?"

"Abang pengennya kamu, gimana?"

Farah menggelengkan kepalanya, senyumannya kali ini benar-benar membuat orang tak dapat mengalihkan pandangan dari wajahnya.

"Farah!" Seorang pria menghampiri dari arah belakang.

"Yuk, jadikan?" Kini Akbar telah berada disamping kiri gadis itu, sementara Bang Fathur berada disampig kanannya.

"Udah janjian rupanya. Abang duluan, ya." Bang Fathur berjalan lenggang meninggalkan mereka.

Farah tak bisa berkata apa-apa lagi, gadis itu mengikuti langkah Akbar yang berjalan didepannya. Hingga tiba di parkiran sekolah, Akbar mengeluarkan motornya.

"Boncengan? Ngga maulah." 

"Lah, jadi kamu mau naik apa? Udah bareng aja biar cepet." Akbar menyalakan mesin motornya yang terdengar seperti anak-anak geng motor jalanan itu.

Farah tampak berfikir sebelum ia naik keatas motor itu. "Awas loh ya, jangan deket-deket!" Tegasnya. Tentu saja Farah tak ingin bersentuhan dengan lawan jenisnya.

Akbar mengernyit, "Palingan juga kamu yang merosot duduknya." 

Tak sampai sepuluh menit, kini mereka telah memasuki pekarangan rumah Akbar yang cukup luas dengan bangunan tingkat didalam pagar berwarna putih itu.

Akbar menghentikan motornya tepat didepan garasi mobil. "Turun," titahnya.

"Udah sampai?" Farah memonitor sekelilingnya yang penuh dengan tanaman hijau.

"Belum."

"Terus kenapa aku disuruh turun?"

"Emang kamu mau tidur di motor ini? Ya turunlah, udah sampai!" Akbar sedikit terkekeh.

Farah mengikuti perintah pria itu, matanya masih menatap bangunan megah dihadapannya.

"Ini rumah kamu?" tanya gadis itu.

"Bukan."

"Terus ini rumah siapa?"

"Rumah orang tuaku!"

Farah menatap Akbar datar.

"Kamu sih banyak tanya. Ayo masuk." Akbar membuka pintu depan rumahnya yang tak terkunci.

"Assalamu'alaikum," ucap mereka bersamaan.

"Wa'alaikumussalam." Seorang wanita yang baru keluar dari kamar menjawab salam.

Akbar tersenyum padanya, wanita itu balas tersenyum. "Ini Farah?" Wanita itu menghampiri Farah.

"Iya, Bu." Gadis itu mencium punggung tangan wanita yang diduga adalah ibunya Akbar.

"Cantik sekali kamu." Puji wanita itu yang tak lepas senyum diwajahnya saat menatap Farah.

Farah diminta duduk di ruang tamu, ditemani oleh kedua Adik Akbar yang masing-masing memegang handphone ditangannya. Bundanya Akbar sepertinya ke dapur, sementara Akbar sendiri telah berada dilantai atas, mungkin kamarnya disana dan dia sedang mengganti pakaian.

Gadis itu memonitor seisi ruangan, hingga matanya menangkap dua anak lelaki dihadapannya.

"Kalian namanya siapa, Dek?" tanya gadis itu ramah.

"Aku Mumtaz, kalau adikku itu Zidan, Kak," jawab Mumtaz. Matanya masih memperhatikan layar handphone-nya miring, sepertinya dia sedang bermain game.

"Mumtaz kelas berapa sekolahnya?"

"Kelas 2 SMPN 1, Kak."

"Oh, ya? Kenal sama Nafsah ga, Dek? Dia adik Kakak, kelas 2 juga di SMPN 1." Farah tersenyum memperhatikan kedua lelaki itu.

"Sekelas, Kak." Sorot mata Mumtaz masih tak lepas dari layar handphone-nya.

Farah mengangguk, sekarang ia tau bahwa Mumtaz adiknya Akbar itu sekelas dengan adiknya, Nafsah.

"Kalau Dek Zidan kelas berapa sekolahnya?" tanyanya pada lelaki disamping Mumtaz. Mereka tampak sebaya, mungkin selisih usia mereka tak jauh.

"1 SMP, Kak. Sama di tempat Bang Mumtaz juga sekolahnya." Zidan mematikan handphone-nya, menatap Farah, tersenyum.

Benar dugaan gadis itu, Mumtaz dan Zidan hanya berbeda setahun. Sedangkan Mumtaz dan Akbar selisih dua tahun. Farah dan adik-adiknya masing-masing selisih dua tahun.

"Bunda tadi ke dapur, Dek?"

"Iya, Kak," jawab Zidan.

Farah mengangguk, ia tau dimana letak dapur, karena ia melihat bunda berjalan kearah sana. Ia beranjak dari sofa empuk berwarna hijau itu, kemudian berjalan menuju dapur.

Matanya menangkap wanita yang mungkin sebaya umminya, gadis itu tersenyum tipis dan berjalan menghampirinya.

"Bunda mau masak apa?" tanya gadis itu saat melihat wanita disampingnya sedang mengaduk sup didalam panci berukuran sedang.

"Eh, Farah," Bunda tersenyum, "Udah siap kok ini masakannya semua."

Sorot mata gadis itu menatap banyak sekali makanan diatas meja makan yang cukup lebar itu, "Kenapa banyak kali Bunda masak?" tanyanya.

Wanita itu tersenyum. "Kamu, tau? Bunda perhatikan sejak Akbar kenal sama kamu, dia berubah jadi lebih disiplin, sholat tepat waktu, pokoknya yang baik-baiklah. Bunda bilang, dihari ulang tahunnya nanti dia harus mengajak orang yang udah buat dia berubah ke rumah. Dia membuktikannya, hari ini dia ajak kamu ke rumah." Bunda menoleh pada Farah, tersenyum.

"Hari ini Akbar ulang tahun, Bun?" Farah membulatkan matanya, sungguh dia tidak tau jika Akbar berulang tahun hari ini.

"Iya. Dia ga bilang?"

Farah menggeleng, "Boleh Farah ucapin sama Akbar sekarang, Bun?"

"Tentu saja, kamar Akbar ada diatas. Ajak Zidan bersamamu kesana." Bunda menatap Farah sekilas dengan senyuman tipis diwajahnya.

Gadis itu antusias, ia memanggil Zidan dan memintanya untuk menemaninya ke tempat dimana Akbar berada.

Tepat dilantai atas, Zidan membuka pintu kamar Akbar. Tampak pria itu sedang menyisir rambutnya didepan cermin.

"Bang! Kak Farah, nih."

Farah berdiri diambang pintu, matanya memonitor kamar yang cukup lebar itu, sayangnya hanya berantakan saja.

"Kenapa?" Akbar berjalan ke arah pintu.

"Kamar kamu berantakan, ya." Farah menggelengkan kepalanya.

Akbar menunjukkan deretan giginya. "Namanya juga laki-laki."

"Laki-laki ga harus gini juga, diberesin nanti kamarnya jangan berantakan gini!"

"Iya-iyaa siap, Buk!"

"Kata Bunda kamu ulang tahun hari ini?"

"Iyaa, makasih."

Farah mengernyit, "Kok makasih?"

"Aku tau kamu mau ngucapin selamat ulang tahunkan? Yaudah makasih."

"Perasaan!"

Akbar terkekeh melihat ekspresi Farah. Mereka berjalan menuruni anak tangga bersama Zidan dibelakang, membahas beberapa hal.

"Eh itu Akbar udah turun." Suara Bunda membuat mereka menoleh ke ruang tamu.

"Hai, Akbar. Selamat ulang tahun, ya!" Gadis itu memberikan paperbag berwarna hitam pada Akbar, entah apa isi didalamnya.

"Makasih, Vir." Akbar menerimanya dengan senyuman.

Farah menatap lekat wajah gadis itu, sepertinya ia mengenalnya. Gadis itu menatap Farah sinis.

"Farah, kenalin ini Vira kawan sekelasku. Kebetulan rumahnya dekat sini." Akbar mengenalkan Farah pada gadis dihadapan mereka.

Farah tersenyum dan menjabat tangan gadis itu, ia menerimanya dengan senyuman tipis diwajahnya. Sepertinya gadis itu tak suka jika Farah akrab dengan Akbar, mungkin Vira menyukai Akbar.

"Udah kenalannya, ayo kita makan Ayah udah lapar, nih." Ayahnya Akbar mengelus perutnya yang sedikit buncit.

"Iya ayo kita makan Bunda udah masak banyak, Vira ikut makan bareng kita, ya?" Bunda menawarkan.

Vira mengangguk. Mereka semua melangkah menuju meja makan, Farah yang lebih banyak bercerita dengan Akbar, membuat gadis dibelakang mereka tampak cemburu.

"Bang Akbar! Pilih yang disebelah apa yang dibelakang?" goda Zidan.

"Yang disebelah, dong!" Akbar menatap Farah.

"Kenapa?" Kali ini Mumtaz yang bersuara.

"Karena yang disamping selalu membersamai dalam suka dan duka tanpa pernah berfikir untuk meninggalkan!" Akbar tertawa.

"Siapa yang ngajarin gitu?" tanya Bunda sambil menggelengkan kepalanya, senyuman juga tak lepas dari wajahnya.

"Ayah!"

Semua sorot mata menatap ayahnya Akbar yang sudah siap-siap hendak makan. "Apa?" tanya Ayah dengan raut wajah bingung yang membuat mereka semua tertawa. 

♡♡♡

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Moment
296      257     0     
Romance
Rachel Maureen Jovita cewek bar bar nan ramah,cantik dan apa adanya.Bersahabat dengan cowok famous di sekolahnya adalah keberuntungan tersendiri bagi gadis bar bar sepertinya Dean Edward Devine cowok famous dan pintar.Siapa yang tidak mengenal cowok ramah ini,Bersahabat dengan cewek seperti Rachel merupakan ketidak sengajaan yang membuatnya merasa beruntung dan juga menyesal [Maaf jika ...
Te Amo
422      284     4     
Short Story
Kita pernah saling merasakan titik jenuh, namun percayalah bahwa aku memperjuangkanmu agar harapan kita menjadi nyata. Satu untuk selamanya, cukup kamu untuk saya. Kita hadapi bersama-sama karena aku mencintaimu. Te Amo.
AMBUN
414      291     1     
Romance
Pindahnya keluarga Malik ke Padang membuat Ambun menjadi tidak karuan. Tidak ada yang salah dengan Padang. Salahkan saja Heru, laki-laki yang telah mencuri hatinya tanpa pernah tahu rasanya yang begitu menyakitkan. Terlebih dengan adanya ancaman Brayendra yang akan menikahkan Ambun di usia muda jika ketahuan berpacaran selama masa kuliah. Patah hati karena mengetahui bahwa perasaannya ditiku...
Hyeong!
149      128     1     
Fan Fiction
Seok Matthew X Sung Han Bin | Bromance/Brothership | Zerobaseone "Hyeong!" "Aku bukan hyeongmu!" "Tapi—" "Seok Matthew, bisakah kau bersikap seolah tak mengenalku di sekolah? Satu lagi, berhentilah terus berada di sekitarku!" ____ Matthew tak mengerti, mengapa Hanbin bersikap seolah tak mengenalnya di sekolah, padahal mereka tinggal satu rumah. Matthew mulai berpikir, apakah H...
Million Stars Belong to You
452      234     2     
Romance
Aku bukan bintang. Aku tidak bisa menyala diantara ribuan bintang yang lainnya. Aku hanyalah pengamatnya. Namun, ada satu bintang yang ingin kumiliki. Renata.
SERENA (Terbit)
17200      3076     14     
Inspirational
Lahir dalam sebuah keluarga kaya raya tidak menjamin kebahagiaan. Hidup dalam lika-liku perebutan kekuasaan tidak selalu menyenangkan. Tuntutan untuk menjadi sosok sempurna luar dalam adalah suatu keharusan. Namun, ketika kau tak diinginkan. Segala kemewahan akan menghilang. Yang menunggu hanyalah penderitaan yang datang menghadang. Akankah serena bisa memutar roda kehidupan untuk beranjak keatas...
GLACIER 1: The Fire of Massacre
575      457     2     
Fantasy
[Fantasy - Tragedy - Action] Suku Glacier adalah suku yang seluruhnya adalah perempuan. Suku damai pengikut Dewi Arghi. Suku dengan kekuatan penyegel. Nila, anak perempuan dari Suku Glacier bertemu dengan Kaie, anak laki-laki dari Suku Daun di tengah serangan siluman. Kaie mengantarkannya pulang. Namun sayangnya, Nila menjatuhkan diri sambil menangis. Suku Glacier, terbakar ....
She Is Mine
327      213     0     
Romance
"Dengerin ya, lo bukan pacar gue tapi lo milik gue Shalsa Senja Arunika." Tatapan Feren makin membuat Shalsa takut. "Feren please...," pinta Shalsa. "Apa sayang?" suara Feren menurun, tapi malah membuat Shalsa bergidik ketakutan. "Jauhin wajah kamu," ucapnya. Shalsa menutup kedua matanya, takut harus menatap mata tajam milik Feren. "Lo pe...
Nina and The Rivanos
9578      2328     12     
Romance
"Apa yang lebih indah dari cinta? Jawabannya cuma satu: persaudaraan." Di tahun kedua SMA-nya, Nina harus mencari kerja untuk membayar biaya sekolah. Ia sempat kesulitan. Tapi kemudian Raka -cowok yang menyukainya sejak masuk SMA- menyarankannya bekerja di Starlit, start-up yang bergerak di bidang penulisan. Mengikuti saran Raka, Nina pun melamar posisi sebagai penulis part-time. ...
TO DO LIST CALON MANTU
1235      563     2     
Romance
Hubungan Seno dan Diadjeng hampir diujung tanduk. Ketika Seno mengajak Diadjeng memasuki jenjang yang lebih serius, Ibu Diadjeng berusaha meminta Seno menuruti prasyarat sebagai calon mantunya. Dengan segala usaha yang Seno miliki, ia berusaha menenuhi prasyarat dari Ibu Diadjeng. Kecuali satu prasyarat yang tidak ia penuhi, melepaskan Diadjeng bersama pria lain.