Read More >>"> My Idol Party (Bab 1) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - My Idol Party
MENU
About Us  

Ibuk bekerja jadi akuntan disalah satu kantor layanan pajak milik swasta. Aku pernah beberapa kali diajak ibuk kesana, katanya sekadar lihat-lihat dan cari pengalaman. Teman ibuk yang namanya Tante Wina itu juga sibuk banget memintaku yang sebentar lagi lulus ini buat kuliah akuntansi, mereka apa nggak pernah tahu atau pura-pura lupa, kalau setiap penerimaan rapot nilai matematikaku itu banteng—istilah yang diucapkan temen-temen sekelasku kalau dapat nilai jelek. 


Karena hidupku cuma berdua dengan ibuk, di rumah, kami persis melakukan banyak hal sama-sama, kecuali kalau aku lagi main gim, sudah pasti sembunyi-sembunyi dari ibuk. Seperti sekarang, di hari Senin yang sialnya gerimis ini, ibuk lagi-lagi mengingatkan aku soal jangan mengeluh, hujan ini adalah berkah katanya, sebab mukaku sudah masam saat keluar dari kamar, membayangkan tidak bisa jajan keluar gedung sekolah. 


Kami sarapan nasi uduk langganan Ibuk, yang herannya aku tidak pernah bosan meski harus makan ini lima kali dalam seminggu, karena kalau weekend ibuk pasti masak. Dan, ini adalah sekian dari banyaknya pembicaraan kami di meja makan, apalagi kalau bukan soal, “Sera, kamu mau kuliah dimana? Dan ambil jurusan apa?”


Semenjak kelas tiga, pertanyaan ini seperti sebuah rutinitas baru untuk ibuk, yang kalau tidak dilakukan rasanya ada yang hilang. Hal itu mengharuskan aku menjawab pertanyaannya dengan alasan yang berbeda setiap hari. Seperti, belum mendapatkan kampus idaman, bingung ambil jurusan, tunggu referensi dari sekolah lah, atau yang paling klise adalah, “ya lihat nanti saja ya, Buk.”


“Mau lihat sampai kapan Ibuk ini?”


“Ya, kan Sera lulusnya masih lama juga, Buk. Masih empat bulan lagi. Alumni-alumni yang biasanya ngasih selebaran brosur juga belum ada yang dateng,” keluhku yang lupa bahwa waktu berjalan semakin ligat setiap harinya, dan aku masih santai dengan nasibku yang belum terang ini. 


“Kalau bisa, usahakan dapat yang negri, bisa jadi ibuk sudah tidak kuat membiayai kamu kuliah nanti. Ikutlah itu seleksi bersama masuk universitas, atau ambil tes beasiswa."


Perkataan yang mungkin jika aku adalah Kiara, akan menjadi sebuah penyemangat tersendiri. Tetapi di telingaku, ucapan ibu melahirkan ketakutan sekaligus sebuah ancaman mutlak yang mau tidak mau mengharuskan aku masuk ke universitas negri.


Ibuk curang, dia baru empat puluh lima tahun. Setidaknya aku harus mendoakan ibuku berumur panjang agar bisa melihatku wisuda entah di kampus mana nanti aku berada. Setidaknya juga, usia pensiun kan lima puluh tiga, jadi ibuk masih punya waktu sekitar tujuh tahun lagi untuk bekerja. 


Jika pemikiran seperti ini membuatku dicap sebagai anak durhakan karena meminta ibunya terus bekerja, maka aku tidak apa-apa jika harus tidak mengenyam bangku kuliahan, toh di universitas sekarang belum ada jurusan gim kan? Hehehe.

 
Namun, ibuk tetaplah ibuk. Entah ada atau tidak pikiran seperti itu di kepalaku, semenjak Bapak tidak ada, Ibuk menanggung beban mencari nafkah dengan baik, dia tidak akan rela melihatku kesusahan. Masuk ke universitas negri adalah salah satu alasan ibuk supaya aku berhenti berman gim dan melupakan cita-cita yang terus menerus aku jelaskan padanya. 


“Kok diem? Kalau diem ibuk anggap kamu menyanggupinya.”


“Ya, enggak gitu juga kali, Buk. Sera kan masih mau jadi gam—” kata-kataku terputus lalu  langsung dihadiahi ibuk oleh sebuah tatapan tajam.


“Kamu boleh jadi gamers,” ucapan ibuk menggantung di udara, membuatku menanti dengan tidak sabar, apakah ada kemungkinan jika ibu sudah berubah pikiran? “Tapi nanti, kalau ibuk sudah menyusul Bapakmu. Sekarang, kamu harus jadi sarjana dulu.”


Lalu, pagi yang diawali dengan percakapan semacam itu, akan berakhir dengan dingin, sedingin pohon anggrek ibuk yang kehujanan di teras rumah. 


***


Sampai di kelas, Karis sudah nangkring di meja kami dengan anggunnya membuka buku catatan, “Loh, emang ada PR?” aku yang sedang dihantui perkataan ibuk, makin mendung saja jika hari ini aku kelupaan mengerjakan PR, terlebih PR dari pelajaran yang tidak aku sukai. 


“Ketauan, pasti ini adalah muka-muka yang abis begadang main gim semaleman,” Karis mencibirku sepagi ini, astaga. Tapi perkataannya memang benar. Semalam aku main gim sampai pukul satu dini hari, karena ada paket hadiah yang harus kuambil, berisi satu set pakaian dengan tema keong cinta.

 
Gim yang sedang aku mainkan setahun terakhir ini  adalah jenis gim dengan ritme musik yang mirip dengan Guitar Hero, bedanya gim ini adalah 3D dengan fitur drees up, kita bebas mix and match model dengan pakaian yang kita dapat dari mall atau dari event yang sedang diselenggarakan. Apalagi, event akan direset setiap minggu dan temanya juga tergolong bervariasi. Di dalam gim, kita juga bisa menikah, memiliki anak, membangun rumah, dan mencari harta karun di pulau. Nggak kalah dengan game RPG seperti Toram Online dan MOBA seperti Mobile Legends yang sempat aku mainkan juga, Idol Party ini juga punya sistem tanding seperti tari match up ataupun ranked. Dengan waktu main yang lebih singkat, aku jadi bisa banyak mencuri waktu dari ibuk. 


Walaupun kesan pada gim ini seperti sangat feminim, tapi banyak juga laki-laki yang memainkan model gim ini. Aku juga tidak keberatan memainkan gim laki-laki yang notabone lebih sulit dari menamatkan gim bounce di ponsel. Aku punya tim e-sport, —dulu sih. Sekarang juga masih, tapi sejak SMA, mencuri waktu ke basecamp bahkan lebih sulit dari pada pelajaran fisika. 


“Yee, yang bener, sih Ris. Ada PR atau enggak?”


“Enggak ada, Serayu Wening Setiaji.” Sontak jawaban itu membuatku aku tersenyum lega. Karis adalah satu-satunya orang yang know me so well. Meskipun bawelnya sama dengan ibuk bagai pinang dibelah dua, setidakya Karis tidak pernah menghakimi cita-citaku yang orang bilang tidak punya masa depan ini. Karis selalu berpandangan luas dan bisa melihat segala sesuatu dari banyak sisi, termasuk era e-sport seperti sekarang. 


“Minggu depan kita harus udah mulai bimbel kan ya?” Tanya Karis yang langsung melupakan pembicaraan PR. Bimbel ini seperti kegiatan setiap anak kelas tiga untuk datang masuk lebih awal menjelang Ujian Nasional, yang artinya, jika waktu masuk kelas biasanya pukul tujuh lewat lima belas menit, maka kita harus masuk ke kelas pukul enam pagi, dan itu dilakukan setiap Senin dan Kamis.

 
“Oh iya ya, semakin dekat kita dengan realita,” ucapku sambil meletakkan kepala ke meja untuk menatap wajah Karis yang sama khawatirnya.

Kami berdua mempunyai tanggung jawab yang sama untuk masuk ke perguruan tinggi, bagaimanapun caranya. Bedanya, Karis lebih serius, sementara aku?


“Gimana kalau kita nggak usah kuliah? Cari kerja aja,” terangku yang tiba-tba bangun seperti telah mendapat wangsit. Dibalas dengan Karis yang melongo bagaikan tidak percaya bahwa kalimat bodoh begini bisa keluar dari mulutku. 


“Gue jait bibir lo, tau rasa!”


 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
TRAUMA
97      86     0     
Romance
"Menurut arti namaku, aku adalah seorang pemenang..akan ku dapatkan hatimu meskipun harus menunggu bertahun lamanya" -Bardy "Pergilah! Jangan buang waktumu pada tanaman Yang sudah layu" -Bellova
Baniis
630      388     1     
Short Story
Baniis memiliki misi sebelum kepergian nya... salah satunya yaitu menggangu ayah nya yang sudah 8 meninggalkan nya di rumah nenek nya. (Maaf jika ada kesamaan nama atau pun tempat)
Under The Moonlight
1754      926     2     
Romance
Ini kisah tentang Yul dan Hyori. Dua sahabat yang tak terpisahkan. Dua sahabat yang selalu berbagi mimpi dan tawa. Hingga keduanya tak sadar ‘ada perasaan lain’ yang tumbuh diantara mereka. Hingga keduanya lupa dengan ungkapan ‘there is no real friendship between girl and boy’ Akankah keduanya mampu melewati batas sahabat yang selama ini membelenggu keduanya? Bagaimana bisa aku m...
Something about Destiny
133      114     1     
Romance
Devan Julio Widarta yang selalu dikenal Sherin sebagai suami yang dingin dan kurang berperasaan itu tiba-tiba berubah menjadi begitu perhatian dan bahkan mempersiapkan kencan untuk mereka berdua. Sherin Adinta Dikara, seorang wanita muda yang melepas status lajangnya pada umur 25 tahun itu pun merasa sangat heran. Tapi disisi lain, begitu senang. Dia merasa mungkin akhirnya tiba saat dia bisa mer...
Perfect Love INTROVERT
9784      1820     2     
Fan Fiction
Bukan kepribadian ganda
8846      1700     5     
Romance
Saat seseorang berada di titik terendah dalam hidupnya, mengasingkan bukan cara yang tepat untuk bertindak. Maka, duduklah disampingnya, tepuklah pelan bahunya, usaplah dengan lembut pugunggungnya saat dalam pelukan, meski hanya sekejap saja. Kau akan terkenang dalam hidupnya. (70 % TRUE STORY, 30 % FIKSI)
Aku Lupa Cara Mendeskripsikan Petang
529      360     2     
Short Story
Entah apa yang lebih indah dari petang, mungkin kau. Ah aku keliru. Yang lebih indah dari petang adalah kita berdua di bawah jingganya senja dan jingganya lilin!
Secarik Puisi, Gadis Senja dan Arti Cinta
1154      764     2     
Short Story
Sebuah kisah yang bermula dari suatu senja hingga menumbuhkan sebuah romansa. Seta dan Shabrina
ALMOND
857      501     1     
Fan Fiction
"Kamu tahu kenapa aku suka almond?" Anara Azalea menikmati potongan kacang almond ditangannya. "Almond itu bagian penting dalam tubuh kita. Bukan kacang almondnya, tapi bagian di otak kita yang berbentuk mirip almond." lanjut Nara. "itu amygdala, Ra." Ucap Cio. "Aku lebih suka panggilnya Almond." Nara tersenyum. "Biar aku bisa inget kalau Almond adalah rasa yang paling aku suka di dunia." Nara ...
TWINS STORY
791      535     1     
Romance
Di sebuah mansion yang sangat mewah tinggallah 2 orang perempuan.Mereka kembar tapi kayak nggak kembar Kakaknya fenimim,girly,cewek kue banget sedangkan adiknya tomboynya pake banget.Sangat berbeda bukan? Mereka adalah si kembar dari keluarga terkaya nomor 2 di kota Jakarta yaitu Raina dan Raina. Ini adalah kisah mereka berdua.Kisah tentang perjalanan hidup yang penuh tantangan kisah tentang ci...