Sidoarjo, 2 Oktober 2021
Namaku Najwa, usiaku tujuh belas, kelas dua belas. Aku seorang anak perempuan, anak kedua dari bapak dan ibuku. Cukup sulit mendeskripsikan tentang diriku kepada orang lain.
Aku memilih sekolah di SMK karena aku tidak bisa mata pelajaran IPA maupun IPS (tolong jangan mengejekku). Di SMK ini aku mengambil jurusan Multimedia. Asal kalian tahu, ya, aku menyukai film-film anime.
Sst, itu rahasia.
Selain itu, di media sosial aku menyamar dengan nama Venator Nox, bukan dengan nama asliku. Di Instagram, Twitter, YouTube, bahkan akun game, aku menggunakan nama samaran. Aku bisa leluasa menggunakan media dengan nama Venator Nox tanpa merasa malu.
Tidak. Aku tidak bermuka dua. Orang-orang menganggapnya "alter ego"
Alasannya cukup sederhana. Aku tidak ingin dikenal banyak orang melalui nama asliku. Bahkan aku tidak pernah menunjukkan wajah asliku di media. Mereka mengenalku dengan nama Venator Nox, yang berarti Pemburu Malam. Diambil dari bahasa Latin.
Di sekolah, aku dipanggil dengan nama asliku. Tapi terkadang aku mendengar sayup-sayup suara yang membicarakan Venator Nox yang pernah masuk Top 100 dalam kategori Provinsi dalam game MOBA 5vs5 yang bernama Ancient Legends.
Aku penyendiri, kadang juga friendly. Entahlah. Rasa-rasanya aku memiliki dua kepribadian yang bahkan aku pernah tidak sadar melakukan suatu hal di luar nalar.
Sst, itu juga rahasia.
Selain menyukai makanan dan film-film anime, aku juga suka bermain game moba yang sudah aku jelaskan tadi, yaitu game yang bernama Ancient Legends, game yang ramai dimainkan di Indonesia dan negara sekitar terutama Asia Tenggara. Siang malam aku bermain game, frustasi karena sering kalah.
Tapi terkadang aku menertawakan diriku sendiri yang terobsesi dengan game. Menangisi hal-hal yang belum tentu merubah masa depanku. Aku berusaha untuk bersikap have fun dan tidak terlalu serius dengan game-ku.
Tetapi, aku juga merasa sedih. Saat semua rank temanku tinggi, hanya aku yang rendah, aku sudah tidak memiliki title dari hero kesayanganku lagi karena sering kalah. Karena itu, aku berusaha bermain rank sungguh-sungguh secara solo (karena tidak ada yang mengajakku bermain bersama). Tetap saja kalah. Malah turun bintang rank-ku.
Sial.
Tapi di balik aku yang menyukai game, ada peristiwa yang benar-benar merubah hidupku.
"Mbak Wawa!!!!"
Keponakan kecilku yang berusia dua tahun, rupanya datang ke rumah bersama ibunya yang merupakan kakakku. Aku berusaha tersenyum, walaupun saat ini aku fokus dengan game-ku, merasa kesal karena tertinggal dua puluh point kill. Ingin menyerah, tapi malu.
"Eh, jangan ganggu Mbak Wawa lagi main game." Kata Kakak Vivi kepada anak kecilnya. Dia paham keadaanku.
Wawa. Demikian panggilanku di rumah. Hanya orang-orang dekat yang tahu nama panggilan tersebut.
Semua saudaraku tahu bahwa aku bermain game yang ramai ini. Dulu, saat aku masih kelas 7 SMP, kakak sepupu laki-laki mengajakku bermain game ini. Tapi sekarang entah bagaimana kabarnya. Mungkin saja dia pindah ke game lain atau sibuk bekerja.
Kak Vivi dan anaknya pergi meninggalkan ruang kamarku. Membiarkanku fokus. Sejak tadi aku memang sudah fokus.
Defeat.
"Halah!"
Aku mendecak sebal, membanting sembarang ponselku ke atas kasur. Mustahil aku membantingnya ke lantai. Bisa-bisa Bapakku marah nanti.
Aku menghembuskan napas, tidak apa-apa kalah. Hanya game.
Tapi bateraiku berkurang sia-sia!
"Eh?"
Aku memeriksa layar ponsel dengan lobby game yang masih menyala. Ada nama yang mengundangku untuk bermain mode Classic.
"Siapa sih?"
Aku pun menerima undangan itu. Hanya berdua, kukira party berlima. Tapi tidak apa-apa. Bermain dengan orang yang entah siapa, tidak aku kenal, mungkin sedikit membuat pikiran tenang.
Lelah, hari-hari bermain solo terus.
Saat pemilihan hero, aku baru sadar nama yang mengundangku bermain.
"Brainnn?" Aku menyebut nama pengguna seseorang yang mengundangku. Ada teks berwarna kuning di sisi kiri nama penggunanya. Tanda bahwa dia bergabung dengan sebuah squad, DXRK.
Aku sadar bahwa aku juga mengikuti akunnya. Akhirnya aku ingat. Dia yang lebih dulu mengikuti akun game-ku, lantas aku pun balas mengikutinya. Mutualan. Entah dari mana dia menemukan nama pengguna game-ku.
Tidak ada masalah selama game berlangsung. Aku tersenyum lebar, Victory, terdengar keras melalui ponselku.
"Uhuy, lumayan nambah win rate."
Lalu saat aku hendak keluar dari aplikasi game, terdengar bunyi kecil, tanda bahwa ada seseorang yang mengirim pesan melalui daftar pertemanan.
Aku membaca, melotot, cukup syok.
DXRK • Brainnn
Hai, Najwa
Eh? Siapa? Dari mana dia tahu namaku, hah? Padahal nama pengguna game-ku saja VenatorNox.
Aku pun bertanya, cukup penasaran.
VenatorNox
Kok kamu tahu namaku? Dari mana?
DXRK • Brainnn
Dari IG. Nama IG-mu venator.nox kan?
Aku menepuk jidat, tertawa pelan. Aku lupa tidak menghapus nama Najwa di Instagram. Aku jarang membuka Instagram sejak sebulan yang lalu. Tapi yang membuatku penasaran adalah, dari mana si nama pengguna "Brainnn" ini menemukan akun Instagramku?
Kebetulan sekali, akun Instagramku tidak di-private. Aku meletakkan ID game di bio dan gameplay di sorotan. Pantas saja dia langsung tahu nama akun game-ku.
Aku saja lupa kapan mengikuti akun game-nya. Karena semua yang mengikuti akunku, akan aku ikuti balik. Mutual-an lah istilahnya.
DXRK • Brainnn
Aku satu sekolah sama kamu, lho.
Aku sekali lagi melotot. Langsung mengklik tombol home, menutup aplikasi game. Dia tahu nama asli di balik nama Venator Nox itu.
Dia, si Brainnn itu benar-benar membuatku pusing. Aku tidak bisa tidur memikirkannya, juga tidak berani membuka game-nya lagi.
***
Pagi yang cerah, aku berangkat ke sekolah. Kemarin malam aku telah menghapus nama Najwa di Instagram dan mengubah akunnya menjadi private. Sekarang tidak akan ada masalah. Entah siapa si Brainnn itu. Nama penggunanya memiliki arti 'otak'. Mungkin memiliki arti begini, bermain harus menggunakan akal sehat. Hahaha, ada-ada saja.
"Wa!"
Di sebuah koridor, ada suara yang datang memanggil. Aku langsung memekik lantaran ada seseorang yang menyenggol pundakku dengan keras. Aku sempat melotot, lalu meringis kesakitan.
"Hehehe, maaf..."
Nala. Dia teman sebangkuku. Rambutnya pendek se-bahu. Kami teman dekat, Nala temanku sejak SD hingga ke jenjang SMK ini. Tapi dia pindah-pindah dari Sidoarjo ke Surabaya. Di sekolah ini, hanya dia yang tahu bahwa akulah pemilik nama Venator Nox.
"Tumben berangkat pagi?" Tanya Nala.
"Biar nggak macet lagi. Kemarin tuh tanganku sampe kram. Coba pikirin, di jembatan perempatan aja macetnya minta ampun."
Nala tertawa mendengar omelanku. Aku naik motor sendiri sejak SMP (jangan ditiru). Karena ayah dan ibuku bekerja, tidak sempat mengantar dan menjemputku. Jadi aku berangkat sendirian menggunakan motor matic.
Tenang saja, aku anaknya kalem. Jarang ngebut.
Jarang yang berarti itu pernah. Hehe.
"Jadinya aku berangkat pagi-pagi, Nal." Sambungku.
Nala mengangguk-angguk. Aku melanjutkan perjalanan, Nala ada di sebelah. Sambil berjalan aku mengotak-atik ponsel, menggulir layar beranda Instagram sambil menuju ke kelas.
***
Materi pertama di Lab. Komputer.
Pak Setio, guru Desain Grafis kelas dua belas menyuruh kami membuat logo melalui aplikasi yang bernama CorelDraw. Aku pernah memakai aplikasi ini saat kelas sepuluh dulu.
Tidak ada masalah sepanjang aku membuat logo. Aku sudah terbiasa memakai aplikasinya. Cara memotong, menggabungkan objek, dan memberi warna, benar-benar sangat mudah.
"Habis ini ke kantin, yok, Wa. Laper."
Aku mengangguk mendengar bisikan Nala. Dia juga sudah selesai dengan logonya. Kemudian Pak Setio memeriksa hasil pekerjaan kami lantas menilainya.
Bel istirahat berbunyi nyaring.
Sesuai janji, aku dan Nala ke kantin. Sebenarnya aku tidak ingin membeli apa-apa. Aku ingin menabung, top up untuk membeli skin game terbatas melalui langganan bulanan.
"Eh, Wa," panggil Nala berbisik saat kami dalam perjalanan ke kantin.
"Kenapa?"
"Temen sekelas kita, kan, pasti tahu kalau kamu main game itu."
"Iya, terus?"
"Dia pasti pernah lihat username kamu, dong."
Aku terdiam.
"Contohnya si Ari. Tiap hari dia main game kayak kamu, waktu itu dia pernah lihat dari belakang pas kamu main."
Aku melotot ke arah Nala.
"Beneran, Wa. Kamu terlalu fokus sama game, sampe nggak pernah sadar sama orang di sekitar."
Dahiku terlipat. "Dia lihatnya berapa lama?"
"Lama, sih. Aku sama dia sempet ngobrol. Eh, kamunya malah tetep fokus. Ari tuh kek... kagum gitu pas lihat kamu main. Tapi masalah dia tahu username kamu, aku juga nggak tahu."
Sesaat aku berpikir bahwa username Brainnn yang mengundangku bermain Classic kemarin adalah Ari.
"Aduh... Gimana, ya..." Aku mengeluh tertahan.
"Hati-hati, Wa. Ari nanti klepek-klepek pas tahu kalau Najwa rupanya Venator Nox, yang pernah masuk top provinsi." Nala menyeringai, sengaja meledekku.
Aku melotot ke arah Nala. Tidak lucu.
"Hehe, sorry, Wa." Nala menyeringai seakan tak merasa bersalah.
"Itu belum seberapa. Aku pengin jadi top global. Tapi kayaknya nggak mungkin, deh. Aku player solo. Susah kalau mau naik."
"Alangkah baiknya kamu jangan serius sama title. Kemarin kamu online game-nya lama banget. Udah ngerjain PR matematika dari Bu Ani, belum?"
Nala sempat mendownload game itu juga, tapi rank-nya masih kecil. Dia hanya ingin mensupport temannya dengan bermain game yang sama juga. Meski Nala biasanya hanya bermain di mode VS A.I, mode melawan bot.
"Udah, kok. Subuh tadi." Akhirnya aku bisa tersenyum.
"Sama, Wa. Gimana, ya, kalau subuh kan otak masih clean, fresh. Jadi enak ngerjainnya."
Kali ini aku tertawa, menutup sebagian wajahku dengan telapak tangan.
Lalu kami melanjutkan perjalanan menuju ke kantin. Tapi Nala malah mengurungkan niatnya. Dia ingin ke toilet.
"Aku anter, ya?"
"Nggak usah, Wa. Tungguin aku di kantin aja. Aduh, mendadak banget, nih."
Aku mengangguk, Nala berlarian tergesa-gesa menuju ke arah toilet yang letaknya tidak jauh dari kantin.
Saat aku hendak memilih jajanan kantin, ada suatu hal yang membuat jantungku nyaris berhenti berdetak.
"Hai, Venator."
Aku menoleh ke arah sumber suara. Ada laki-laki yang lumayan tinggi dariku, keringat menetes dari dahinya yang tertutup oleh rambut, seragamnya cukup lusuh, bajunya tidak dimasukkan, sungguh dia laki-laki yang terlihat berantakan.
Dia tersenyum ke arahku, dialah yang menyapaku.
Aku menatapnya dengan seribu pertanyaan. Tapi laki-laki itu malah pergi.
Siapa dia? Kenapa dia tahu nama samaranku? Dari kelas mana laki-laki itu?
"Kenapa, Wa?" Suara Nala mengejutkanku yang melamun.
Aku mengerjap, menggeleng.
"Cepetan milih jajannya, Wa. Nanti gak kebagian sosis bakarnya, lho." ujar Nala.
Aku tersenyum. Nala selalu siaga terhadap jajanan di kantin. Bahkan Nala hafal semua nama jajan di kantin ini.
Aku berusaha untuk tetap tenang meski laki-laki yang entah siapa, telah mengetahui nama samaranku.
Dia bukan dari kelasku. Mungkin dia dari kelas jurusan lain. Dia terlihat tidak rapi, atribut kelas dan sekolah tidak terpasang di seragamnya.
Sosis bakar terlihat lezat. Tetap saja rasanya hambar, sebab aku masih memikirkan siapa laki-laki tadi.
***
Sampai di rumah, aku membuka aplikasi game Ancient Legends untuk memastikan apakah nama pengguna Brainnn itu online atau tidak. Eh, ternyata online, dong. Aku pun bersemangat.
Hah? Sejak kapan aku bersemangat saat dia online?
Aku hanya bisa menganga lebar saat dia langsung mengundangku untuk bermain mode Classic. Omong-omong, role bermain dia hampir sama denganku. Aku bermain role Mage dan Support. Sedangkan dia Mage dan Assassin. Aku belum sempat melihat apa hero favorite-nya karena aku belum mengunjungi profil akun game-nya.
Game berlangsung begitu lancar. Dia bermain hero Assassin Jungler. Aku pun memilih role utamaku, Mage Midlaner.
Setelah selesai, aku pun memeriksa profilnya. Wow! Tidak kusangka dia pemain hero Marina dengan win rate yang lumayan sih. 748 pertandingan. Tadi saat ada di game, dia begitu jago memainkan hero favorite-nya itu. Mendapatkan savage.
Perumpamaan savage itu memiliki arti ketika hero membunuh lima hero lawan dalam waktu singkat.
Bunyi suara kecil terdengar. Tanda ada yang mengirim pesan melalui daftar pertemanan. Aku memeriksa, ternyata si Brainnn itu.
DXRK • Brainnn
Tadi aku lihat kamu, lho. Di kantin sekolah.
Aku refleks melotot.
VenatorNox
Hah? Yang bener?
DXRK • Brainnn
Seriusan.
VenatorNox
Kamu ini siapa sih sebenarnya? Jangan bikin penasaran.
VenatorNox
Kenalan lewat game lagi.
DXRK • Brainnn
Maaf. Itu satu-satunya cara supaya aku bisa kenal sama kamu.
DXRK • Brainnn
Kelas 12 Multimedia di lantai atas, aku males naik tangga.
VenatorNox
Hah? Kok kamu tahu jurusan aku, sih?
DXRK • Brainnn
Iya dong. Aku akhirnya tahu nama asli kamu. Najwa Arthurlia, kan?π
Aku mendengus. Dia tahu nama lengkapku? Sebenarnya dia ini siapa? Hacker? Penagihan hutang? Aku saja tidak pernah berhutang uang dengan bank manapun. Pakai emote nyengir lagi. Menyebalkan.
Aku tidak membalas pesan itu. Biarkan saja. Lalu terdengar bunyi lagi, sepertinya dia mengirim pesan lagi. Aku pun membukanya.
DXRK • Brainnn
Besok temui aku di perpus sekolah. Aku akan jawab siapa aku sebenarnya.
DXRK • Brainnn
Maaf, udah bikin kamu penasaran.
DXRK • Brainnn
Eh, nanti malam mabar lagi, yuk. Ranked mau, gaaa? Aku yang hyper carryπ
Aku menghela napas. Menutup layar ponsel, menghempaskan tubuhku di atas kasur yang empuk. Siapa pula yang mau bermain game di saat pikiran penuh dengan pertanyaan seperti ini?
Sesaat aku tidak peduli dengan game. Aku hanya memikirkan siapa pemilik nama pengguna Brainnn itu. Membuatku penasaran.
"Wawa! Ayo mandi, Nak! Sudah sore ini, lho!"
Aku bergegas bangun dari kasur. Berlari ke kamar mandi sebelum mendengar amarah ibuku lagi.
Memikirkan soal siapa Brainnn itu, bisa nanti-nanti.
***
Pagi hari.
Waktu berlalu begitu cepat. Kemarin malam aku tidak membuka aplikasi game karena tidak mood bermain. Walaupun aku juga sangat ingin bermain bersama si nama pengguna Brainnn itu dalam mode Rank.
Aku lupa menanyakan kepada dia, jam berapa aku harus menemuinya. Istirahat? Atau saat sebelum bel masuk berbunyi? Perpustakaan masih sepi, hanya ada beberapa siswa yang meminjam buku untuk dibaca. Atau tidak, hanya untuk menumpang AC.
Aku juga menyukai buku novel, terutama fantasi. Aku pun melangkahkan kaki masuk ke dalam perpustakaan. Melihat-lihat apakah ada novel baru lagi di perpustakaan. Aku bisa meminjam.
Begitu banyak buku-buku yang tersusun rapi di rak dengan tema yang berbeda. Aku suka ini. Bau buku. Perpustakaan begitu menenangkan. Ini masih pagi, Nala juga belum datang karena temanku itu selalu masuk saat gerbang nyaris ditutup.
"Hai, Venator."
Aku terkejut, menoleh ke arah sumber suara. Tepat di bangku pojok ruangan, ada seorang laki-laki dengan rambut berantakan yang berpangku tangan, duduk mengangkat salah satu kakinya di kursi. Dia tersenyum kepadaku.
Tunggu. Sepertinya aku pernah melihat laki-laki ini. "Eh? Bukannya kamu kemarin yang di kantin itu?"
Laki-laki itu tersenyum, mengangguk.
"Kamu siapa? Kok tahu nam—eh, kok tahu Venator itu aku?" tanyaku.
"Dari IG."
Awalnya aku tidak mengerti. Setelah lengang sejenak, aku menghela napas. Mengernyit menatap laki-laki itu. "Oh, jadi kamu nama pengguna Brainnn itu?!" Seruku.
"Jangan teriak. Ini perpus."
Wajahku menahan amarah. Rasanya ingin berteriak, tapi aku harus tahu kondisi tempatnya.
Laki-laki itu menyamankan duduknya. Membuka halaman buku yang dia baca. "Kamu jago main Gandiwa, lho. Calon pro player, nih."
Aku masih mengernyit, tidak menghiraukan pujiannya. Kemudian aku menarik kursi, duduk berhadapan dengannya.
Wajah tersenyumnya itu—aku merasa kesal melihatnya. Ingin rasanya kutinju habis-habisan.
"Kamu tanya aku, atau tanya namaku?"
"Nama." Jawabku tak sabaran.
Laki-laki itu terkekeh, lantas menutup bukunya dan mulai memperhatikan diriku sebagai lawan bicaranya.
"Namaku berlawanan dengan senja. Cahaya yang datang saat manusia memulai aktivitas mereka."
"Kenapa nggak langsung aja gitu, lho?" Aku memelankan suara, ingin berteriak. Kesal.
"Jadi tanya atau nggak?"
Aku mendengus. Laki-laki itu tersenyum.
Perpustakaan lengang. Aku memikirkan ucapan lawan bicaraku. "Berlawanan dengan senja?"
"Iya."
"Apa? Nggak ada."
"Ada. Cahaya yang datang dari kegelapan."
"Hmm...." Aku berpangku tangan. Unik sekali laki-laki ini, memberi teka-teki untuk namanya sendiri.
"Surrend?"
"Nggak!" Aku menyahut dengan cepat.
Laki-laki itu tersenyum. Menyisir rambutnya dengan jemari.
Aku berusaha berpikir, mengetuk meja dengan jemari tangan. Beberapa saat, aku akhirnya bisa menggunakan kemampuan otakku. "Aku tahu jawabannya! Dawn! Masa iya namamu Dawn? Atau Subuh?"
Laki-laki itu mengangguk. "Tapi lain."
"Lain? Maksudnya persamaan kata, begitu? Dawn? Daybreak? Sunrise?"
"Bahasa Indonesia dari ketiga kalimat itu." Laki-laki itu berusaha membenarkan.
Lengang sejenak. Kemudian wajahku merekah.
Sebenarnya aku sudah tahu jawabannya. Aku memilih untuk tertawa terlebih dahulu. Laki-laki itu juga tertawa.
"Fajar."
Laki-laki itu menghela napas, mengangguk-angguk. Aku berseru kegirangan.
Sungguh. Ini mudah. Hanya saja aku tidak sabaran, terburu-buru untuk mengetahui siapa nama lawan bicaraku ini.
Fajar. Demikian nama asli dari nama pengguna Brainnn yang meng-invite-ku bermain game bersama sejak kemarin lusa.
"Fajar, ya? Dari kelas apa?"
"Multimedia, kelas sepuluh."
Aku melotot. "Hah? Masih kelas sepuluh?"
"Kamu pikir?"
"Aku pikir seangkatan."
Fajar tertawa.
"Seriusan. Jadi kamu junior, dong? Adik kelas aku?"
Fajar mengangguk.
"Alangkah baiknya kamu harus sopan sama aku. Aku ini senior kamu, lho. Beda dua tahun!" Aku mengedikkan dagu, bersikap sok menjadi senior. "Jadi, kenapa kamu bisa tahu IG aku?"
Fajar menggaruk tengkuknya sembari menyeringai lebar. "Sederhana, sih. Waktu itu aku iseng nyari-nyari nama Venator, eh, akhirnya nemu. Kaget ternyata nama asli kamu Najwa. Ya udah aku follow akun game kamu, semoga aja online-nya barengan biar bisa mabar."
"Gila, sih. Kenapa nggak langsung aja? Kamu udah bikin aku susah tidur mikirin siapa Brainnn itu."
"Maaf," Fajar nyengir, seakan-akan tidak merasa bersalah.
"Kamu tahu Venator?"
"Iya. Banyak anak kelas yang bahas nama itu. Akhirnya aku kepo, dan nemu. Ternyata itu kamu. Udah lama, sih, taunya. Baru kepikiran buat kenalan sekarang." Fajar menjawab dengan santai.
"Lama itu berapa hari? Atau bulan?"
"Tiga bulan lalu, pas kamu berhasil masuk 10 besar Provinsi Jawa Timur hero Gandiwa."
Aku mengingat masa-masa itu. Sungguh masa yang sangat aku sukai. Aku berhasil naik ke title lebih tinggi. Tapi karena aku tidak lagi bermain dengan teman squad, aku jadi bermain solo dan sering kalah hingga akhirnya tittle yang aku miliki turun.
Aku langsung tersenyum, berusaha untuk tidak memikirkan masa lalu.
"Kak Najwa,"
"Najwa aja." Aku membalas cepat suara Fajar.
"Oke, Najwa. Kamu kenapa pake nama samaran? Bukannya kamu harus bangga sama nama asli kamu?"
Aku mengernyit. "Pertanyaan kamu nggak bisa aku jawab. Dan nggak penting juga."
Fajar terkekeh.
Hingga akhirnya aku berhasil membuat laki-laki itu tidak lagi tersenyum. Entah aku salah bertanya atau kenapa, dia tiba-tiba murung. Tersenyum kecut.
"Kenapa username kamu Brainnn?"
***