Read More >>"> Bittersweet My Betty La Fea (BAB 21 JANJI DI BAWAH POHON WILLOW) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bittersweet My Betty La Fea
MENU 0
About Us  

 

            "Tidak ada yang sempurna di dunia? Siapa bilang? Tuhan sudah memberikan porsinya masing-masing yang membuat sesuatunya menjadi sempurna," pikirku mengingat-ingat apa yang sudah terjadi dalam setahun terakhir.

            Di sore yang cerah ini, aku tengah menunggu seseorang yang spesial. Ku kenakan pakaian paling favorit yang aku punya. Kaos putih dengan rok selutut warna biru serta rambut yang tergerai rapi.

Di bawah pohon willow di taman kota, ku seruput sedikit demi sedikit ice lemon teaku. Rasanya sudah lama aku tidak menghabiskan waktuku dengan tenang dan penuh perasaan bahagia selama setahun terakhir ini.

Petikan gitar seorang laki-laki beberapa meter dariku menambah suasana soreku makin berwarna. Terlihat lelaki di sana memetik gitarnya sendirian tanpa menyanyikan lagu apapun.

“Tapi ini sudah sempurna,” pikirku.

Taman kota ini adalah tempat favoritku di kota ini setelah rumahku sendiri tentunya. Namun sayang kesibukanku di sekolah membuatku jarang mampir ke sini.

Terakhir ke sini ya saat aku berlatih drama bersama teman-teman kelas.

            Selain pria yang memetik gitarnya, beberapa anak-anak bermain-main dengan orang tuanya. Adapula sekumpulan anak-anak laki-laki yang bermain skateboard maupun sepatu roda di arena yang sudah disediakan.

            Lalu, beberapa pasangan kekasih tengah mengobrol dan bergandengan tangan dengan mesra di bangku-bangku taman. Sedikit aku ikut penasaran apa yang mereka bicarakan melihat keseruan tawa mereka.

            Mereka semua terlihat ceria dan bahagia. Mereka tertawa-tawa seakan-akan tidak ada beban yang ditanggung. Meski begitu aku yakin bukan berarti mereka tidak memiliki penderitaan di balik senyum mereka.

            Beberapa hari setelah pentas seni, Mika kembali menjadi juara kelas di kelasku. Aku rasa dia memang layak mendapatkannya.

            Sedangkan, aku lagi-lagi berada di posisi dua. Mungkin, aku sedikit kecewa bahwa aku tak bisa menandingi Mika. Namun, aku sadar bahwa setiap orang sudah diberi porsi masing-masing dalam meraih kebahagiannya.

            "Lagipula, mungkin kerja keras Mika lebih besar dariku," pikirku.

            Meski aku tak berhasil meraih juara kelas, aku berhasil menjadi siswa terpilih untuk program pertukaran pelajar di Australia.

            Aku pikir itulah yang lebih aku inginkan daripada menjadi jawara kelas.

            Nantinya, aku akan berangkat dengan satu anak lain dari kelas Bahasa B untuk study di Australia sekitar tiga bulan. Aku tak sabar.

            Bu Endang menjelaskan, keahlian bahasa Inggrisku cukup bagus, menulis naskah drama, dan ditambah kepercayaan diri yang besar yang kutunjukkan saat pentas seni menjadi pertimbangan besar para guru memilihku.

            “Wah Erin ada untungnya kan kamu dulu mau maju pentas seni,” kata Bu Endang beberapa waktu lalu.

            “Iya Bu, padahal aku hanya berniat mengkampanyekan soal bully di sekolah,” jawabku. 

            Sementara itu, aku merasa bahagia, nervous, deg-degan tiap memikirkan keberangkatanku minggu depan. Untung ada orang tuaku yang akhir-akhir ini terus memberikan booster kepercayaan diriku.  

            Beruntungnya lagi, segala urusan mengenai administrasi dan tempat di mana aku tinggal nanti sudah diurus oleh pihak sekolahku dan pihak sekolah yang ada di Australia.

            Sehingga, aku tinggal mempersiapkan diri dan sedikit menyiapkan data-dataku saja.

            Jam tangan di tangan kiriku menunjukukan pukul 4 lebih 15 menit. Seseorang yang kutunggu tak kunjung datang.

Ini berarti sudah telat 15 menit dari perjanjian awal kita bertemu. Untung saja, saat ini perasaanku tengah diliputi rasa bahagia. Tidak akan ada rasa kesal jikapun aku harus menunggu beberapa jam lagi.

            "Heh.......," ujar Bobby menyadarkanku dari lamunan.         

            Iya, Bobby lah orang yang spesial itu yang kini sedang aku tunggu-tunggu. Dia mengajakku bertemu sebelum kami tidak bisa bertemu dalam waktu yang cukup lama.

            "Sorry, telat ya Rin, pas mau berangkat malah disuruh Mamaku nganter ke rumah temennya, ada urusan penting katanya."

            "Oh iya tadi udah aku Whatsapp kamu," jelas dia.

            "Oh ya," ujarku langsung mengecek ponselku.

            "Tiga pesan masuk dari Bobby" demikian pop up notification di layar ponselku.

            Baru kusadari sejak tadi aku tidak membuka ponsel. Aku terlalu sibuk menikmati sore ini hingga pikiranku melayang kemana-mana.

            "Erin selamat ya kamu berhasil ke Australia, kamu emang layak buat program ini," ujar Bobby tersenyum manis padaku.

            Sambil mengambil duduk di sampingku, ia juga mencoba menyalami tanganku tanda selamat atas keberhasilanku.

Setelah kami saling melepas tangan, perasaan canggung di antara kami kembali datang. Aku pikir perasaan ini selalu datang tiap kami hanya berdua saja.

Detakan jantung yang lebih cepat serta bunga yang dulu sering menghampiri kepalaku datang bersamaan. Bedanya, saat ini aku juga secara harfiah melihat bunga-bunga di taman.

Bunga angsana kuning gugur bertebaran di mana-mana terhempas angin merambah sampai ke bawah pohon willow. 

            "Oh iya, ngajak ketemu mau ngomong apa?," ujarku langsung mencoba bersikap biasa saja.

            "Gini Rin, mmm," ujar Bobby ragu.

            "Rin, kamu tahu kan kalau aku pernah suka sama kamu? Dan kemungkinan aku masih menyukaimu," ujar Bobby sambil menggaruk-garuk lehernya seperti biasa.  

            "Kamu tentu masih ingat kan dengan ciuman kita beberapa minggu lalu," ujar Bobby kemudian.

Mengingat itu, mukaku rasanya panas lagi. Aku bingung harus mau berkata apa. Ingin ku protes Bobby kenapa mengungkitnya untuk kedua kalinya.

            "Momen itu sering membayangi tidurku," kata Bobby.

            "Aku hanya ingin memastikan, sebenarnya apa hubungan kita," ucapnya menatap mataku.     

            Kali ini aku mencoba berani membalas tatapan matanya. Di bawah sinar matahari sore, mata coklat Bobby semakin kentara.

            Mendengar pertanyaan Bobby, aku justru ingin tertawa. Di dalam drama yang aku tonton biasanya pihak wanita lah yang meminta kepastian yang seperti Bobby tanyakan sekarang.

            “Hahaha,” tak bisa kupendam hal yang menurutku lucu ini.

            Melihatku malah tertawa, sedikit kulihat muka Bobby yang tersinggung.

            “Loh kok kamu tertawa sih,” protes Bobby.

            “Tidak tidak apa-apa, hanya mukamu lucu kadang,” kataku.

            "Aku rasa sudah terlalu banyak mengulur waktu, mau enggak kamu jadi pacarku?," ujar Bobby menggebu dan tiba-tiba.

Suasana kembali menjadi hening. Aku bingung menjawab pertanyaan Bobby.

            "Nanti gapapa kok misal kita LDR dulu 3 bulan, 3 bulan kan cepet," kata Bobby.

            "Bukan itu Bob masalahnya," kataku.

            "Apa kamu sudah enggak suka lagi sama aku," tanyanya mendesak.

            "Bob," kataku lembut sambil memegang tangannya.

            "Aku masih menyukaimu, sangat menyukaimu," kataku.

            Ku beranikan diri untuk lebih dalam menatap matanya penuh ketulusan.

            "Tapi bukan itu masalahnya, aku merasa aku dalam fase belajar dan memperbaiki diri. Bukan hanya belajar dalam konteks sekolah, tapi belajar mengenai kehidupan, belajar untuk menjadi lebih dewasa."

            "Bukan hanya aku sebenarnya, aku merasa kamu juga perlu belajar itu Bob," jelasku.

Lalu, Bobby melepaskan tangannya dariku. Dia hanya memandang langit-langit di atas. Pandangan matanya itu membuatku ikut melakukan apa yang dia lakukan.

            Ku dengar dia menghela napas cukup panjang.

            "Bob? Kamu enggak marah kan?."

            "Percayalah Bob, aku masih sangat menyukaimu, tapi ini bukan waktunya," ujarku.

            Lalu, Bobby kembali menatapku. Kemudian, ia mengelus lembut kepalaku.

            "Oke kalau maumu begitu, tapi nanti kalau aku udah menjadi lebih baik, kamu bakal masih mau sama aku kan?."

            "Bentar, tapi ukuran kapan aku menjadi lebih baik bagaimana ya?," tanyanya.

            "Mmm," gumamku bingung.

            "Oke jika kamu memintaku belajar menjadi lebih baik, aku juga minta sesuatu padamu," katanya tegas.

            "Aku akan memintamu menjawab soal ini setelah kita lulus SMA," kata Bobby.

            "Lihat saja nanti," jawabku.

            "Kalau jawabmu tak jelas begitu ya sudah lupakan saja," katanya merajuk melepas tangannya dari kepalaku.

            "Hahaha, oke-oke sehabis lulus SMA, aku kasih jawaban," kataku akhirnya.

Kemudian kami saling bercanda mengenai banyak hal. Kebanyakan soal tingkah konyolnya bersama Sean.

Aku sedikit menceritakan mengenai momen perdamaian dengan Mika. Saat itu aku juga sempat menanyainya apakah dirinya masih dekat dengan temanku itu.

“Bagus kalau begitu kalau kalian sudah berdamai,” ujar Bobby.

“Oh iya Bob, sorry kalau aku masih kepo. Apakah kamu juga masih mengechatnya?,” tanyaku.

“Sebenarnya tidak semenjak kejadian Hari Kartini itu, saat aku bertanya mengapa dia tidak masuk sekolah dan dia tidak menjawabku, aku juga tidak pernah mengechatnya,” jelas Bobby.

“Lagipula yang aku sukai adalah selalu kamu,” kata Bobby sambil melemparkan senyum usilnya.           

            Rasanya baru pertama kalinya sejak mengenal Bobby, momen inilah yang paling membuatku bahagia. Aku lebih banyak mengenal dirinya lebih jauh, begitupun sebaliknya.

            Setelah mengobrol cukup panjang, kami memutuskan untuk makan bersama. Ia mentraktirku es krim dan burger kesukaanku di cafe tidak jauh dari taman kota.    

            "Tapi nanti di Australia, kamu jangan nyantol sama bule di sana ya," katanya sambil melahap double burger besarnya.

            "Lah, apa salahnya dong. Emang, kamu yakin enggak bakal jatuh cinta sama cewek lain di sini," ujarku bercanda.

            "Janji dong, emang ada Erin yang lain di sini," balas Bobby sambil tersenyum menang.

            “Emang enggak ada sih tapi kan banyak cewek cantik di sini,” kataku.

            “Aku enggak bisa mengeja kata beauty tanpa ada kamu di sampingku,” ujarnya serius.

            Mendengarnya menggombal seperti itu, aku tertawa diikuti tawanya yang agak berat.

            “Aku serius Rin,” kata Bobby kembali serius menatap tajam mataku.

            “Tapi aku sendiri enggak tahu sih bisa bilang kata-kata itu,” ujar Bobby kembali tertawa.

            “Dasar cowok gila,” candaku.

            Kami tak berjanji bahwa kami akan bersama maupun berpacaran setelah lulus sekolah. Yang kami tahu pasti bahwa kami berjanji untuk belajar menjadi lebih baik.

TAMAT

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Crystal Dimension
298      203     1     
Short Story
Aku pertama bertemu dengannya saat salju datang. Aku berpisah dengannya sebelum salju pergi. Wajahnya samar saat aku mencoba mengingatnya. Namun tatapannya berbeda dengan manusia biasa pada umumnya. Mungkinkah ia malaikat surga? Atau mungkin sebaliknya? Alam semesta, pertemukan lagi aku dengannya. Maka akan aku berikan hal yang paling berharga untuk menahannya disini.
My World
583      387     1     
Fantasy
Yang Luna ketahui adalah dirinya merupakan manusia biasa, tidak memiliki keistimewaan yang sangat woah. Hidup normal menyelimutinya hingga dirinya berusia 20 tahun. Sepucuk surat tergeletak di meja belajarnya, ia menemukannya setelah menyadari bahwa langit menampilkan matahari dan bulan berdiri berdampingan, pula langit yang setengah siang dan setengah malam. Tentu saja hal ini aneh baginya. I...
What If I Die Tomorrow?
372      234     2     
Short Story
Aku tak suka hidup di dunia ini. Semua penuh basa-basi. Mereka selalu menganggap aku kasat mata, merasa aku adalah hal termenakutkan di semesta ini yang harus dijauhi. Rasa tertekan itu, sungguh membuatku ingin cepat-cepat mati. Hingga suatu hari, bayangan hitam dan kemunculan seorang pria tak dikenal yang bisa masuk begitu saja ke apartemenku membuatku pingsan, mengetahui bahwa dia adalah han...
Dandelion
5215      1514     0     
Romance
Kuat, Cantik dan Penuh Makna. Tumbuh liar dan bebas. Meskipun sederhana, ia selalu setia di antara ilalang. Seorang pemuda yang kabur dari rumah dan memilih untuk belajar hidup mandiri. Taehyung bertemu dengan Haewon, seorang gadis galak yang menyimpan banyak masalah hidup.
Serpihan Hati
10458      1734     11     
Romance
"Jika cinta tidak ada yang tahu kapan datangnya, apa cinta juga tahu kapan ia harus pergi?" Aku tidak pernah memulainya, namun mengapa aku seolah tidak bisa mengakhirinya. Sekuat tenaga aku berusaha untuk melenyapkan tentangnya tapi tidak kunjung hialng dari memoriku. Sampai aku tersadar jika aku hanya membuang waktu, karena cinta dan cita yang menjadi penyesalan terindah dan keba...
Search My Couple
510      283     5     
Short Story
Gadis itu menangis dibawah karangan bunga dengan gaun putih panjangnya yang menjuntai ke tanah. Dimana pengantin lelakinya? Nyatanya pengantin lelakinya pergi ke pesta pernikahan orang lain sebagai pengantin. Aku akan pergi untuk kembali dan membuat hidupmu tidak akan tenang Daniel, ingat itu dalam benakmu---Siska Filyasa Handini.
Depaysement (Sudah Terbit / Open PO)
3140      1388     2     
Mystery
Aniara Indramayu adalah pemuda biasa; baru lulus kuliah dan sibuk dengan pekerjaan sebagai ilustrator 'freelance' yang pendapatannya tidak stabil. Jalan hidupnya terjungkir balik ketika sahabatnya mengajaknya pergi ke sebuah pameran lukisan. Entah kenapa, setelah melihat salah satu lukisan yang dipamerkan, pikiran Aniara dirundung adegan-adegan misterius yang tidak berasal dari memorinya. Tid...
KAU, SUAMI TERSAYANG
626      429     3     
Short Story
Kaulah malaikat tertampan dan sangat memerhatikanku. Aku takut suatu saat nanti tidak melihatku berjuang menjadi perempuan yang sangat sempurna didunia yaitu, melahirkan seorang anak dari dunia ini. Akankah kamu ada disampingku wahai suamiku?
Pria Malam
914      578     0     
Mystery
Semenjak aku memiliki sebuah café. Ada seorang Pria yang menarik perhatianku. Ia selalu pergi pada pukul 07.50 malam. Tepat sepuluh menit sebelum café tutup. Ia menghabiskan kopinya dalam tiga kali tegak. Melemparkan pertanyaan ringan padaku lalu pergi menghilang ditelan malam. Tapi sehari, dua hari, oh tidak nyaris seminggi pria yang selalu datang itu tidak terlihat. Tiba-tiba ia muncul dan be...
HOME
283      210     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.