Sudah lewat 10 menit sejak bel pulang berdering, tapi Ileana masih menetap di kelas. Memprosesi apa saja yang terjadi hari ini.
Akhirnya, hari pertama Pekan Olahraga sudah resmi berakhir. Seluruh murid diperbolehkan pulang. Tetapi tidak untuk panitia, ekskul jurnalistik, dan ekskul penyiaran.
Panitia harus mempersiapkan acara untuk hari berikutnya, sedangkan kedua ekskul kejar tayang konten yang harus di update segera.
Kesimpulannya, hari pertama sukses besar!
Seluruh murid hingga pembimbing akademik memberikan feedback positif kepada panitia Pekan Olahraga, bahkan beberapa pihak yang tidak termasuk ke dalam kepanitiaan seperti jurnalistik dan penyiaran mendapatkan banjir pujian.
Muka Ileana terlihat kusam setelah mendokumentasikan acara melelahkan seperti ini. Tetapi setidaknya cukup menyenangkan untuknya.
Hanya saja, Ileana tidak begitu ingin membahas apa yang terjadi sewaktu stirahat. Kedua sahabatnya malah mengakibatkan kekacauan sehingga anak-anak sekelas tahu perasaan Ileana kepada Rafan. Belum lagi ketika Kyla akhirnya terang-terangan mengganggu Ileana.
Gadis itu mengusap kamera tersayangnya. Asalkan dia masih bisa mengambil foto dan hasil jepretannya tidak hilang. Sepertinya Ileana masih bisa santai.
Hembusan napas berat keluar dari mulutnya. Masih ada hari esok dan gadis itu harus berani berhadapan dengan kondisi yang sekarang.
Entah bagaimana jadinya nanti, Ileana harus kuat menahan segala macam gempuran.
Dilepas kunciran rambut yang sedari tadi menemani selama prosesi mengambil foto. Sekarang, gadis itu bisa membiarkan rambut hazelnut bergelombangnya lepas dari rasa pusing akibat ikatan yang terlalu kencang.
Sekali lagi, Ileana mengembuskan napas berat, tanpa menyadari Kaivan dan Naufal melihatinya sedari tadi.
“Kayaknya, Ibu Jurnalistik kelelahan sekali, ya?” ledek Kaivan.
Bibir Ileana melengkung ke atas, namun matanya berkata sebaliknya. Tanpa basa_basi, gadis itu mencengkram kepala kedua sahabatnya cukup kencang.
“Aduh!” rintih mereka berdua.
Naufal langsung mengeluarkan jurus seribu maaf, berharap sang saudara masih memiliki hati untuk memaafkan kebodohan tadi siang. Sama halnya dengan Naufal, Kaivan ikutan minta maaf sambil menambahkan sedikit unsur drama dan ucapan-ucapan manis. Berusaha keras membujuk Ileana agar tidak lama-lama marah.
“Ya, gimana! Nasi sudah jadi bubur, gak bisa di ulang lagi!” seru Naufal membela dirinya sendiri seraya berusaha melepaskan cengkraman maut Ileana.
“Makanya jangan kebanyakan airnya, Tuan Jenius,” balas Ileana datar.
Melihat Naufal gugur, Kaivan langsung maju menggantikannya.
“Ya, mungkin ini takdir, Na! Kayaknya emang udah saatnya perasaan kamu diketahui sama Rafan!” ujar Kaivan sambil beberapa kali mengedip manis ke Ileana.
Lelah dengan mereka berdua yang tidak terlihat benar-benar menyesal, Ileana langsung melepas cengkraman tangannya. Mulai berpasrah diri dan menerima keadaan.
“Masalahnya, aku itu belum siap …. Aku sudah terlalu nyaman dengan mengagumi Rafan dari jauh,” lirih Ileana.
Kaivan yang tengah memulihkan kepalanya dari rasa sakit, menggeleng tidak setuju. “Enggak juga, kok. Kalau kamu belum siap, kamu pasti gaakan susah-susah buat surat cinta begitu. Apalagi kamu sempat menyinggung soal tanggal buat confess. Rasanya aneh kalau kamu bilang belum siap tapi rencananya saja sudah ada,” tutur Kaivan.
Naufal mengangguk setuju. “Mungkin yang kamu rasain itu bukan belum siap confess tapi belum siap ditolak dan sakit hati. Iya, kan?” tanya sang sahabat memastikan..
Kedua mata Ileana terbelalak lidahnya mendadak kelu, tidak bisa mengelak ucapan kedua sahabatnya. Memang, mereka terlalu tahu seluk beluk gadis itu.
Belum sempat gadis itu membuka mulutnya, Naufal dan Kaivan langsung menepuk-nepuk pelan punggung Ileana.
“Sudah, jangan terlalu dipikirin. Kalau terlalu sering overthinking bisa kena serangaan jantung, loh,” ucap Naufal.
“Nah, iya, tuh. Dari pada mikirin apa yang terjadi ke depannya, mending kamu kasih hasil jepretan ke Hansa. Mau langsung dibikin artikel, kan?” tambah Kaivan, mengingatkan Ileana.
“OH IYA! AKU SUDAH DITUNGGU HANSA!” pekik Ileana panik, langsung meninggalkan kedua sahabatnya tanpa pamit.
Seakan mendapatkan ide, Kaivan langsung menyusul Ileana. “BENTAR, NA, AKU IKUTAN!”
Setelah ditinggal kedua sahabat, Naufal hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
‘Namanya juga anak muda,’ pikirnya lalu kembali ke kelas, menunggu Ileana dan Kaivan untuk pulang bersama.
***
Sesampainya di ruang jurnalistik, Kaivan dan Ileana disambut oleh anggota ekskul. Tampaknya mereka akan menetap di sekolah sampai tugas selesai.
Dari depan pintu lab terlihat pucuk kepala Hansa yang tengah bergoyang ke kanan dan ke kiri sambil sesekali menggumamkan lagu kesukaannya.
“Pak Ketua! Nih, pesanannya dari gojek. Free ongkir, ya, soalnya pake voucher anggota jurnalistik,” canda Ileana sambil menyerahkan kameranya.
“Wih, mantap. Ini yang ditunggu-tunggu dari tadi. Ayo gas biar malam ini bisa update artikel Pekan Olahraga,” ajak Hansa.
Gadis itu langsung menarik bangku ke dekat sang ketua ekskul jurnalistik, mulai mengerjakan artikel tersebut.
Di lain sisi ada Kaivan yang asik melirik ke segala sudut ruangan, tengah mencari keberadaan seseorang.
Setelah menemukan orang yang di maksud, Kaivan langsung merapihkan penampilan agar terlihat tampan maksimal di depan pujaan hati.
“Ekhem, Neng Ayyara, apa kabarnya, nih?” sapa Kaivan seraya menghampiri sang gadis berambut hitam panjang yang tengah sibuk menyiapkan sesuatu.
“Kenapa, Kaivan? kayaknya seru banget, ya, tadi ikut lombanya,” balas Ayyara, langsung mengalihkan perhatian ke pemuda di sampingnya.
“Wah, seru banget! Makasih buat seluruh panitia yang sudah mempersiapkan acaranya dengan baik!” Kaivan mengacungkan jempol ke Ayyara.
Senyum manis mengembang di bibir gadis itu. Ayara bersyukur dekat dengan Ileana. Gadi itu dikelilingi oleh teman-teman yang baik dan memiliki hawa positif di sekitarnya. Tidak heran dia menebar hawa positif.
Ayyara mengangguk lalu memberikan jempol untuk Kaivan. “Makasih, ya, sudah enjoy sama lomba-lombanya. Aku yakin, segenap panitia Pekan Olahraga mengerahkan yang terbaik untuk acara ini.”
Takut kehabisan bahan pembicaraan, Kaivan memutar balik otak, mencari cara agar interaksi ini terus berlanjut.
Melihat gadis di hadapannya mulai kembali ke posisi awal. Tanpa sadar, Kaivan memegang bahu Ayyara.
Bingung dengan Kaivan yang tiba-tiba memegang bahunya, sang gadis memiringkan kepala.
“Kenapa, Van?” tanyanya,
Mulut Kaivan sempat terbuka sebelum kembali mengatup, sedikit ragu untuk menanyakan hal ini kepada Ayyara.
Tapi sebelum gadis itu kembali membalikkan badannya, berpikipemuda itu hanya jahil memegang bahunya. Kaivan sontak bertanya, “Eh, jadi begini ges. Juri pemilihan Raja dan Ratu Grand Stellar siapa, deh? Aku penasaran, jujur.”
Gadis berambut hitam panjang itu menaikkan alisnya sebelah, merasa aneh dengan pertanyaan Kaivan.
“Memang kenapa?” tanya Ayyara.
“Hehe, soalnya aku sama Ileana tuh pesertanya, doain kepilih, ya! Cihui!” Kaivan terlihat jelas menahan salah tingkahnya.
Mendengar jawaban Kaivan, gadis itu langsung tercengang. Sebagian dari dalam dirinya bersyukur kalau dia belum sempat membocorkan apapun.
Ayyara langsung menggeleng cepat. “Gak boleh! Gak boleh tahu!” sanggah Ayyara.
Kaivan yang semula tersenyum indah bak bunga matahari, kini dengan cepat digantikan air mata buaya.
Mengetahui arti di balik air mata buaya Kaivan, Ayyara semakin keras menolak.
“Nanti gak seru dong kalau kamu tahu. Sudah, terima jadi aja, jangan banyak kepo.” Ayyara langsung bangkit dari duduknya dan mendorong Kaivan keluar dari lab.
Teringat ucapan sang pemuda tadi, Ayyara langsung menghampiri kedua anggota ekskul jurnalistik yang tengah asik membuat artikel. Gadis itu meminta Hansa mengeluarkan Ileana dari tim liputan karena dia salah satu peserta Raja dan Ratu Grand Stellar.
Mendengar permintaan Ayyara, Hansa langsung menyetujui lalu memberitahu Ileana kalau dia tidak perlu ikut meliput Pekan Olahraga. Sambil memberikan semangat kepada anggota andalannya.
Dengan berat hati, Ileana hanya bisa setuju. Ketika mendengar hal itu, sang gadis bisa merasakan kakinya melemas seketika. Setidaknya masih ada beberapa bahan yang Ileana bisa bantu unggah nanti.
“Oh, iya. Kalian berdua kan calon Raja dan Ratu Grand Stellar, kita wawancara dulu yuk!” ajak Hansa sambil menyiapkan kamera dan alat perekam suara. Lalu mengkodekan Ayyara untuk ikut menjad hostnya.
“Wah, kebetulan banget nih. Kemarin aku juga megang buat wawancarain yang lain” ujar Ayyara, menyetujui kode yang diberikan oleh ketua ekskul jurnalistik.
***
Sang ketua ekskul jurnalistik menyodorkan beberapa pertanyaan kepada host terpercayanya dan langsung disetujui oleh sang gadis.
“Waduh, wawancara ekslusif banget nih? Deg-degan jadinya,” kekeh Kaivan.
Ayyara tertawa kecil seraya meengggeleng. “Pertanyaannya gak susah-susah kok, cuman visi dan misi.”
Hansa memberikan isyarat kalau rekamannnya akan dimulai. Setelah pemuda itu menurunkan tangannya, salah satu anggota penyiaran langsung merekam wawancara eksklusif Ileana dan Kaivan sebagai calon Raja dan Ratu Grand Stellar.
“Hai semuanya, kembali lagi dengan Ayyara di sini. Seperti yang kita ketahui nih, kalau ajang Raja dan Ratu SMA Grand Stellar sudah di depan mata. Kira-kira siapa nih pick favorit kalian?“ sapa Ayyara sambil melambai-lambaikan tangan ke kamera.
Kaivan menatap ke IIeana. Sorot matanya memperlihatkan kalau sang pemuda tegah demam kamera, alias gugup tidak tahu ingin mengatakan apa. Ditambah lagi doinya yang membawakan acara, semakin malu rasanya kalau Kaivan tiba-tiba jadi terbata-bata.
“Nah, kita sambut calon pasangan Raja dan Ratu SMA Grand Stellar dari kelas XI-IPA 1. Ileana dan Kaivan!” Ayyara langsung berjalan ke samping Kaivan.
Hal itu sukses membuat kapten sepak bola tambah salah tingkah.
Gadis berambut hazelnut itu langsung melabaikan tangan ke Ayyara dan ke kameramen. “Hai, namaku Ileana Carissa Ghazanvar!”
“D-DAN AKU KAIVAN YAMAZAKI!” sahut Kaivan gugup.
“Kami berdua dari kelas XI-IPA 1! Salam kenal!” lanjut mereka kompak.
Sang Host bertepuk tangan menyambut mereka berdua. ‘Kompak banget, padahal super dadakan,’ pikirnya.
“Wihh, keren! Kompak, ya? Jadi apa nih Visi dan Misi kalian buat ke depannya?” Ayara mulai mengarahkan Mic ke arah Ileana.
Ileana menjawab, “Kami ingin membuat sekolah ini unggul dalam bidang non akademik dan bersedia menjadi sarana berkreasi siswa-siswi SMA Grand Stellar. Agar mereka bebas mengekspresikan diri juga minat dan bakatnya.”
Lalu Kaivan melanjutkan, “Untuk misinya, kami ingin memperbanyak event-event yang berkaitan kepada ekskul-ekskul seni budaya dan informatika. Lalu, memperbanyak lomba-lomba untuk bidang olahraga.”
“Wah, keren sekali! Nah, kira-kira ada pesan tambahan gak buat teman-teman yang menonton nih?” tanya Ayyara.
“Selalu percaya pada diri sendiri!” kata Ileana.
“Dan jangan pernah menyerah, ya!” sambung Kaivan.
“Baik, kalau begitu. Kami, Host dan calon Raja-Ratu SMA Grand Stellar. Beserta para kru, ijin undur diri. Ditunggu kehadirannya, ya, dipemilihan Raja dan Ratu Grand Stellar. Sampai jumpa!” pamitAyyara sebelum akhirnya Hansa memberikan kode kepada kameramen untuk berhenti mengambil video.
Ayyara dan kedua calon tersebut berbincang-bincang sementara. Sang gadis terkagum-kagum dengan visi misi yang mereka sebutkan, karena berpotensi akan membantu perkembangan ekskul penyiaran nantinya.
Sedangkan, terdengar suara Hansa tengah tertawa kecil.
Kaivan yang kebetulan mendengar pun langsung menghampiri Hansa. “Kenapa, Hans?” tanyanya. Sedikit takut kalau-kalau si ketua ekskul mulai gila sedikit karena kelelahan mengurus artikel.
“Aku lagi seneng, nih. Emang gak salah aku minta kalian buat di wawancaran. Bakal mantap, hasilnya. Lumayan bisa pansos sedikit dikalangn murid-murid,” jelas hansa.
Ileana yang mendengarnya sedikit bingung. “Gimana, pak?”
“Haha, kalian tahu kan kalau kalian berdua itu cukup populer dikalangan murid sekolah ini?” tanya Hansa balik sambil tersenyum licik.
Berbeda dengan Ayyara yang masih tenang, Ileana dan Kaivan pun terkejut setengah mati.
“Iya,” jawab Ayyara. “Kalian tuh sebenernya hot topic di sekolah. Kenapa begitu? Karena, di mata mereka, kalian itu troupe couple paling favorite di sekolah ini.”
“Benar, tujuanku sebagai calon jurnalis handal bukan hanya untuk mendapatkan apa yang jurnalis lain tidak bisa ddapatkan. Tapi menambah ketenaran seseorang dengan clout yang baik!” papar Hansa sambil tersenyum bangga.
Kaivan dan Ileana tertawa kikuk, mendengar jawaban mereka berdua. Padahal sudah jelas kalau Ileana telah menaruh hati kepada Rafan dan Kaivan menaruh hati kepada Ayyara.
Mengingat apa yang Kaivan lakukan tadi di Lab komputer dan bagaimana Kaivan salah tingkah setiap berada di dekat Ayyara. Ileaa langsung tertawa jahat, akhirnya dia punya pembalasan yang sepadan untuk sahabatnya.
Ileana menyikut lengan Kaivan agak kencang lalu melihat ke arah Ayyara berkali-kali. Kaivan yang semula tidak mengerti seketika panik sendiri melihat sahabatnya memberikan kode keras, langsung kepadanya.
Gadis berambut hazelnut itu memang tidak peka, tapi gerak-gerik Kaivan membuat siapa pun sadar kalau dia tengah mencari perhatian kepada gadis yang disukai.
Kaivan sekali lagi melirik ke Ileana, gadis itu masih tersenyum jahat seakan sudah mendapatkan samsak baru untuk dipukul.
Sedangkan Kaivan langsung medapatkan peringatan bahaya dari dirinya. tahu kalau Ileana sekarang sudah bisa meledeknya kapan saja. Jika ketahuan oleh yang lain, tamat sudah.
Selamat tinggal, hari-hari damai Kaivan yang singkat.