Pagi-pagi Arsya sudah di sibukkan dengan pelanggan yang berdatangan ke toko rotinya. Beruntung ia sudah menyiapkan semuanya sejak dini hari.
Arsya sengaja prepare nya lebih awal, karena ia harus menambah stok-stok roti yang mulai menipis. Sementara, Vanessa satu-satunya karyawan, terkadang masuk siang ataupun sore di kala dirinya memang punya jadwal untuk selalu stay di kampus alias full kuliah.
"Mas aku bisa bantu apa?" Suara Tania tiba-tiba masuk ke dalam indra pendengaran Arsya. Namun, segera di tepisnya.
Arsya pikir tidak baik berhalusinasi disaat pelanggan sedang ramai-ramainya.
"Mas, aku bisa bantu kamu, apa?" Lantas Tania yang bukan sekedar halusinasi Arsya memang sedang berdiri di belakangnya, gadis itu kesal karena ia tidak di pedulikan hingga ia menyentuh lengan kekar Arsya.
"Eh, sejak kapan kamu ada disini?" Seraya terus melayani beberapa pelanggan yang masih tersisa.
"Baru aja, tadi. Aku bisa bantu apa?"
Arsya tahu kedatangan Tania ke toko roti memiliki motif, tapi untuk sekarang ini ia masih belum bisa meladeni gadis itu.
"Kamu enggak perlu bantu apa-apa, duduk aja di situ." Tunjuk Arsya pada kursi tinggi yang terletak di antara meja kasir, tepat di dekatnya juga.
Seperti biasa, Tania yang selalu tidak bisa berbasa-basi langsung menduduki kursi yang ditunjuk Arsya, gadis itu dari awal hingga akhir hanya menyaksikan Arsya yang melayani pelanggan.
Arsya menghela nafas, pelanggan yang mampir ke tokonya sudah pergi dengan membawa pesanan mereka masing-masing. Lalu yang tersisa kini, hanya dirinya dan Tania.
"Apa kabar, Tan? Udah sehat?" Arsya menanyakannya bukan sekedar untuk berbasa-basi, tapi ia benar-benar ingin tahu keadaan gadis yang kini mengenakan outfit dan ankle boots nuansa warna cokelat pastel yang kalem ditambah oversized blazer. Dimata Arsya, Tania semakin terlihat kece, sementara paras cantik gadis itu tidak perlu dipertanyakan lagi, karena menurut Arsya, kelemahan Tania adalah tidak memiliki sisi jelek entah mau dilihat dari sisi manapun.
"Lumayan. Aku kesini mau ngomongin sesuatu," ungkap gadis itu.
"Aku udah tahu kok, tapi sebelum itu, aku mau nawarin kamu, mau minum apa dan ngemil apa?"
"Enggak usah, Mas, aku lagi enggak kepengin minum apalagi ngemil."
"Tapi aku mau maksa kamu, karena beberapa hari kamu mogok makan dan badanmu terlihat agak kurusan. Aku buatin minum, ice blend cookies and cream kesukaan kamu itu ya." Lalu pria itu pergi menuju ke dapur. Sementara, Tania pasrah saja, ia memilih untuk tetap berada di tempatnya.
Setelah beberapa menit dan kepala Tania sudah memikirkan banyak hal, Arsya pun muncul dengan nampan ditangannya.
"Ini dia minum dan camilannya." Minuman itu ia hidangkan di hadapan Tania dengan cemilan Wagyu Croissant Burger.
Tania kaget ketika melihat ice blend yang disebutkan Arsya malah berwujud jus alpukat.
"Mas, ini bukannya jus alpukat?"
"Iya, aku cari di google katanya orang hamil bagus minus jus alpukat jadi aku buatin jus alpukat aja, enggak apa-apa kan?"
"Enggak apa-apa sih," ucap Tania seraya mendorong jus itu pada Arsya kembali. "Tapi, tadi sebelum berangkat aku juga udah di jajalin ini sama mama, jadi terima kasih, yang buatan mas aku enggak kepengin lagi. Sama dengan burger ini, aku juga enggak tertarik, tiba-tiba kenyang melihatnya."
"Hah masa sih, Tan nolak? Ini aku buatin dengan penuh cinta loh untuk bumil muda satu ini," goda Arsya. "Sedikit aja cobain minumannya, yang ini beda dari yang mama bikin." Lantas Arsya kembali menyodorkan jus itu di hadapan Tania.
Terpaksa Tania meminumnya sedikit, tapi setelah merasakannya, ternyata Arsya tidak bohong. Rasa jus alpukat yang di buat Arsya memang beda dengan buatan mamanya tadi pagi.
"Enak sih, cuma tetap aja ini alpukat, aku enggak terlalu suka." Tania kembali menyodorkan jus itu pada si empu.
"Yaudah burger nya aja habisin, aku ambilin air putih."
Bahkan setelah Arsya kembali lagi burger itu masih pada tempatnya, Tania seperti tidak berniat untuk sekedar mencicipinya.
"Loh kok masih belum dimakan?"
"Enggak deh, mas."
"Yaudah lah kalau memang kamu tidak mau." Arsya menggeser nampan itu dan menukarnya dengan sebotol air mineral. "Kamu mau ngomongin apa?"
"Tentang pernikahan itu, aku terima, tapi ada syaratnya."
"Apa syaratnya?"
"Kita menikah cuma di atas kertas segala kewajiban tentang suami istri enggak harus dipenuhi," papar Tania.
"Terus?"
"Selebihnya aku akan pikirkan nanti, apa-apa yang seharusnya enggak mau aku lakukan."
"Ok, kalau gitu." Arsya menunjukkan tangannya untuk saling berjabat pertanda mereka sudah saling sepakat, tapi sayangnya tidak dibalas oleh Tania.
"Apaan sih, Mas," sewot Tania seraya melirik aneh pada Arsya.
Maka dengan terpaksa Arsya menarik kembali tangannya. Tania masih terlalu kaku untuk diajal berlaku santai.
"Jadi kapan mas mau ngomongin ini ke papa?"
"Ya secepatnya lah, tapi kalau kamu maunya kapan?"
"Malam ini bisa nggak?"
"Wih ngebet ya kamu. Ya bisalah," setuju Arsya.
"Yaudah lah kalau gitu, mas kerja sana," usir Tania secara tiba-tiba ketika melihat Arsya masih betah duduk di sampingnya.
"Lah kamu?"
"Aku masih mau disini, enggak boleh?"
"Ya boleh-boleh aja sih, tapi yakin? Enggak kepengin pulang, terus istirahat aja? Kamu keliatannya lagi capek."
"Enggak, Mas, aku udah puas istirahat dari kemarin."
"Kalau gitu mas kedapur ya, ada apa-apa teriak aja, ok?"
Tania hanya mengangguk. Setelah kepergian Arsya, lalu gadis itu mengeluarkan laptop dari tasnya. Ia tahu dari teman-temanya tugas kuliah menumpuk, dan rencananya hari ini ia ingin mulai masuk lagi kekampus, tapi secara tiba-tiba pikirannya ngalur ngidul hingga tiba lah ia di toko roti Arsya. Namun, perihal ia setuju dengan pernikahan sudah dipikirkan sungguh-sungguh sejak tadi malam. Hanya saja masih butuh waktu untuk menyampaikannya pada kedua orang tua maupun Arsya, tapi nyatanya tuhan punya rencana lain.
"Hei, Tan! Tumben datang kesini? Mimpi apa lo?" Tiba-tiba Vanessa muncul dan langsung menyapa Tania yang sedang termenung menghadap layar laptop yang gelap.
"Eh lo! Kemana aja sih." Tania tanpa sadar mengucapkan itu, padahal seharusnya kalimat itu lebih tepat ditujukan padanya.
"Lah lo kali yang kemana aja, chat gue malah lo baca aja enggak di balas."
"Iya kah. Gue lupa," jawab Tania asal-asalan.
"Lo kenapa sih, kok keliatan capek banget, lagi ada masalah? Terus lo udah baikan sama mas Arsya?"
Tania tidak menjawabnya dengan ucapan melainkan dengan ekspresi, yang membuat Vanessa reflek mendekat khas seperti ibu-ibu yang tidak mau ketinggalan gosip.
"Kenapa ... kenapa, ayo cerita, Tan," antusias Vanessa.
"Tanya aja sama mas Arsya." Lantas Vanessa kecewa usai sang sahabat hanya memberi harapan palsu untuk bercerita.
"Ah udahlah, kayaknya lo baik-baik aja, soalnya masih bisa php-in gue." Lalu gadis hitam manis itu pergi meninggalkan Tania yang tersenyum sangat senang usai berhasil menjahili sahabatnya.
Tania : mas kalau Vanessa nanya sesuatu tentang aku, bilang aja aku lagi pusing karena mau nikah
Tania : tentang pernikahan kita enggak usah ditutupi dari Vanessa, Mas. Percuma
Mas Arsya : ok, Beb, laksanakanš
Mas Arsya : aku kerja dulu nanti baru kita bahas lagi masalah kita, tapi kamu masih di depan kan?
Tania : masih
Bersambung ...