Read More >>"> Tulus Paling Serius (Arsya's Bakery) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Tulus Paling Serius
MENU
About Us  

"Nes, kamu pulang dulu aja, itu biar aku yang beresin." Seorang pria dengan seragam kemeja itu baru saja selesai membuang sampah tidak jauh dari tokoh.

"Mas Arsya memangnya tidak apa-apa aku tinggal?" Gadis itu bertanya karena agak tidak nyaman jika ia langsung menuruti bosnya itu begitu saja, apalagi masih banyak pekerjaan yang belum diselesaikan.

"Enggak apa-apa, aku udah biasa. Lagipula kamu mau mengerjakan tugas kuliahmu kan?"

Vanessa menyeringai sedikit, ia agak tidak nyaman karena bosnya itu terus memakluminya. "Tapi, mas dibelakang itu masih ada peralatan yang belum dicuci."

"Iya, udah biar aku aja."

Arsya selalu bersikap baik pada semua orang, termasuk Vanessa, satu-satunya karyawan toko rotinya. Pria berperawakan menjulang dan atletis itu memiliki banyak kelebihan yang selalu dikagumi kaum-kaum hawa.

"Yaudah aku pulang, Mas Arsya," pamit Vanessa. Lalu melambaikan tangan dan keluar dari toko roti.

Arsya kembali meneruskan langkah nya menuju kedapur setelah membalikkan plang buka tutup, yang ditempel di pintu kacanya.

Pria itu bersenandung kecil, akhir-akhir ini ia menyukai sebuah lagu dari grup musik radiohead yang berjudul creep. Lagu itu ia senandungkan sambil mencuci beberapa peralatan yang kotor.
Toko Roti dengan nama Arsya's Bakery ini sudah berdiri sejak dua tahun lamanya. Banyak hal yang di lalui Arsya hingga bisa membuka toko sendiri. Meski ia dibesarkan di tengah-tengah keluarga kaya, tetap saja tidak membuat jalan kehidupannya mulus.

Sebetulnya membangun bisnis, apalagi sampai membuka toko sendiri, sama sekali tidak pernah ada dalam rencananya. Dari kecil Arsya selalu bercita-cita menjadi seorang dokter. Namun, karena suatu hal yang sangat memyinggung perasaannya, Arsya lebih memilih mundur dari cita-citanya itu.

Lalu setelah membereskan segala cuciannya, kini Arsya kembali kedalam, ia akan menyapu dan mengepel agar esok tidak terlalu repot membersihkannya.

Toko roti ini ia rancang sendiri dengan Gaya desain interior modern minimalis. Arsya sengaja memilih gaya ini karena memiliki karakteristik yang mengutamakan fungsi interior dengan bentuk yang sederhana. Gaya desain ini tidak banyak menggunakan ornamen-ornamen dan hiasan-hiasan karena  cenderung simpel dan polos. Menurut Arsya, Gaya interior modern minimalis bisa terlihat hangat dan inviting.

Lalu untuk yang akan datang, Arsya berencana memperluas toko rotinya. Konsepnya akan ia ubah menjadi seperti cafe. Namun, untuk itu semua banyak yang harus ia persiapkan. Jumlah karyawan juga harus ia tambah.

Arsya begitu berharap kelak akan berhasil, meski tidak dengan jalur cita-cita yang begitu  diidamkan saat masih kecil.

Terakhir ia akan mengelap etalase, yang merupakan bagian paling akhir dan setelahnya Arsya akan pulang.

"Tania?" Arsya tidak sengaja melihat seorang gadis sedang berdiri didepan tokonya, gadis itu ia kenal.

Lalu Arsya pergi keluar untuk memastikannya. Dan ternyata benar, itu memang gadis yang ia kenal.

"Kamu kenapa, Tan?" Arsya langsung khawatir ketika mendapati adik angkatnya itu terlihat lusuh dengan piyama tidur bahkan dengan rambut asal-asalan. Yang ia tahu sosok Tania tidak akan pernah keluar rumah dengan penampilan seperti itu.

Gadis itu baru saja memasukkan handphonenya di saku piyama. Tadinya ia habis menelpon.

"Aku kira Vanessa belum pulang, tapi barusan katanya udah sampai rumah. Yaudahlah aku pulang juga."

Tania bisa terlihat lemah atau menangis di depan orang lain yan jelas orang itu bukan Arsya. Karena ia tidak ingin Arsya melihat kelemahannya. Yang selalu ia tunjukkan pada pemuda satu ini selalu keangkuhan dan tatapan benci seolah Arsya pernah berbuat sesuatu yang pantas dibenci olehnya.

"Naik apa, Tan? Kamu bawa mobil?" Arsya tetaplah Arsya tidak peduli berapa kali ia di sakiti, tetap saja ia akan berlaku baik pada adik angkatnya, Tania. Bahkan secara khusus suaranya menjadi lebih lembut lagi ketika berbicara pada Tania.

Gadis itu menepis tangan Arsya yang menahan lengannya. "Enggak usah kepo!"

"Kamu kenapa, Tan? Ada masalah?" Siapapun yang melihatnya, akan tahu bahwa gadis yang sedang berhadapan dengan Arsya ini punya masalah dan sedang tidak baik-baik saja. Apalagi Arsya yang memang selalu begitu perasa jika menyangkut adiknya yang satu ini.

"Jangan ikut campur." Tania berusaha untuk melepaskan cekalan tangan Arsya yang semakin kuat menahannya agar tidak pergi.

"Aku enggak akan biarin kamu pergi seperti ini sendirian, Tan." Arsya menatap prihatin pada Tania. "Ayo masuk dulu," ajaknya kemudian seraya menuntun Tania.

Tidak seperti biasanya, kali ini Tania menurut. Ia begitu mempasrahkan dirinya dengan tuntunan Arsya yang membawanya pada bangku panjang di dekat etalase.

Arsya kemudian mengambil segelas air putih dan diberikan pada Tania. "Kamu udah makan, Tan?"

Lantas tangis gadis itu kembali pecah, sejak tadi ia memang menahan semuanya, tapi bagi Tania, Arsya bukanlah orang yang tepat untuk ia menceritakan segala permasalahannya.

"Lah kok nangis?" Laki-laki itu berjongkok di depan Tania, ia mengusap pelan pipi Tania yang basah oleh air mata. "Kenapa, Tan?" Arsya masih berusaha untuk tahu permasalahan adiknya.

Gadis itu menggeleng dan minum segelas air yang diberikan Arsya.

"Mau aku antar pulang aja?"

Kemudian gadis itu mengangguk, Tania kali ini mengalah pada egonya. Egonya yang tinggi sekali terhadap Arsya.

"Tunggu bentar dulu ya." Arsya kemudian pergi dari hadapan Tania, ia mambereskan yang masih tersisa.

Setelah tiga menit, Arsya kembali menghampiri Tania yang masih terpaku di tempat semula. Pria itu sudah mengenakan hoodie hitamnya dan siap untuk pulang.

"Ayo, pulang."

Lantas Tania pun berdiri sendiri, ia tidak menerima uluran tangan pria itu untuk membantunya berdiri.

Arsya pun cukup mengerti dengan sikap Tania yang memang selalu membuat hatinya terluka, entah dengan tindakan atau dengan perkataan.

Gadis itu berjalan perlahan menuju mobil yang teparkir tidak jauh dari toko dengan Arsya yang masih bersisian dengannya. Arsya begitu sigap untuk membukakan Tania pintu mobilnya, bahkan tangannya tidak diam saja, pria itu menengadahkan tangannya untuk melindungi kepala Tania. Setelahnya ia mengitari mobil dan masuk ke bangku pengemudi.
"Seat bealt-nya dipakai dulu, Tan," pinta Arsya dikala seat bealt bagiannya telah ia pasang.

Dengan malas dan tanpa banyak bicara, Tania menuruti permintaan Arsya. Sementara Arsya yang tidak ingin memperburuk keadaan langsung melajukan mobilnya.

Sebetulnya Arsya ingin bertanya perihal permasalahan yang sedang dihadapi gadis disampingnya, tapi mengingat Tania anti bicara padanya maka niat itu ia urungkan kembali. Namun, tindakannya tidak bisa bohong, karena Arsya tidak bisa jika tidak menoleh kesamping sesekali, hanya untuk memastikan kondisi Tania.

Pada akhirnya Arsya merelakan suasana hening hingga sampai pada tujuan.

"Eh, papa sama mama pulang, ya?" Arsya bertanya karena melihat pintu rumah Tania terbuka.

"Enggak. Tadi aku yang lupa tutup." Tania berucap seraya bergegas membuka pintu, tapi ia kalah cepat dengan Arsya yang kembali menutup pintu itu.

"Ayo cerita, Tan! Aku tahu kamu lagi ada masalah, sampai pintu aja kamu lupa nutupnya, terus kamu ke toko roti dengan keadaan kayak gini. Benar-benar bukan kamu, Tan. Sekarang, ayo cerita," paksa Arsya yang langsung mengunci mobilnya.

Gadis itu tetap bergeming, seolah mulutnya terkena lem, atau dia lupa caranya bicara. Tatapannya lurus kedepan, tapi kosong.

"Kamu ada masalah sama Virgo? Hmm?" Arsya masih belum menyerah dan memang ia tidak ingin menyerah. "Enggak apa-apa, Tania cerita aja. Entah masalah apapun itu. Kamu harus ingat, orang tua kamu nitipin kamu ke aku. Jadi kalau misalnya kamu ada apa-apa dan aku enggak tahu, itu berarti aku enggak tanggung jawab."

"Menurut kamu kalau misalnya pacar kamu hamil sama kamu, tapi diluar nikah. Kamu bakal nyuruh dia gugurin atau nyuruh mempertahankannya?" Ucapan Tania yang tidak neko-neko membuat Arsya terdiam cukup lama.

Seolah sudah tahu titik permasalahannya, Arsya malah menyugar rambutnya frustasi sendiri.

"Kamu istirahat dulu aja malam ini. Mungkin kamu terlalu lelah, besok-besok kita bahas lagi." Arsya merasakan gelenyar amarah pada dirinya, dan ia tidak mau melukai Tania yang lebih terluka.

Lantas setelah gadis itu keluar dari mobilnya, dan masuk kedalam rumah mewah yang masih gelap gulita itu, Arsya masih tidak pergi dari tempatnya. Matanya masih ingin memastikan Tania baik-baik saja sampai gadis itu dapat menekan saklar lampu kamarnya, hingga terpancar keluar.

Arsya terlalu peka hingga beban yang seharusnya ditanggung orang lain, malah ia ikut andil.

Bersambung ...

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
A promise
507      320     1     
Short Story
Sara dan Lindu bersahabat. Sara sayang Raka. Lindu juga sayang Raka. Lindu pergi selamanya. Hati Sara porak poranda.
Kare To Kanojo
5192      1453     1     
Romance
Moza tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah setelah menginjak Negara Matahari ini. Bertemu dengan banyak orang, membuatnya mulai mau berpikir lebih dewasa dan menerima keadaan. Perbedaan budaya dan bahasa menjadi tantangan tersendiri bagi Moza. Apalagi dia harus dihadapkan dengan perselisihan antara teman sebangsa, dan juga cinta yang tiba-tiba bersemayam di hatinya. DI tengah-tengah perjua...
(L)OVERTONE
1831      646     1     
Romance
Sang Dewa Gitar--Arga--tidak mau lagi memainkan ritme indah serta alunan melodi gitarnya yang terkenal membuat setiap pendengarnya melayang-layang. Ia menganggap alunan melodinya sebagai nada kutukan yang telah menyebabkan orang yang dicintainya meregang nyawa. Sampai suatu ketika, Melani hadir untuk mengembalikan feel pada permainan gitar Arga. Dapatkah Melani meluluhkan hati Arga sampai lela...
Edelweiss: The One That Stays
1232      527     1     
Mystery
Seperti mimpi buruk, Aura mendadak dihadapkan dengan kepala sekolah dan seorang detektif bodoh yang menginterogasinya sebagai saksi akan misteri kematian guru baru di sekolah mereka. Apa pasalnya? Gadis itu terekam berada di tempat kejadian perkara persis ketika guru itu tewas. Penyelidikan dimulai. Sesuai pernyataan Aura yang mengatakan adanya saksi baru, Reza Aldebra, mereka mencari keberada...
Di Hari Itu
419      296     0     
Short Story
Mengenang kisah di hari itu.
Bimbang (Segera Terbit / Open PO)
3646      1478     1     
Romance
Namanya Elisa saat ini ia sedang menempuh pendidikan S1 Ekonomi di salah satu perguruan tinggi di Bandung Dia merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara dalam keluarganya Tetapi walaupun dia anak terakhir dia bukan tipe anak yang manja trust me Dia cukup mandiri dalam mengurus dirinya dan kehidupannya sendiri mungkin karena sudah terbiasa jauh dari orang tua dan keluarganya sejak kecil juga ja...
Faith Sisters
1670      1070     3     
Inspirational
Kehilangan Tumbuh Percaya Faith Sisters berisi dua belas cerpen yang mengiringi sepasang muslimah kembar Erica dan Elysa menuju kedewasaan Mereka memulai hijrah dari titik yang berbeda tapi sebagaimana setiap orang yang mengaku beriman mereka pasti mendapatkan ujian Kisahkisah yang relatable bagi muslimah muda tentang cinta prinsip hidup dan persahabatan
SATU FRASA
13264      2695     8     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...
Cinta Dalam Diam
687      445     1     
Short Story
Kututup buku bersampul ungu itu dan meletakkannya kembali dalam barisan buku-buku lain yang semua isinya adalah tentang dia. Iya dia, mungkin sebagian orang berpendapat bahwa mengagumi seseorang itu wajar. Ya sangat wajar, apa lagi jika orang tersebut bisa memotivasi kita untuk lebih baik.
Sugar Baby Wanna be
281      233     2     
Romance
Kalian punya Papa posesif, yang terus mengawasi dan mengikuti ke mana pun? Sama! Aku benci Papa yang membuntuti setiap pergerakanku, seolah aku ini balita yang nggak bisa dibiarkan keluyuran sendirian. Tapi, ternyata saat Papa pergi, aku sadar kalau nggak bisa melakukan apa-apa. Penyesalanku terlambat. Kehilangan Papa menjadi pukulan terbesar bagiku. Hidupku berubah dan menjadi kacau. Aku bahk...