Untuk yang kesekian kalinya, Arsya mengembuskan nafas kasar. Sejak semalam ia tidak nyaman, masalah yang menimpa Tania benar-benar mengganggunya. Bahkan untuk pagi ini saja ia sudah mondar-mandir kesana kemari. Pertama sekali saat ia membuka mata yang dipikirkannya langsung Tania, lalu ia bergegas untuk mencari laki-laki yang seharusnya bertanggung jawab, tapi sayangnya laki-laki itu tidak berada di tempatnya. Lantas, usai menyambangi apartemen pribadi Virgo, Arsya mencarikan sarapan untuk Tania. Namun saat tiba di depan rumah Tania, yang dilakukan Arsya hanyalah berdiam diri di dalam mobil.
Arsya masih ingat bagaimana bencinya Tania saat ia memperlihatkan kekhawatirannya secara berlebihan, hingga gadis itu mengatainya toxic dan posesif, padahal Arsya tidak pernah bermaksud seperti itu.
Cukup lama juga Arsya mengintai gadis itu dari depan rumah, hingga akhirnya Tania keluar. Oufit yang dikenakan Tania cukup rapi seperti biasanya, Arsya kira gadis itu akan ke kampus hari ini.
"Tania? Bareng aku aja yuk, ada yang mau aku omongin," tawar Arsya yang mengharap Tania tidak menolak.
"Mau ngomongin apa? Sekarang aja, aku mau ke suatu tempat." Seperti biasa Tania selalu jutek bahkan terkesan seperti tidak akan pernah memerlukan bantuan apa-apa pada lelaki yang satu ini.
"Kamu mau pergi? Kemana? Bukan ke kampus?" Arsya malah bertanya hal lain yang mengundang risih Tania.
"Udahlah kalau cuma mau basa-basi, taxiku udah datang." Lantas gadis itu berlalu begitu saja menaiki taxi yang memang telah ia pesan. Dan Arsya hanya bisa menikmati bau parfum Tania yang tertinggal. Gadis itu benar-benar pergi sebelum sempat di cegah oleh Arsya yang malah bengong sendiri.
Arsya berinisiatif untuk mengikuti kemana Tania akan pergi, hari ini ia memutuskan untuk menutup toko rotinya. Arsya tidak bisa bersikap seperti tidak terjadi apa-apa hanya karena gadis yang dikhawatirkannya kini sudah terlihat baik. Arsya mengenal Tania dengan sangat baik, gadis itu memang selalu ingin terlihat kuat.
Taxi yang dinaiki Tania ternyata belok ke persimpangan kanan, jalan itu adalah jalan menuju ke bandara. Arsya nyaris lurus saja.
Di bandara Tania menunggu cukup lama, Arsya yang hanya berani memperhatikan dari jauh juga masih ada di sana.
Hampir satu jam, seseorang yang ditunggu Tania tidak muncul.
Tante Widya : besok pagi pukul 7, Virgo berangkat ke Korea . Kamu ikut nganterkan, sayang?
Tania : iya, Tante
Tante Widya : terima kasih ya, sayang, kamu mau bujuk Virgo. Padahal, tante udah hampir menyerah dengan anak itu
Tante Widya : oh iya, nanti kalau misalnya Virgo di luar negeri kamu jangan sungkan ya main kerumah tante seperti biasanya
Tania : iya tante
Tadi malam Tania mendapatkan pesan itu, hingga membuatnya nekat pagi-pagi datang ke bandara, tapi yang didapat setelah tiba hampir satu jam lebih menunggu, ia bahkan tidak menemui siapapun disana. Entah itu Virgo ataupun ibunya.
Menunggu Virgo ibaratkan bergelantungan pada satu tali yang sudah mau putus. Tania benar-benar berharap masih bisa menemui Virgo dan meminta pertanggung jawabannya sekali lagi. Namun, kenyataannya pria itu memang tidak datang usai Tania mendapatkan pesan lagi dari ibunya Virgo.
Tante Widya : kamu dimana ini sayang?
Tante Widya : Virgo katanya sudah berangkat tadi malam, dia baru ngabarin tante pagi ini
Dalam sekali embusan nafas, Tania ingin melempar handphonenya kesembarang arah.
"Apa ini pertanda aku benar-benar ditinggalkan?" tanyanya pada diri sendiri dan dibarengi dengan air mata yang sudah tidak dapat tertahankan lagi. "Tega banget kamu, aku benar-benar enggak nyangka kalau aku bisa menghabiskan waktu bersama orang yang kejam seperti kamu, Virgo. Lantas sekarang aku gimana?" Tania frustasi dan menjambak rambutnya sendiri, kali ini ia sudah tidak peduli dengan orang-orang yang berlalu lalang dan memperhatikannya.
"Tan udah, kamu diliatin banyak orang." Arsya menghampiri Tania yang sedang bertingkah tidak selayaknya orang baik-baik saja, hingga menjadi pusat perhatian.
Pria itu berlutut dihadapan Tania yang sedang duduk di kursi berbahan besi."Ayo pulang," ajaknya sekali lagi dengan suara yang super halus dan menenangkan. Ia juga mengusap pipi gadis yang saat ini sama sekali tidak bisa mengontrol tangisnya.
"Pulang dulu ya."
"Mas," lirih Tania seraya menatap manik pria yang sedang berlutut dihadapannya.
Tania langsung menghambur ke dalam pelukan Arsya, pria itu nyaris terjungkal jika saja keseimbangannya tidak begitu kuat.
"Gimana? Dia udah benar-benar pergi." Tania merengek dalam pelukan Arsya seperti sudah kehilangan malunya, aksi dramatis mereka masih menjadi tontonan para pengunjung bandara.
"Iya-iya kita bahas dirumah, sekarang pulang dulu ya." Arsya masih berusaha untuk membawa gadis itu pergi dari banyak pasang mata. "Ayo bangun."
"Mas, mereka pada liatin, gimana? Aku malu." Tania baru menyadarinya setelah ia dibantu berdiri oleh Arsya, lantas gadis itu langsung bersembunyi di balik dada bidang Arsya yang memang mampu melindunginya dari tatapan aneh orang-orang.
"Baru nyadar? Makanya jalan, jangan diem di tempat begini." Arsya kesusahan saat Tania nemplok dengan tidak tahu dirinya. Namun, dibalik aksi Tania yang seharusnya membuat risih Arsya justru tersenyum tipis.
"Minjam masker."
"Masker apaan? Enggak ada, Tan. Udah jalan aja, pura-pura aja enggak terjadi apa-apa, mereka juga enggak kenal kamu."
"Mana bisa gitu, Mas. Lupa ya, aku ini selebgram." Arsya nyaris tertawa mendengarnya jika saja ia tidak sedang berada di tempat umum. "Aku pura-pura pingsan aja, Mas gendong aku."
"Enggak segitunya juga kali, Tan." Lantas pria itu menuruti permintaan Tania. Namun, ia tidak menyangka jantungnya akan berdebar-debar, hingga membuatnya agak tidak nyaman karena takut ketahuan Tania. "Udah, Tan, sampe sini aja ya, enggak nyaman diliatin orang." Mereka akhirnya tiba di tempat yang memang tidak terlalu ramai.
"Makasih, " ucap Tania seraya membenarkan pakaiannya.
Sesekali gadis itu masih terisak.
"Sebentar ya, ambil mobil dulu." Arsya lalu pergi meninggalkan Tania yang masih berusaha untuk menghapus jejak-jejak tangisnya dengan dibantu layar handphone yang ia gunakan buat berkaca.
***
"Terus rencana kamu gimana?" Sejak tadi Arsya baru bisa bersuara setelah sebuah kenyataan terucap dari mulut Tania. Pria itu benar-benar kecewa setelah prasangkanya mendapat validasi.
"Aku benar-benar enggak tahu, Virgo sudah sama sekali tidak bisa dihubungi."
Pria itu menyugar rambutnya, embusan nafas berat juga berkali-kali ia lakukan.
"Papa dan mama, aku benar-benar enggak tahu gimana ngasi tahunya. Aku juga udah malas mau kuliah, kalau seandainya semua teman-teman ku tahu, nama baik keluargaku mungkin tidak bisa selamat."
Pandangan Arsya yang tadinya lurus kedepan kini berpindah menatap prihatin pada Tania. Arsya pikir ia tidak boleh menghakimi Tania, meski dirinya kecewa dan hatinya juga hancur.
"Pelan-pelan aja, Tan, ngasih tau orang tuamu. Kamu juga harus tenang dulu. Ingat, kamu enggak sendirian sekarang, tubuhmu untuk saat ini bukan hanya milikmu," ujar Arsya. "Oh ya tadi aku beli sarapan buat kamu. Kamu dari pagi tadi belum makan apa-apa kan?"
Saat ini sudah hampir pukul 11.14, karena terlalu serius memikirkan permasalahan yang dihadapi, Tania sampai melupakan rasa laparnya. Padahal, perutnya sudah sejak tadi berteriak meminta dikasi makan.
Lantas Tania menganggukkan kepala, menjawab pertanyaan Arsya.
"Aku ambil dulu di mobil."
Bersambung ....