Read More >>"> Be Yours. (1.1 Kekalahan Clarin) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Be Yours.
MENU
About Us  

Jam istirahat tiba. Clarin masih belum tahu akan permintaan Atlas yang harus ia wujudkan. Atlas masih belum memberitahunya. Mungkin Atlas masih mencari beberapa cara untuk membuat Clarin kesusahan menuruti maunya. Daripada Clarin pusing memikirkan permintaan Atlas, ia memutuskan untuk memakan bekal yang sudah Irma bawakan. Atlas masih sibuk merapikan meja. Clarin memutuska memberikan satu tepak bekalnya untuk Atlas. Irma memang sudah memberitahunay supaya tepak bekal itu ia berikan pada Atlas. Ketika dirasa Atlas telah selesai merapikan meja Clarin menyodorkan tepak bekal itu padanya.

Nih, Tlas. Irma tadi titip bekal buat lo katanya," ujar Clarin. Atlas enerima bekal itu dengan hati riang. Ia langsung membuka isi tepak bekal Clarin, "Wah sandwhich buatan Irma. Udah lama banget gue enggak makan sandwhich, thanks ya Cla! Eh, tapi temenin ke kantin yuk. Gue mau beli makan dulu. Sandwhich Irma gue makan nanti pas istirahat kedua."

Clarin dengan santai menolak, "Lo aja deh ke kantin, gue mager banget Tlas. Gue mau di kelas aja menikmati sandwhich Irma."

Atlas tak mau menyerah membujuk sahabat karibnya itu supaya mau menemaninya ke kantin, "Cla, gue lapar benget," rayu Atlas sedikit memelas. Clarin langsung menjawabnya, "Maaf, gue udah bawa bekal dan gue lagi mager banget Atlas." Atlas melirik bekal Clarin yang belum berdiri dan masih mengunyah sandwhich dengan lahapnya, "Temani aja, itu pun kalau lo penasaran soal permintaan gue. Gue juga nanti malam mau ke markas," kata Atlas berusaha mengompori Clarin. Dengan bersungut-sungut Clarin membawa tas makanannya. Ia cepat-cepat berdiri dari bangkunya dan mengikuti Atlas menuju ke kantin. "Cla, lo pesan apa? Gue traktir ya."

"Maunya, enggak nolak. Tapi, enggak usah. Gue makan bekal Irma aja." Atlas ke depan dan memesan makanan favoritnya, "Bu, saya pesan 1 mangkok. Mie-nya yang banyak," kata Atlas pada ibu kantin. Tak lama Tito, Dimas, dan Seine menghampiri meja Atlas dan Clarin.

"Ya ela Cla, masih lengket sama pangeran cemen satu ini," sindir Tito. Atlas mengepalkan tangannya. Ia hendak berdiri dan memukul Tito. Tapi, Clarin membaca gerakan Atlas. Ia menggenggam tangan Atlas, lalu meliriknya sebentar, "Jangan gitu dong, dia sahabatku yang paling baik. Eh, kalian enggak makan?" kata Clarin berusaha tenang.

"Enggak. Kita solidaritas sama Dimas. Dia kan lagi diet gede-gedean hari ini. Tugas kita turut merasakan penderitaan Dimas selama diet. Hitung-hitung nambah pahala juga," ucap Seine sambil menyikut lengan Dimas.

"Masa' enggak tahu Cla, Dimas diet biar bisa nyamain badan pangeran cemenmu. Dimas udah terlanjur cinta mati sama kamu," imbuh Tito.

"A ... apa'an sih To, a ... a ... aku enggak su ... suka sa ... sama Clarin," kata Dimas gagap. Clarin memandang mereka secara bergantian.

"Udah ngaku aja Dim, Clarin juga masih jomblo tuh."

"Engg ... enggak. A ... aku ... aku kan, sudah punya calon sendiri."

"Dim, Dim, santai aja ngomongnya. Udah kayak mau dieksekusi aja," ucap Seine.

"Nih, pasti demam Clarinierztt ...," sambung Tito cepat.

"Udah Dim, mending lo nyerah. Clarin cewek setia, dia setia sehidup semati sama pangeran cemennya, Atlas. Lo enggak punya harapan," kata Seine memanas-manasi Dimas. Atlas berdiri dan mulai geram. Ia hampir saja melayangkan tinju pada dua orang yang ada di hadapannya itu. Kalau bukan karena dilarang Clarin, pasti kantin sekarang berubah jadi arena tinju.

"Eits, ada yang mulai ngambek nih. ..," sindir Tito dengan wajah puas. Tito masih bercoleteh dan berusaha membuat Atlas panas, "Ih ..., jadi takut. Cla, mending kamu hati-hati sama pangeran cemenmu, mulai ganas tuh," tambah Tito. Akhirnya Dimas, Tito, dan Seine pergi. Mereka mencari tempat duduk lain.

"Lo kenapa, Cla?! Gue udah naik pitam. Pengen gue tonjok satu-satu mereka! Lo ngapain tadi ngelarang?!" omel Atlas marah.

"Ya ampun, gitu aja emosi. Biarin aja, Tlas," kata Clarin santai. Clarin duduk lagi dengan santai.

"Biarin?! Coba kalau yang diganggu lo, pasti udah nonjok dari tadi. Giliran gue yang mau nonjok malah dilarang. Mau lo gimana??"

"Udah, tenang dulu. Lagipula kalau lo berantem, anak-anak pada gerombol terus guru-guru pada datang. Ntar' lo yang dihukum."

"Iya. Terus kenapa lo diam aja waktu gue dibilang pangeran cemen?!! Bela dikit kenapa?" protes Atlas yang merasa kecewa melihat Clarin diam saja. Biasanya Clarin akan membelanya ketika Tito dan gengnya memulai pertengkaran. Kali ini Clarin duduk diam dan menikmati bekalnya.

"Udah lah. Tenang aja, semua udah beres."

"Jangan-jangan lo udah--"

"Hahaha ..., iya lah. Clarin gitu loh. Semua beres, aman terkendali."

"Bilang dari tadi kenapa?! Gue enggak perlu ngomel sana-sini," kata Atlas sambil cepat-cepat mengulum bakso di mulutnya. Lima menit lagi bel istirahat akan selesai. Clarin sudah selesai lebih dulu. Soal makanan, Clarin memang nomor satu. Setelah itu mereka kembali ke kelas. Hari ini bertepatan dengan ulangan Bahasa Spanyol. Seperti biasa Clarin dan Atlas telah mempersiapkan tradisi nenek moyang mereka, mencontek.

"Tlas, nanti kalau udah mulai ulangan jangan rakus. Ntar' kalau gue udah goyangin kursi, geser dikit kertas ulangannya."

"Iya. Biasanya juga gitu kan."

"Kemarin sempet belajar kan?" tanya Clarin menggoda.

"Perlu dijawab?" tanya Atlas sambil menaikkan alisnya.

"Ya, ya, pasti bakal jawab jelaslah belajar, gelar juara kelas enggak boleh sampai kerebut anak lain," seloroh Clarin cepat.

"Udah tahu pake' tanya," celetuk Atlas menyombongkan diri.

"Lagian ngapain juga pake' ngotot belajar bahasa Spanyol, enggak ada manfaatnya." Clarin melahap bekalnya perlahan.

"Buat gue ada. Lo bilang seperti itu karena enggak suka bahasa Spanyol."

"Iyalah, bahasa favorit gue bahasa Indonesia," kata Clarin jujur sambil tersenyum.

Seusai Atlas selesai makan, mereka berdua kembali ke kelas. Jangan sampai terlambat di kelas Bahasa Spanyol Bu Pipit. Tak lama kemudian Bu Pipit masuk ke kelas. Ia meminta murid-murid untuk menyiapkan kertas ulangan.

"Anak-anak siapkan kertas ulangan kalian. Ibu beri waktu satu jam untuk belajar."

"Percuma belajar enggak bakalan ngerti." Clarin mengembuskan napas panjang dan mengambil buku paket dari tasnya dengan malas. Atlas yang mendengar Clarin mengeluh segera menoleh ke Clarin yang menggerutu. "Segitunya lo," ucap Atlas. Clarin menghela napas panjang, "Kita ini udah penjurusan. Ngapain pake' ditambahin mapel Spanyol. Udah pikiran gue puyeng gara-gara Akuntansi. Ini ditambah pelajaran Spanyol. Harusnya pelajaran Spanyol tetep jadi ekskul. Malah dimasukkin ke mapel wajib. Dikira gampang apa belajar bahasa asing!! Bagus kalau kerja dipraktekkin, kalau kagak ya percuma. Nih, jangan-jangan Bu Pipit nyogok Pak Haryo."

"Nyogok apa'an?" tanya Atlas yang mulai tersenyum-senyum sendiri. Sebentar lagi mereka akan memulai cerita fantasi ciptaan mereka.

"Pake' candle light dinner. Mereka sama-sama jomblo kan," bisik Clarin lirih pada Atlas.

"Hahaha ...," tawa Atlas lepas. Clarin juga ikut tertawa lalu ia menambahkan, "Selesai candle light dinner Pak Haryo ngeluarin jurus mautnya. Sisir ajaib plus kedipan badainya itu."

"Hahaha ...., bener-bener. Habis gitu Bu Pipit ngoceh pake bahasa Spanyol. Terus Pak Haryo bakal manggil translator impor dari Spanyol kelas eksekutif."

"Yo'i. Pas Bu Pipit selese mengoceh dengan Bahasa Spanyol, mereka bakal tatap-tatapan lama," kata Clarin, "kayak gini," Clarin mempraktikkan kata-katanya. Ia melotot lebar-lebar pada Atlas.

"Hahaha ...., persis banget kayak Pak Haryo yang lagi melotot. Jangan lupa pegangan tangannya. Kayak di novel telenovela gitu." Atlas meraih tangan Clarin. Lalu ia menirukan gaya bicara Pak Haryo, "Bu Pipit ..., sudah lama kita kenal. Sebenarnya saya sudah lama memendam perasaan ini, I love you, Bu ..." Atlas menirukan gaya Pak Haryo yang mengeluarkan sisir lalu merapikan rambutnya. Semenit berikutnya, Atlas mengedipkan mata pada Clarin persis seperti yang dilakukan Pak Haryo.

"Hahaha ....," Clarin tertawa dan kali ini membuat Bu Pipit menoleh ke arah mereka.

"Clarin, Atlas, kalau kalian ingin bermesraan lebih baik cari tempat lain. Dari dulu kalian seperti ini. Ruang kelas untuk belajar bukan untuk bermesraan. Atlas, jangan karena kamu pintar dalam pelajaran saya lalu saya akan membiarkanmu ribut sendiri dengan Clarin. Dan kamu Clarin-nilai jelek bukannya belajar malah ribut dengan Atlas. Sudah, sekarang kalian keluar dan kerjakan ulangan di luar kelas, SEKARANG!!" perintah Bu Pipit pada mereka. Mereka membawa alat tulis keluar beserta kertas ulangan. Clarin bersorak kegirangan dan lompat-lompat. Atlas segera berkomentar, "Astaga, nasib emang punya sahabat kayak lo nyusahin mulu. Sekali-kali keluar kelas enggak pake' gue kenapa? Keluar kelas ngajak-ngajak."

"Kalau sendirian enggak bisa nyontek."

"Iya, iya. Tapi balas budinya jangan lupa. Minggu depan ada ulangan Sosiologi. Jangan lupa belajar. Kalau lupa, jangan harap ada belas kasihan dar gue waktu ulangan Spanyol."

"Tenang. Sosiologi mah kecil. Bisa diatur, cuman tinggal tutup mata juga beres."

"Ini soalnya, jangan coba-coba berbuat curang," ucap Bu Pipit pada Atlas dan Clarin. Bu Pipit memberikan selembar soal ulangan. Masing-masing pada Atlas dan Clarin. Setelah Bu Pipit masuk ke kelas, Atlas mulai mengerjakan sedangkan Clarin diam di sebelahnya menunggu Atlas hingga selesai mengerjakan. Baru jika Atlas selesai mengerjakan pilihan ganda, ia akan mempersilakan Clarin menyalin jawabannya. Begitulah hubungan mereka pada saat ulangan berlangsung. Hitung-hitung simbiosis mutualisme.

*

"Terimakasih, Pak," kata seorang anak yang menerima bingkisan berisi seragam sekolah. Ia kembali duduk.

"Justru Bapak yang berterimakasih padamu. Berkat ibumu tempat ini jadi memiliki sekolah. Besok kamu sudah bisa belajar di sini. Ngomong-ngomong bagaimana kabar ibumu, Nik?" tanya Pak Sandy pada anak di depannya.

"Ibu sudah meninggal, semenjak dua tahun yang lalu."

"Bapak turut berdukacita."

"Terimakasih Pak. Saya pamit pulang."

"Iya. Apa kamu tidak mau berkeliling sekolah dulu Nik? Supaya besok kamu tahu kelasmu di mana. Kamu juga tidak perlu kebingungan mencari-cari kelasmu besok. Hari ini kamu cari dulu kelasmu di mana supaya besok tidak kebingungan, baru kamu bisa pulang. Memang kenapa buru-buru pulang Nik?"

"Kalau begitu saya berkeliling dulu ya Pak. Saya permisi," ujarnya. Niko berdiri dan ia pergi dari ruang kepala sekolah. Ia memutuskan untuk berkeliling sekolah dulu sebelum pulang ke rumah. Saran Pak Sandy memang ada benarnya. Daripada besok ia masuk dan kebingungan mencari kelas, sebaiknya ia mencari kelasnya sekarang.

Dari ruang Kepala Sekolah, Niko kini berjalan berkeliling di lantai satu sekolahnya itu. Di lantai satu beebrapa ruangan untuk siswa tersedia. Seperti UKS, kantin sekolah, lapangan sekolah, tempat parkir sepeda motor dan sepeda siswa, ruang KepSek, ruang guru, dan juga ruang Tata Boga, serta ruang Bimbingan Konseling (BK). Niko sudah cukup puas melihat lantai satu sekolahnya. Kini ia naik ke lantai dua melihat beberapa kelas yang berada di lantai dua. Di lantai dua tersebar kelas 1-2. Perlahan Niko mencari ruang kelasnya. Ia terhenti di kelas Atlas dan Clarin. Niko sempat menoleh ke arah mereka. Hanya mereka satu-satunya siswa yang berada di luar kelas. Niko memutuskan untuk bertanya pada Clarin.

"Permisi, ruang kelas 11 IPA -1 di sebelah mana ya?" tanya Niko pada Clarin. Clarin menunjuk ke kelas di depan kelasnya itu sambil berkata, "Lurus aja jalan ke depan. Dua kelas dari kelas ini kelas 11 IPA-1." Niko segera bergegas dan mengucapkan terimakasih sebelum ia pergi dari situ, "Thanks ya," ucapnya. Niko mencari kelasnya kembali sesuai petunjuk dari Clarin. Clarin segera berteriak soal suara Niko yang mirip Atlas tadi, "Tlas, susara dia mrip banget sama suara lo. Lo ngerasa enggak sih?"

"Biasa aja lah Cla. Buruan kelarin ulangan lo. Gue udah bosan di luar. Mending kita masuk ikut pelajaran, daripada di sini. Belum kalau Pak Kepsek lewat depan kelas kita. Jadilah kita bulan-bulanannya Pak Kepsek."

"Iya, sabar dulu kenapa sih. Gue bentar lagi juga kelas Tlas." Clarin menutup ulangannya siang itu dengan garis tutup. Ia mengembalikan ulangan milik Atlas dan mereka segera kembali masuk ke kelas. Sesuai Niko menemukan kelasnya ia kini memutuskan pulang ke rumah. Besok, ia tak perlu pusing mencari kembali kelasnya berada. 

*

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
WE CAN DO IT
525      364     3     
Short Story
Mada, Renjun, dan Jeno adalah sahabat baik sejak kelas X. Kini mereka telah duduk di kelas XII. Selepas lulus SMA, mereka ingin menempuh pendidikan S1 di Universitas Negeri Surabaya melalui jalur SNMPTN 2017. Namun mereka telah memiliki opsi jurusan berbeda. Perjuangan mereka pun membuahkan hasil dan tidak sia-sia.
Premium
KLIPING
2372      1345     1     
Romance
KLIPING merupakan sekumpulan cerita pendek dengan berbagai genre Cerita pendek yang ada di sini adalah kisahkisah inspiratif yang sudah pernah ditayangkan di media massa baik cetak maupun digital Ada banyak tema dengan rasa berbedabeda yang dapat dinikmati dari serangkaian cerpen yang ada di sini Sehingga pembaca dapat memilih sendiri bacaan cerpen seperti apa yang ingin dinikmati sesuai dengan s...
Persinggahan Hati
1786      709     1     
Romance
Pesan dibalik artikel Azkia, membuatnya bertanya - tanya. Pasalnya, pesan tersebut dibuat oleh pelaku yang telah merusak mading sekolahnya, sekaligus orang yang akan mengkhitbahnya kelak setelah ia lulus sekolah. Siapakah orang tersebut ? Dan mengakhiri CInta Diamnya pada Rifqi ?
Bulan di Musim Kemarau
351      241     0     
Short Story
Luna, gadis yang dua minggu lalu aku temui, tiba-tiba tidak terlihat lagi. Gadis yang sudah dua minggu menjadi teman berbagi cerita di malam hari itu lenyap.
PROMISES [RE-WRITE]
5233      1473     13     
Fantasy
Aku kehilangan segalanya, bertepatan dengan padamnya lilin ulang tahunku, kehidupan baruku dimulai saat aku membuat perjanjian dengan dirinya,
Mari Collab tanpa Jatuh Hati
2740      1310     2     
Romance
Saat seluruh kegiatan terbatas karena adanya virus yang menyebar bernama Covid-19, dari situlah ide-ide kreatif muncul ke permukaan. Ini sebenarnya kisah dua kubu pertemanan yang menjalin hubungan bisnis, namun terjebak dalam sebuah rasa yang dimunculkan oleh hati. Lalu, mampukah mereka tetap mempertahankan ikatan kolaborasi mereka? Ataukah justru lebih mementingkan percintaan?
Too Late
7086      1819     42     
Romance
"Jika aku datang terlebih dahulu, apakah kau akan menyukaiku sama seperti ketika kau menyukainya?" -James Yang Emily Zhang Xiao adalah seorang gadis berusia 22 tahun yang bekerja sebagai fashionist di Tencent Group. Pertemuannya dengan James Yang Fei bermula ketika pria tersebut membeli saham kecil di bidang entertainment milik Tencent. Dan seketika itu juga, kehidupan Emily yang aw...
The Sunset is Beautiful Isn't It?
785      430     11     
Romance
Anindya: Jangan menyukai bunga yang sudah layu. Dia tidak akan tumbuh saat kamu rawat dan bawa pulang. Angkasa: Sayangnya saya suka bunga layu, meski bunga itu kering saya akan menjaganya. —//— Tau google maps? Dia menunjukkan banyak jalan alternatif untuk sampai ke tujuan. Kadang kita diarahkan pada jalan kecil tak ramai penduduk karena itu lebih cepat...
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
3985      1503     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...
Stay With Me
157      130     0     
Romance
Namanya Vania, Vania Durstell tepatnya. Ia hidup bersama keluarga yang berkecukupan, sangat berkecukupan. Vania, dia sorang siswi sekolah akhir di SMA Cakra, namun sangat disayangkan, Vania sangat suka dengan yang berbau Bk dan hukumuman, jika siswa lain menjauhinya maka, ia akan mendekat. Vania, dia memiliki seribu misteri dalam hidupnya, memiliki lika-liku hidup yang tak akan tertebak. Awal...