Indri dengan langkah canggung masuk kedalam ruangan Delta. Ia mengendap-ngendap seolah-olah tidak ingin sang empu ruangan tahu, tapi niatnya masuk tidak lain untuk bertemu dengan sang empu.
Namun, setelah diperhatikan di sekeliling, memang tidak ada orang lain selain Indri sendiri. Padahal saat pertama kali mau masuk, beberapa kali pintu ruangan diketuk tidak ada reaksi apa-apa dari dalam, dan pada akhirnya Indri memaksa masuk saja, suasana di dalam ruangan pun masih terasa dingin, seperti belum terjamah manusia untuk hari ini.
Indri menghembuskan nafas kecewa. Lantas langsung keluar lagi dari ruangan Delta. Seraya terus melangkah kembali keruangannya, pikiran yang sangat sederhana sebetulnya, sedang berkecamuk di dalam kepala Indri.
"Jalan jangan sambil ngelamun, ketabrak pintu baru tau rasa." Iraz yang baru saja datang dari pantry dengan membawa dua gelas kopi menghampiri Indri, bahkan pria itu sempat menghadang Indri agar tidak terbentur dinding pintu. "Untung ada gue, kalo enggak mungkin benjol lagi keningmu, Ndri."
Indri menoleh lantas mengatakan, "kapan aku pernah benjol?"
"Yang kemarin di tonjok itu, lupa? Nih kopi." Lantas pria itu langsung mendahului Indri, usai menyampaikan maksudnya memberikan secangkir kopi yang seumur hidup tidak pernah dilakukannya untuk Indri.
Lalu Indri menyusul, ia meletakkan secangkir kopi itu di atas mejanya, tapi kepala masih belum terbebaskan dari memikirkan sesuatu, hingga Iraz datang lagi dengan niat membuyarkannya.
Di mata Iraz, raut wajah Indri terlihat serius sekali. "Kenapa? Belom selesai-selesai bengongnya." Kali ini pria itu memangkas jarak yang terlalu intim, tapi belum disadari Indri yang masih tidak terganggu dengan keberadaan Iraz di sampingnya.
"Bang!" tegur Indri, disaat ia mulai sadar dan hampir saja bertubrukan dengan wajah pria itu .Namun, beruntunglah Indri refleks menjauh.
"Eh, sorry-sorry, bercanda." Iraz antisipasi setelah melihat tatapan tidak suka dari Indri.
Lalu gadis itu mulai menata mejanya yang sudah rapi, ia canggung dan tidak enak hati jika harus marah dengan Iraz. Jadinya ia menyalurkannya pada hal lain saja.
***
Dari balik selimut Delta menghembuskan nafas, lega. Suhu panas tubuhnya yang amat luar biasa, tadi malam sudah turun. Hanya saja tubuhnya masih lemah untuk berdiri terlalu lama.
Setelah mengambil air minum, dari pantry ia kembali bergelung dengan selimut.
Baru tahun ini ia merayakan ulang tahun dan demamnya sendirian. Tahun-tahun lalu selalu bersama Melly. Bahkan yang cukup mengesalkan, ucapan selamat atau pertanyaan khawatir dari gadis itu sama sekali tidak ada. Padahal, Delta pikir Melly mustahil lupa hari ulang tahunnya, dan demam yang selalu melanda setiap tahunnya.
Tahun-tahun lalu, Melly adalah satu-satunya orang yang mengkhawatirkan Delta setiap kali pria itu dilanda demam sebab menjelang ulang tahun ataupun hari ulang tahunnya. Bahkan kekhawatirannya melebihi dari ibunya Delta.
Wajar saja Delta kini merasa kesepian dan sedikit merindukan masa-masa kebersamaannya dengan Melly.
Indri : Hari ini enggak masuk?
Delta sedikit merasa takjub usai membaca pesan, tapi bukan pesannya yang membuatnya merasakan itu, melainkan si pengirim pesan.
Selama pertemanan mereka meski masih terhitung baru, Indri sama sekali tidak pernah mengirim pesan.
Delta : why? you miss me?
Indri : enggak
Delta : terus?
Indri : mau nanya, yang kata kamu kemarin itu, jadi?
Delta : kepernikahan mantanku itu, maksudmu?
Delta : masih enggak tahu juga, Ndri. Kalau pergi sendiri kayaknya aku males deh
Indri : aku mau nemenin, tapi kamu juga temenin aku pulang kerumah bibiku sebentar
Delta langsung antusias mendengarnya, bahkan pria itu sampai menyibak selimutnya asal dan duduk di atas kasurnya.
Delta : deal, ya. Enggak bisa dibatalin lagi ni
Indri : iya deh kayaknya
Delta : lah kok gitu? Ragu-ragu
Lalu tidak ada lagi balasan dari Indri bahkan pesannya pun juga tidak dibaca. Delta hanya bisa mendengus kesal. Padahal ia baru akan senang dan ingin mengadu sedikit perihal keadaannya kini, setidaknya mungkin Indri berinisiatif menjenguk setelah tahu dirinya sakit. Namun, pupus sudah rencana itu karena kalau lah Delta lupa yang sedang dihadapi adalah Sejenis Penguin penghuni kutub utara yang ketika ditegur sapa manusia, nyelonong langsung nyebur ke kolam.
Delta menyeringai ketika pikiran konyol itu menghampiri kepalanya, tapi ia membenarkan, Indri memang seperti itu atau tidak jauh berbeda seperti itu, seperti Penguin kutub utara.
"Ah, sesekali jadi pengin ngajakin Indri jalan-jalan kesana, biar tahu di sana banyak temannya." Pria itu berbicara sendiri seraya kembali menyurukkan tubuhnya di dalam selimut.
Lalu seolah masih belum puas, tangannya menggapai handphone yang berada di atas nakas, dan mengetikkan sesuatu pada panel laman google. Konyolnya Delta ternyata mencari gambar penguin yang kemudian ia kirimkan pada Indri, dengan caption yang bertuliskan 'Temanmu, Ndri. Enggak ada niatan buat gabung, kesana?' Dan tidak lupa ia sertakan emoticon ketawa besar sambil menangis.
Setelah mengirimnya Delta tidak berniat untuk menerima balasan apapun dari gadis yang diklaimnya dingin itu. Ia langsung mengembalikan handphonenya di tempat semula, dan lanjut memejamkan mata.
***
Beberapa jam lalu Indri berpikir untuk menolak permintaan tolong dari Delta, tapi setelah ia pikir-pikir lagi, ia adalah orang yang sangat jahat. Pria itu terdengar serius di dalam telepon ketika meminta tolong, bahkan suaranya juga agak berbeda dari biasanya.
Lalu kini di sini lah ia berada saat ini, di apartemen pria yang bernama Delta itu. Namun, sebelum datang kesini Indri lebih dulu berbelanja untuk keperluan dapur atau isi kulkas. Entah inisiatif dari mana itu padahal Delta tidak meminta.
"Kamu butuh apa lagi?" tanya Indri setelah menata isi kulkas Delta.
"Enggak ada lagi sih." Pria itu begitu santai. Kini kondisinya sudah lebih segar dibanding pagi tadi. Entah karena kehadiran Indri atau memang siklus demamnya yang sudah membaik. Namun, yang jelas pria yang sejak tadi setia duduk di kursi meja makan menunggu Indri menata segala isi rumahnya, selalu menampilkan senyum yang cerah. Seolah hari ini adalah hari yang paling baik untuknya.
"Yaudah kalau enggak ada lagi, aku pulang."
"Ha? Pulang? Yang benar aja kamu, aku enggak bisa nganterin kamu, Ndri. Kalau pulang sendiri ini udah malam."
"Belum terlalu malam, baru pukul sepuluh." Dan gadis yang mengenakan hoodie dengan bawahan Training Pants masih sangat ingin pulang, baginya menginap di apartemen Delta bukanlah suatu solusi terbaik.
"Enggak, Ndri! Enggak boleh! Kamu tahu enggak akhir-akhir ini banyak banget kasus pembegalan? Kamu itu perempuan lagi."
"Tapi kan aku naik taxi, enggak naik motor sendiri." Tawar -menawar diantara mereka masih terjadi dan Indri sama sekali tidak mau mengalah dan berujung menuruti Delta.
"Memangnya naik taxi itu udah paling aman? Kan kamu enggak tahu kalau misalnya si sopir taxi nya yang tukang begal. Udahlah, Ndri nginap sini aja, kamu tidur di sofa aku dikamar, tenang aja aku enggak pernah inisiatif buat ngapa-ngapain kamu, kecuali kamu yang ngajak." Delta mengatakannya seraya menyeringai jahil.
"Enggak!" Indri sudah bersiap mengambil sling bag dan menyampirkannya ke bahu. "Aku lebih enggak percaya sama kamu." Lantas gadis itu langsung berjalan kearah pintu.
Sepanjang berada di apartemen Delta, memang tidak sekalipun Indri merasa aman. Meski, tidak ada niat buruk dari pria itu tetap saja Indri gelisah dan was-was. Bahkan sekalipun ia tidak pernah menjejakkan pantatnya untuk duduk sejenak. Indri terus menyelesaikan segalanya agar ia cepat pulang.
"Enggak bakal aku izinin kamu pulang." Dengan langkah seribu Delta menghadang pintu.
"Oooh, kalau kamu gitu cukup sekali ini aja aku menjejakkan kakiku kesini," ancam Indri.
"Oh berarti ada lain kali? Senangnya aku dengarnya, kamu masih mau balik lagi kesini. Tenang aja ancamanmu enggak bikin aku takut. Aku selalu punya banyak cara agar kamu kembali menjejakkan kaki kesini lagi, walau katamu yang terakhir."
"Minggirlah, Ta! Aku mau pulang."
"Bahaya, Ndri. Kamu gimana sih, enggak mau denger nasehatku."
Tarik ulur diantara mereka tidak akan berhenti begitu saja karena kedua-keduanya sama-sama tidak ingin mengalah. Delta dengan niat ingin melindungi Indri, justru malah disalah pahami oleh gadis itu.
Bersambung ...