Hari ini, Indri merasa cukup bernafas lega karena pria yang suka mengganggunya tidak muncul-muncul lagi di hadapannya setelah ia menegaskan sendiri di pagi hari.
Seperti biasa untuk keperluan menu makan sehari-hari sudah habis.
Dibanding pagi hari, Indri lebih suka berbelanja pada malam hari, sehabis isya biasanya. Supermaket langganan Indri bisa dijangkau dalam waktu tiga puluh menit. Indri pum telah bersiap-siap dengan hoodie, sebagai baju kebangsaannya yang sering ia pakai dengan bawahan training atau biasanya celana piyama.
Taxi yang dipesan secara online pun sebentar lagi tiba. Kini Indri sudah berjalan menuju keluar rumahnya, tidak lupa mengunci pintu.
Dikarenakan rumah yang dikontraknya berada di gang sempit maka Indri harus berjalan keluar gang beberapa meter.
Tidak lama setelahnya taxi itu sudah tiba lebih dulu. Setelah memastikan taxi itu pesanannya, Indri segera naik, dan menyebutkan tempat tujuannya.
Tidak perlu lama terjebak di jalanan, karena jalur diambil sopir taxi jarang mengalami macet. Maka tepat tiga puluh menit, tiba di tempat tujuannya. Ia membayar lalu turun dari taxi.
Supermaket yang didatanginya tidak terlalu besar, tapi segala yang diperlukan Indri ada dijual di sini. Tempat pertama kali yang didatangi Indri adalah tempat bahan mentah sayur mayur serta lauk pauk juga beberapa buah pencuci mulut seperti daging-dagingan. Baginya diantara keseluruhan bagian ini yang paling pentingnya, maknya menjadi yang paling utama dituju.
Setelah mengambil daging ayam dalam kemasan sebagai part terkahir di tempat ini, Indri akhirnya beralih. Kali ini ia menuju tempat persabunan. Beberapa barang seperti sabun mandi, sampo, sabun cuci baju, hingga sabun cuci piring, sama sekali tidak boleh terlewatkan, lalu tisu juga tidak pernah dilupakan Indri.
Namun, dari semua itu. Tempat yang akan membuat Indri paling lama berdiri adalah tempat cemilan, alias makanan ringan untuk kunyahannya dikala senggang, atau saat dirinya memang benar-benar ingin mengemil, biasanya saat menonton drama korea atau film horor.
Indri merupakan penyuka snack yang berasal dari makanan umbi-umbian. Dipastikan olahan dari bahan itu akan memenuhi trolinya, biasanya Indri sering kali kalaf jika melihat jejeran snack ini, alhasil diborong semua. Lalu, part selanjutnya minuman, tapi Indri hanya mengambil jenis susu dari beberapa brand, dan coklat. Meski tidak terlalu suka, Indri tetap membelinya untuk menemaninya saat menonton film horor.
Jangan lupakan pembalut. Indri selalu mengingat benda ini, disaat dirinya sudah mendekati meja kasir. Alhasil, ia kembali putar balik mendatangi tempatnya.
Setelah beberapa saat, part terakhir dari kegiatan belanja, yakni pembayaran. Indri membayar dengan kartu debitnya. Seraya menunggu antrian yang tidak begitu ramai, Indri memesan taxi secara online.
Lalu saat dirinya sedang serius memerhatikan handphonenya, tangannya tiba-tiba tersikut. Namun, Indri santai dan tidak ambil peduli, ia kira itu orang yang tidak sengaja.
"Hei! Fokus amat." Lalu suara pria yang amat familiar mengintruksinya.
Indri sedikit kaget dan menatap pria yang tingginya sekitar 185 cm itu dengan melotot. "Kok ada di sini?"
"Ngikutin lo, Ndri," jawabnya, tapi dengan seringai jahil.
Indri pun menatap dengan penuh tanya, tidak begitu puas dengan jawaban Iraz.
"Enggak, bercanda. Gue kesini belanja."
"Oooh, yaudah." Lalu Indri kembali pada mode awal. Pemesanan taxi belum dituntaskannya.
"Enggak usah pesen taxi, bareng gue aja. Gue tinggal bayar kok, samaan." Iraz secepat mungkin menutup aplikasi yang dibuka Indri, padahal sedikit lagi Indri akan segera berhasil mengorder taxi. "Lagian kita searah, jangan buang-buang uang, selagi ada yang gratis kenapa nggak," sambung Iraz seraya menggiring tubuh Indri untuk segera maju, beserta trolynya.
Usai mereka saling membayar, Iraz benar-benar effort agar Indri tidak menolak tawarannya kali ini. Karena lagi-lagi gadis itu terlihat kembali membuka aplikasi yang berusaha ditutup Iraz.
"Ngapain lagi sih? Udah, gue bilang bareng gue aja. Ayo, Ndri." Iraz segera menarik Indri dan mengambil alih kantong belanja gadis itu untuk ia bawakan, sekaligus sebagai tawanan agar Indri mau ikut dengannya.
"Bang, ini udah malem, enggak enak," protes Indri, merasa tak cukup tolakkannya hanya dengan tingkah laku.
"Enggak enak apanya sih? Beberapa hari yang lalu lebih larut lagi, gue juga nganterin lo. Lagian bahaya! Tau nggak sih? Cewek naik taxi sendirian malam-malam. Udah, ikut gua aja ayo."
Pria menjulang yang mengenakan hoodie hitam dengan celana selutut itu tetap memaksa, dan Indri berakhir menurut saja.
Usai menyimpan barang belanja di jok belakang, Iraz segera memasuki mobil. Indri melirik sekilas pria yang terlihat lebih berantakan dari biasanya, bahkan jidat yang biasa dipamerkan ditutupi oleh rambut.
"Ini masih gue kok, Ndri, Iraz bukan orang lain, jadi lo enggak perlu curi-curi pandang begitu hanya untuk memastikan. Kalau memang pengin lihat, enggak apa-apa terang-terangan aja, aku tahu kok itu resiko jadi orang ganteng."
Ternyata pria itu sadar, dan beruntungnya Indri telah mengalihkan pandangannya lurus kedepan, dan berpura-pura tidak mendengar ucapan Iraz. Sementara, Iraz tersenyum tipis melihat tingkah Indri yah walaupun tetap seperti biasa. Namun, yang membuat berbeda perasaannya terhadap gadis itu. Kian hari kian tumbuh, semakin besar. Sehingga melihat pria lain berada di dekat Indri, Iraz merasa bimbang takut kehilangan. Tapi ia mencoba meyakinkan diri bahwa Indri tidak mudah ditaklukkan, oleh siapapun. Karena hampir beberapa tahun Iraz selalu menyaksikan itu semua, dan hal itu menjadi kemenangan tersendiri untuknya.
Iraz bukan pengecut yang hanya bisa menyukai dalam diam, tapi ada peristiwa masa lalu yang membuatnya sedikit takut untuk mengungkap perasaan.
Iraz merupakan pria normal yang mendamba kehidupan bahagia seperti yang dimiliki saudara-saudaranya yang sudah menikah, tapi mengapa hal seperti itu menjadi sesuatu yang paling sulit untuk digapai. Dalam kehidupan Iraz, itu adalah pencapaian yang amat sulit dan hampir membuatnya frustasi dan menyerah saja terhadap hubungan percintaan. Namun, hatinya menolak untuk berhenti menyukai seseorang. Lagi-lagi sosok gadis pendiam, dingin juga tanpa ekspresi selalu dapat mencuri hati Iraz. Iraz menyukai Indri pada pandangan pertamanya.
Bersambung ...