Beberapa kali Indri menghembuskan nafasnya kasar. Indri tidak habis pikir, mengapa dia bisa berakhir di tempat seperti ini. Tempat yang bahkan tidak pernah ia kunjungi seumur hidupnya.
Usai puas melakukan lari di atas treadmill, kini Delta melangkah mendekati Indri yang sedang duduk di dekat meja kasir. "Ayo," ajak Delta seraya menarik tangan Indri untuk ikut dengannya.
Delta membawa Indri di dekat benda yang baru selesai ia gunakan. Seolah sudah dapat menebaknya, Indri berkata, "enggak, aku enggak bisa."
"Coba dulu ini gampang."
Indri masih terus menggeleng, bahkan ia mencoba untuk menjauh saja dari alat serta pria yang mengenakan kaus sleeveless yang bawahannya celana olahraga selutut itu.
"Coba aja dulu, asik loh naik ini, Ndri." Delta masih kukuh memaksa, tangan Indri dijegalnya saat ingin mencoba menjauh.
"Bisa enggak tidak maksa?" Indri sudah mulai merasa kesal.
"Enggak." Delta dengan wajah songongnya, bahkan yang lebih parah ia langsung mengangkat tubuh Indri yang ia anggap enteng itu keatas treadmill.
"Ta, aku benar enggak bisa!" Indri masih berusaha untuk tarik ulur pada Delta.
"ini gampang, aku aturin yang paling rendah, jalan doang." Pria itu langsung menekan tombol yang ada. Namun, yang dilakukan Indri benar-benar membuat Delta geleng-geleng, gadis itu berpegangan pada Delta yang berdiri tepat di sampingnya. Indri mencengkram tangannya kuat.
"Serius, Ndri! Enggak pernah naik ini?" tanya Delta seraya masih meladeni cengkraman Indri yang begitu kuat dilengannya. "Ini loh pelan, kok kamu takut sih? Hmm?" Delta membingkai wajah Indri yang benar-benar terlihat ketakutan. "Udah?" Lantas gadis itu langsung mengangguk.
Delta sedikit merasa bersalah ketika melihat gadis yang mengenakan t-shirt biru dengan bawahan training itu masih terlihat ketakutan, bahkan setelah tidak berada di atas treadmill. Indri sampai menekuk lututnya, karena tremor. Delta segera memberikan sebotol air mineral yang telah ia buka tutupnya, setidaknya dianggap Delta sebagai penenang.
"Mau keluar aja dari sini?" usul Delta walau sebetulnya ia belum sempat menjejali beberapa alat yang ada. Namun, ia merasa bertanggung jawab dengan kondisi Indri yang ketakutan saat ini. Gadis itu hanya mengganggukkan kepala, seraya menegakkan tubuhnya.
"Kamu tunggu di sana, aku mau ambil hoodie dulu," saran Delta sambil mengarahkan Indri ketempat yang dimaksud.
Tidak berapa lama setelahnya pria yang memiliki tinggi 177 m itu muncul, dengan sweater yang telah melekat ketubuh. "Udah enggak gemetar lagi lututnya?" tanya Delta yang baru saja menyamai Indri.
"Masih sedikit."
Pria itu lantas tersenyum, "bisa jalan enggak?"
Indri terlalu takut pria disampingnya berpikir yang aneh-aneh, misalnya nekad menggendong seperti tadi, maka Indri memilih menjawab 'bisa' meski masih ada sedikit getaran pada lututnya.
Setelah keluar dari pusat kebugaran yang tidak jauh dari tempat tinggal Indri, pria yang bernama Delta itu tentu saja tidak akan langsung membawa Indri pulang. Ia kira petualangannya hari ini belum usai dan akhir pekan ini terlalu membosankan jika ia habiskan di rumah, sendirian.
"Sarapan dulu ya, Ndri." Delta langsung memarkirkan mobil ke area warung makan padang.
Sebetulnya Indri ingin menolak, tapi Delta sudah terlanjur memasuki area warung. Mau tidak mau, Indri akhirnya juga turun, setelah pria itu repot-repot membukakan pintu.
"Makan yang banyak ya, Ndri, biar cepat gemuk," kata Delta seraya menarik tangan Indri agar berjalan cepat memasuki warung. "Kamu enggak milih kan makannya? Makan apa aja, kan?" tanya Delta kemudian saat dirinya dan Indri berdiri tepat pada sajian menu padang.
"Iya," singkat Indri.
Lantas Delta langsung menunjuk lauk pauk yang diinginkannya, kali ini ia tidak ingin menanyakan lauk pauk apa yang diinginkan Indri, karena ia tahu Indri pasti akan memesan seadanya.
"Udah ayok, duduk," ajak Delta. Pria itu kembali menarik tangan Indri untuk ikut bersamanya.
Mereka duduk di tempat paling pojok, dan mengambil lesehan. "Duduk di sini?" Indri merasa tidak begitu yakin untuk turut duduk lesehan bersama Delta, ketika melihat ada sekat seperti masing-masing dibuat seperti ruang privasi untuk para tamu. Rumah makan padangnya emang agak unik, dan mungkin akan menjadi favorit Delta jika didukung dengan menunya ywng enak.
"Iya, di sini, biar lebih private."
Sementara Indri masih terus berdiri diambang sekatnya, ia masih sangat ragu untuk turut menyetujui Delta. "Kenapa sih, takut apa? Tenang aja kita kesini cuma makan, enggak ngapa-ngapain. Ok?" Delta langsung meraih tangan Indri dan menuntunnya untuk naik kelesehan. Gadis itu ia arahkan untuk turut duduk di sampingnya.
Delta mulai memainkan handphonenya, "Ndri, mau lihat sesuatu nggak? Di hpku ada sesuatu yang amat menggemaskan loh."Pria itu tetap meyodorkan handphonenya pada Indri walau gadis itu tidak hirau sama sekali.
"Akmal setulus itu loh sama kamu." Delta berucap ketika layar gawainya menampakkan sebuah benda berbentuk kotak, lalu saat digulir gambar itu berubah dengan slide yang menampakkan isi-isi kotak itu.
Dislide pertama terlihat foto-foto Akmal, kemudian beberapa slide selanjutnya memperlihatkan surat-surat tulisan tangan, yang kata Delta isinya sangat menyentuh hati karena berisi doa-doa dan semua itu ditujukan untuk Indri.
Ada perasaan tidak nyaman dirasakan Indri. dulunya ia tidak pernah mempedulikan sosok laki-laki si penulis surat.
"Kenapa? Kamu tersentuh?" tanya Delta saat melihat Indri bengong sendiri.
Lalu, seorang pelayan datang membawakan pesanan mereka dan menyelamatkan Indri dari pertanyaan Delta. Ungkapan terima kasih tidak lupa diucapkan Delta ketika pelayan itu usai menyajikan.
"Mau pakai sendok atau pakai tangan, Ndri?" Sebelum mengambilkan sendok, Delta terlebih dulu bertanya. Lalu saat Indri memilih untuk memakai sendok, Delta langsung mengambilkannya tidak lupa sebelum ia serahkan pada gadis di sampingnya sendok itu lebih dulu ia elap menggunakan tisu.
"Ta, nasinya kebanyakan," ucap Indri seraya menerima sendok dari Delta.
"Enggak banyak itu, Ndri."
Indri masih enggan untuk menyendok nasinya. Ia masih menginginkan Delta untuk melakukan sesuatu pada nasinya.
"Yaudah kamu makan aja dulu, nanti kalau enggak habis aku bantu," putus Delta.
Indri masih meragukannya, "ambil sekarang aja, Ta, sebelum ku aduk-aduk nasinya."
"Kamu mikirnya aku bakalan jijik gitu, bekas kamu? Enggak makan dulu aja, Ndri, nanti aku ambil, aku enggak jijik sama kamu."
Maksud Indri memang seperti itu, tapi ia sedikit malu untuk mengatakan 'iya' jadinya ia masih sedikit ragu untuk menyendok nasinya.
"Yaelah, Indri, pakai diliatin gitu pula nasinya. Dimakan, cantik, bukan diliatin!" Sejak tadi pria itu pun masih memperhatikan gerak-gerik Indri yang masih gelisah memikirkan nasi bagaimana kelak nasibnya jika ia keburu kenyang sebelum mereka semua pada kandas, karena biasanya Indri tidak makan sebanyak porsi nasi padang. "Ayo dimakan, atau mau kusuapin?"
Lantas mendengar penawaran Delta yang Indri sendiri tidak yakin itu sungguhan atau lelucon. Namun, itu seperti terdengar serius.
"Kenapa? Benar, mau disuapin?" Delta bertanya ketika Indri menoleh kearahnya.
Dengan cepat Indri menggelengkan kepalanya, dan memasukkan sesendok nasi kemulutnya.
"Enak?" Alih-alih menikmati miliknya, Delta justru asik mengamati Indri yang sedang mengunyah makanannya, lalu membuka segel air mineral yang juga ia pesan. "Ini ya, minumnya. Makannya pelan-pelan nanti keselek."
Bersambung ....