Read More >>"> RUMIT (SNMPTN) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - RUMIT
MENU
About Us  

Waktu melesat begitu cepat, hari demi hari, bulan, berganti tak terasa.

Mereka sudah berada di ujung tanduk bersekolah di SMA Sultan Alauddin, beberapa bulan mendatang, mereka akan lulus dari sekolah.

Saat penerimaan rapor—perpindahan dari kelas sebelas ke kelas duabelas, Azfar mendapatkan peringkat ke 4 dari 26 siswa. Dia salah satu siswa cerdas di kelas, juga dikenal banyak guru. Saat ini mereka sudah berada di pertengahan bangku kelas duabelas, mereka harus tambah serius lagi belajar, ekstrakurikuler mulai mereka tinggalkan.

Bisnis Azfar dan Abimanyu juga berjalan dengan lancar, setiap harinya mereka tak pernah libur mengantar jalangkote ke kantin, juga menjual kentang arab berkeliling di sekolah. Satu sekolah sudah mengenal Azfar, Abimanyu, dan Nining, tiga remaja berasal dari Palu, yang berusaha hidup mandiri di tanah rantau.

Sudah satu tahun lebih tinggal di Makassar. Belajar mengaji setiap selesai sholat Magrib di panti berjalan dengan lancar, sudah ada beberapa murid Azfar yang pandai membaca Alquran, salah satunya Abimanyu—bacaan Qur'an-nya mulai fasih. Azfar juga mengajarkan mereka bertilawah.

Setahun lebih juga bersekolah di SMA Sultan Alauddin, Fiskal resmi menjadi sahabat baik Azfar, Abimanyu, Salman, Nining dan Ainun. Di sekolah, mereka berenam selalu sejalan. Satu sekolah mengenal enam sahabat itu, bagaimana tidak, persahabatan mereka lebih banyak diisi dengan canda-tawa. Salman yang awalnya adalah sosok yang pendiam, sekarang menjadi periang, orang-orang terdekatnya telah merubah segalanya. Benar, seseorang jadi pendiam itu karena disekelilingnya bukan orang yang tepat baginya.

Azfar dan Ainun masih saja seperti biasa, tak ada hubungan yang jelas—statusnya hanya sahabat dekat. Namun, banyak siswa yang mengira bahwa mereka berdua berpacaran. Setiap hari di sekolah, ada saja godaan dari beberapa siswa yang dilontarkan kepada mereka berdua, membuat pipi mereka bersemu merah, tersipu malu. Apakah Azfar akan memperlakukan Ainun lebih dari seorang sahabat? Jika 'iya', kapan ia akan menyatakannya? Sejujurnya, Ainun dibuat menggantung terus oleh perlakuan dan perhatian Azfar padanya.

Di kantin sekolah.

Enam sahabat itu bercakap-cakap di meja kantin, membahas hal-hal penting kedepannya; tentang ujian nasional, kelulusan, setelah lulus, mereka akan lanjut ke mana.

“Aku ingin lanjut kuliah.” Azfar menerawang ke depan, padahal di depan sana hanya ada segelintir siswa yang duduk di kursi kantin, tapi ia mengubah segelintir siswa itu menjadi mahasiswa-mahasiswa yang mengenakan almamater.

“Aku juga,” sambung Abimanyu.

“Aku juga,” sambung Ainun.

“Aku juga,” sambung Nining.

“Aku juga,” sambung Fiskal.

“Aku juga,” sambung Salman.

Sepakat, setelah lulus nanti, mereka semua akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Tapi perguruan tinggi apa? Apakah mereka akan berpisah karena memilih perguruan tinggi tujuan masing-masing?

“Kalian sadar tidak?” Salman bertanya ke sahabat-sahabatnya.

Semua menoleh ke arah Salaman. Apa?

“Kita akan berpisah satu sama lain, karena mungkin pilihan kampus kita akan berbeda.” Wajah Salman serius.

Semua terdiam, baru sadar akan hal itu.

“Azfar, kamu akan pilih universitas apa?” tanya Fiskal, gelas minumannya terangkat, pipet menempel di mulutnya.

“Aku akan kembali ke Palu, dan mendaftar masuk di Universitas Tadulako,” balas Azfar mantap, diikuti dengan anggukan kepala Abimanyu dan Nining, mereka berdua juga akan kembali ke Palu, dan mendaftar kuliah di Universitas Tadulako (UNTAD).

Azfar, Abimanyu, Nining kembali ke Palu bukan hanya karena ingin berkuliah di UNTAD, tapi juga karena sudah rindu berat dengan keluarga di sana, ingin tinggal lagi bersama keluarga di rumah. Kota Palu, Sigi dan Donggala juga sudah mulai membaik. UNTAD juga sudah dalam pemulihan, gedung-gedung telah direnovasi.

Fiskal dan Salman jadi lesu seketika, rasanya tak ingin berpisah jauh dengan tiga remaja dari Palu tersebut. Tapi, Ainun terlihat biasa saja, tak ada raut sedih dari wajahnya.

“Hei, kenapa mukanya santai seperti itu? Kamu tidak sedih kita akan berpisah?” Nining menepuk lengan Ainun yang sejak tadi hanya menampakkan wajah ceria.

“Untuk apa sedih?” Ainun bertanya.

“Kamu akan pilih kampus di Makassar, bukan?”

“Siapa bilang? Aku juga akan pilih UNTAD,” kata Ainun sungguh-sungguh, membuat semua mata sahabatnya terbelalak, bahkan Abimanyu yang sedang minum langsung tersedak, sedikit percikan minuman dari mulutnya mengenai Salman dan Fiskal di kiri-kanannya. Salman dan Fiskal refleks mendorong kepala Abimanyu karena jijik.

“Sungguh? Kamu tidak bercanda kan, Ainun?” Nining berseru heboh.

Ainun mengangguk, tersenyum, “Beberapa hari lalu, aku sudah membicarakannya pada kedua orangtuaku, mereka mengizinkan aku kuliah di Palu, lagi pula, pusat yayasan mereka ada di sana, hehehe.”

“Masya Allah, kita akan terus bersama.” Nining memeluk erat Ainun di sebelahnya dengan erat, membuat Ainun susah bernapas.

“Hei! hei! hei! Bisa mati anak orang kamu peluk!” Wajah Abimanyu serius, padahal ia sedang bergurau. Nining langsung melepas pelukannya, Ainun berpura-pura sesak napas, sambil memperbaiki jilbabnya.

Salman dan Fiskal saling tatap, nasiblah mereka berdua, ditinggal ke empat sahabatnya di Makassar.

“Argghh, pulang sekolah nanti, aku juga akan membicarakannya pada orangtuaku, ingin kuliah di UNTAD juga.” Jemari Fiskal menepuk-nepuk meja, isi kepalanya membayangkan bagaimana respon orangtuanya nanti. "Jurusan pendidikan biologi di UNTAD akreditasnya apa?"

Mereka semua saling tatap, terkejut dengan keputusan Fiskal. Abimanyu langsung menyuruh Ainun untuk menyalakan ponselnya, membuka google, mencari informasi tentang jurusan pendidikan biologi di UNTAD. Sedikit informasi, Azfar, Abimanyu, dan Nining belum mempunyai ponsel, karena belum ada uang untuk membeli. Ponsel mereka bertiga hilang, atau mungkin sudah rusak saat bencana.

“Akreditasnya A,” jawab Ainun cepat saat telah muncul informasi di layar ponselnya.

“Yes! Berarti ada kesempatan untuk bisa kuliah di UNTAD.” Fiskal berseru gembira.

“Mau ambil biologi?” Abimanyu bertanya.

Fiskal mengangguk bangga.

Tersisa Salman. Apakah ia siap ditinggal jauh kelima sahabatnya? Salman sangat sayang dengan kelima sahabatnya itu, dari mereka Salman bisa merubah dirinya sedikit demi sedikit—dari pendiam, kini memiliki jiwa sosial yang tinggi.

“Kenapa kalian menatapku seperti itu? Tenang saja, aku juga akan kuliah di UNTAD,” kata Salman mantap

Wajah mereka semua berseri, gembira, berarti mereka akan tetap terus bersama. Kecuali Azfar, ia khawatir dengan pilihan sahabat-sahabatnya. Azfar bukan hanya memikirkan senangnya saja, tapi juga susahnya.

“Teman-teman,” kata Azfar, semua manatap dirinya. “Kuliah itu jangan hanya karena teman, tapi karena kemauan dan niat; ingin kuliah di mana, jurusannya apa? Jika teman baik kita kuliah di kampus A, lantas mengikutinya, tapi keinginan kita sebenarnya ada di kampus B, jurusan kesukaan kita ada di kampus B, apakah kita harus mengikuti teman yang ingin di kampus A? Ingat teman-teman, kita semua punya tujuan dan cita-cita masing-masing. Aku pernah dengar, biasanya ada mahasiswa yang senang diawal saja, tapi ketika dia sudah jalani jurusan dan kampus dia masuki, ujung-ujungnya menyesal. Maaf, aku berkata seperti ini bukan berarti melarang kalian untuk harus sekampus.”

Lima sahabat Azfar itu mengangguk, setuju dengan pernyataan itu.

“Aku minat di pendidikan biologi, kebetulan akreditasnya A. Berarti tujuanku bukan hanya karena teman, tapi minat dan bakatku juga ada di sana, hihihi.” Fiskal tersenyum lebar.

“Aku juga, pendidikan bahasa Inggris ada di UNTAD.” Ainun berkata bangga.

“Aku teknik sipil, di UNTAD ada juga.” Salman menepuk-nepuk dadanya, bangga.

“Kalau Azfar?” Ainun bertanya, menatap Azfar.

“Sosiologi.” Azfar tersenyum bangga.

“Hei? Astaga! Kamu juga memilih jurusan Sosiologi? Kenapa selalu mengikutiku? Tidak bosan sekelas dengan ku di SMA?” Abimanyu terkejut.

“Idih, siapa juga yang ikut-ikut. Aku memang minat di Sosiologi. Aku suka mempelajari tentang masyarakat, dari aspek pendidikan, politik, budaya, ekonomi, dll. Huu,” ledek Azfar.

“Tetap saja ikut-ikut.” Abimanyu tak mau kalah.

Azfar mengalah. Jika ditanggapi terus, mulut Abimanyu akan terus mengomel.

“Kalau Nining?” Ainun bertanya lagi.

“Kimia murni, UNTAD.” Nining tak kalah berucap mantap.

“Astaga! Kamu bakalan bisa membuat bom, Nining,” celetuk Abi Manyu.

Nining menepuk dahinya, “Belum juga merasakan belajar di jurusan itu, kamu sudah membahas tentang bom.”

Meja kantin mereka dipenuhi gelak tawa.

 

***

 

Sambil menunggu datangnya hari ujian akhir, Ibu Hadija, selaku wakil kepala sekolah, ia menyampaikan kepada para siswa kelas duabelas untuk mendaftarkan diri masuk perguruan tinggi keinginan masing-masing melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Sebelum mendaftar pada prohram itu, para pendaftar diharuskan memnuat aku LTMPT. Azfar dan sahabat-sahabatnya telah membuatnya beberapa hari yang lalu.

Saat pembukaan jalur SNMPTN, Azfar dan sahabat-sahabatnya segera mendaftar, memilih perguruan tinggi pilihan, juga jurusan yang diingini. Jalur SNMPTN memberikan kesempatan kepada para pendaftar memilih dua jurusan pilihan. Seluruh siswa kelas duabelas yang ingin berkuliah, silih berganti mendatangi Ibu Hadija untuk mengumpulkan foto copy raport. Nilai yang ada di raport, dari kelas sepuluh sampai duabelas adalah penentu siswa lolos atau tidak. Jika nilainya bagus, besar kemungkinan untuk lolos, dan sebaliknya.

“Apa pilihan keduamu, Azfar?” Abimanyu bertanya, di taman sekolah.

“Ilmu Pemerintahan,” jawab Azfar.

“Aku ikut, deh.” Jemari Abimanyu mulai mencari jurusan yang dituju pada ponselnya.

Sedikit informasi, beberapa bulan yang lalu, Abimanyu dikirimkan uang oleh Bapaknya untuk membeli ponsel. Nining juga sama, ia juga sudah memiliki ponsel baru. Tinggal Azfar saja belum memiliki ponsel, ia belum memiliki rejeki yang cukup urnuk membelinya, masih sementara menabung.. Separuh uang dari jualan, Azfar kirim ke Azizah di kampung. Selalu Azizah menekankan agar Azfar tidak lagi mengirimkan uang padanya di kampung, karena kebutuhannya selalu tercukupi—Zaldin yang menanggung biaya hidup Azizah dan Adirah. Uang hasil jualan lebih baik ditabung untuk membeli ponsel saja, begitu kata Azizah. Namun, tanpa sepengetahuan Azizah, tiba-tiba ada saja uang masuk ke rekening Zaldin, dan chat masuk ke Whatsapp, mengabarkan bahwa barusan Azfar mentransfer uang.

Azfar dan sahabat-sahabatnya berkumpul di kantin, mereka bersama-sama mendaftar jalur SNMPTN.

Salman dan Fiskal sangat gembira sekali, karena orangtua mereka mengizinkan untuk kuliah di kota Palu.

Satu bulan setelah mendaftar SNMPTN. Ujian akhir telah usai, semua siswa kelas duabelas merasa lega, tak ada lagi beban di sekolah, tinggal menunggu hasil, lulus atau tidak. Namun, para siswa yang mendaftar masuk perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN, hati mereka belum tenang, karena penasaran dengan hasilnya, lolos atau tidak.

 

Satu bulan kemudian.

Bagi siswa pendaftar jalur SNMPTN, hari ini adalah hari yang mereka nanti-nantikan—pengumuman lolos atau tidaknya masuk perguruan tinggi.

Akun instagram SNMPTN sudah memberikan informasi, bahwa pukul satu siang WIB nanti, hasil pengumuman akan dikirim melalui link, berarti bagi para pelajar yang ada di Indonesia bagian tengah, pukul dua pengumumannya.

Azfar, Abimanyu, Salman, Fiskal, Ainun dan Nining berkumpul di taman samping Masjid. Hati mereka risau, rasanya seperti takut melihat hasil pengumuman SNMPTN nanti. Di taman itu, mereka sambil menunggu waktu shalat Zuhur tiba—sudah pukul sebelas.

“Ainun, kalau kamu sholat nanti, doakan aku ya, semoga lolos. doakan di sujud terakhirmu.” Nining memohon, ia tak bisa sholat, karena datang bulan.

“Semoga aku ingat, ya.” Ainun menyeringai..

“Ishh.” Nining menatap sini pada Ainun.

Ainun nyengir, “Iya, iya. Bukan hanya kamu yang aku doakan, tapi kita semua.”

Abimanyu memberikan jempol pada Ainun, “Kita saling mendoakan.”

“Misalkan aku tidak lolos....” Fiskal menumpu dagunya dengan telapak tangan, membayangkan jika tidak lolos, “Hiii, itu adalah sakit hati level seratus, bisa-bisa akan susah tidur malam, juga tak ada napsu makan.”

Azfar geleng-geleng kepala, “Jangan pesimis seperti itu. Harus optimis. Yakin, pasti lolos. Tapi, kalau memang belum takdirnya untuk lolos di jalur SNMPTN, bukan berarti perjuangan masuk ke perguruan tinggi berhenti sampai di jalur itu. Masih banyak jalur lain kok. Jika punya niat besar lanjut ke perguruan tinggi, pasti ada jalannya. Aku pernah baca novel Negeri 5 Menara, di dalamnya ada sebuah mantera: manjadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil. Teruslah bersungguh-sungguh, sampai mendapatkan hasil manisnya.”

Ainun tersenyum bangga melihat Azfar, lelaki itu sering sekali mengaitkan sebuah keadaan dengan buku-buku yang pernah dibacanya, sering memberikan masukan, nasehat, yang membuat pendengarnya tersentuh. Hal seperti itu Ainun sangat suka, perasaan kagumnya pada Azfar kian bertambah. Ainun sudah memastikan bahwa ia sudah menimbulkan rasa cinta ada lelaki itu.

 

***

 

Pukul dua, tibalah pengumuman itu. Enam sahabat itu semakin tegang, sesekali mereka melap peluh di kening. Ini adalah hari berbahagia dan menyakitkan.

Semua berkutat dengan ponsel masing-masing, membuka link pengumuman, kecuali Azfar, ia belum punya ponsel.

“Kenapa tampilannya seperti ini?” Abimanyu bertanya, bingung dengan layar ponselnya yang sejak tadi menampilkan layar berwarna ungu.

“Linknya eror, karena yang akses link itu adalah seluruh pendaftar  dari sabang sampai merauke,” jawab Azfar, “Coba-coba terus.”

Benar, link-nya eror, bukan hanya ponsel Abimanyu yang menampilkan layar ungu, yang lain juga.

Lima belas menit setelahnya, Ainun bisa mengakses linknya, memasukkan nama lengkap juga Nomor Induk Siswa Nasional (NISN), lalu menekankan ‘Lihat Hasil’.

Kelopak mata Ainun seketika terbelalak, terkejut dengan pengumuman yang ada di layar ponselnya.

“Aku lolos.” Ainun berseru, gadis itu sambil menimpuk-nimpuk gemas badan genpal Nining.

“Serius?” Abimanyu bertanya, wajahnya semakin tegang karena tahu link sudah bisa diakses.

Ainun mengangguk semangat, tersenyum, berucap ‘Alhamdulillah’.

“Azfar, aku ketikkan nama lengkapku juga NISN-ku, tapi kamu yang klik ‘lihat hasil’,” pinta Abimanyu.

“Kenapa bukan kamu saja?” Azfar bertanya.

“Aku takut melihat hasilku sendiri,” wajah Abimanyu terlihat serius. “Pokoknya, kalau aku lolos, kamu sampaikan padaku, kalau tidak lolos, kamu diam saja, tidak perlu sampaikan padaku! Kamu diam, tandanya aku tidak lolos.”

Aneh-aneh saja cara mereka melihat hasil pengumuman, itu karena rasa senang dan rasa takut berkecamuk di hati dan pikiran. Salman dan Fiskal juga, mereka membuka hasil pengumuman dengan penutup layar ponsel dengan telapak tangan, lalu menggeser sedikit demi sedikit tangan mereka. Saat ini, mereka tak suka dengan warna merah, dan warna hijau paling mereka senangi, betapa tidak, jika tidak lolos, maka yang tampil adalah warna merah, dan jika lolos, maka warna hijaulah yang tampil.

“Azfar, hei! kenapa kamu diam? Hah?” Wajah Abimanyu semakin tegang, karena setelah Azfar menekan fitur ‘Lihat Hasil’, Azfar hanya diam, pertanda?

Abimanyu sangat tidak terima, jika Azfar diam, berarti tandanya ia tidak lolos. Abimanyu langsung menarik ponselnya dari tangan Azfar, melihatnya secara langsung.

Terkejut, Abimanyu menutup mulutnya, dan langsung  mendekap erat tubuh Azfar, sambil meninju-ninju badan lekaki itu—pelan saja. Azfar hanya tertawa dibuat seperti itu. Sambil mendekap Azfar dan sedikit meninjunya, Abimanyu berucap heboh pada sahabat-sahabatnya yang lain, bilang bahwa ia juga lolos.

Nining tak kalah heboh saat melihat hasil pengumumannya—ia juga lolos, gadis itu langsung mendekap erat tubuh Ainun, membuat Ainun susah bernapas.

“Aku juga lolos,” kata Nining heboh.

“Jurusan pilihan keberapa, Ning?” Abimanyu bertanya.

“Pertama, Kimia Murni.” Nining mengangkat kedua tangannya (tangan ketika berdoa), menengadah ke atas, berucap, “Alhamdulillah....”

Salman dan Fiskal juga lolos.

Enam sahabat itu terlihat sangat gembira, apa lagi Abimanyu dan Nining, mereka yang paling heboh di taman, sampai meloncat-loncat saking senangnya. Enam sahabat itu semua lolos di jurusan pilihan pertama mereka. Nilai raport mereka mampu menyaingi ratusan atau bahkan ribuan pendaftar di jurusan pilihan masing-masing. Ainun lolos di jurusan pilihan pertama, yakni Pendidikan Bahasa Inggris, UNTAD.

Kelolosan masuk perguruan tinggi lewat jalur SNMPTN, mereka rayakan dengan penuh kegembiraan. Pulang dari sekolah, enam sahabat itu menuju warung Coto Makassar paling enak, letaknya tak jauh dari sekolah, mereka berjalan kaki.

“Kapan rencana kamu balik ke Palu?” Ainun bertanya pada Azfar, mereka berdua berjalan bersisian, sedangkan Abimanyu, Salman, Fiskal dan Nining berjalan di kiri-kanan mereka, bersenda-gurau, sesekali saling menjahili.

“Setelah hari perpisahan,” jawab Azfar. Ujian akhir telah usai, yang ditungu-tunggu lagi adalah hari mendengar kelulusan dari sekolah, dan perpisahan seluruh murid kelas duabelas beserta guru-guru. Kabarnya, momen-momen luar biasa itu akan dilaksanakan pada bulan yang akan datang.

“Kalau aku, kayaknya nanti kegiatan PK-K-B-M-B.... Ih, apa, aku lupa?” Ainun mengernyit.

“PKKMB.” Azfar membenarkan.

“Nah....” Ainun tertawa.

Percakapan Azfar dan Ainun didengar oleh Fiskal, lalu ia berkata, “Azfar, nanti kalau kami sudah ke sana, ajak kami keliling Kota Palu dan Donggala, ya.”

Azfar mengangguk antusias, “Tenang saja, aku akan bawah kalian menjelajah setiap sudut kota Palu dan Donggala.”

“Banyak wisata keren di sana, Azfar?” Salman ikut bercakap, bertanya.

“Wisatanya keren-keren. Donggala terkenal dengan belasan pantainya yang indah dan terkenal, Palu dengan beberapa landmark menariknya. Sigi dan Poso terkenal dengan hutan terlindungnya, juga ada padang rumput hijau, danau-danau yang cantik….” Azfar berkata mantap.

“Tapi kalian nanti jangan kaget melihat banyak bangunan yang runtuh akibat gempa dan tsunami,” sambung Abimanyu.

Salman, Fiskal dan Ainun mengangguk-angguk, mereka bertiga tak sabar ingin merantau di Palu, berkunjung ke setiap wisata yang tadi Azfar sebutkan, juga melihat kondisi kota itu setelah satu tahun lebih ditimpa bencana dahsyat.

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Seutas Benang Merah Pada Rajut Putih
1094      576     1     
Mystery
Kakak beradik Anna dan Andi akhirnya hidup bebas setelah lepas dari harapan semu pada Ayah mereka Namun kehidupan yang damai itu tidak berlangsung lama Seseorang dari masa lalu datang menculik Anna dan berniat memisahkan mereka Siapa dalang dibalik penculikan Anna Dapatkah Anna membebaskan diri dan kembali menjalani kehidupannya yang semula dengan adiknya Dalam usahanya Anna akan menghadap...
SURGA DALAM SEBOTOL VODKA
6824      1594     6     
Romance
Dari jaman dulu hingga sekarang, posisi sebagai anak masih kerap kali terjepit. Di satu sisi, anak harus mengikuti kemauan orang tua jikalau tak mau dianggap durhaka. Di sisi lain, anak juga memiliki keinginannya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Lalu bagaimanakah jika keinginan anak dan orang tua saling bertentangan? Terlahir di tengah keluarga yang kaya raya tak membuat Rev...
Salon & Me
3348      1080     11     
Humor
Salon adalah rumah kedua bagi gue. Ya bukan berarti gue biasa ngemper depan salon yah. Tapi karena dari kecil jaman ingus naek turun kaya harga saham sampe sekarang ketika tau bedanya ngutang pinjol sama paylater, nyalon tuh udah kaya rutinitas dan mirip rukun iman buat gue. Yang mana kalo gue gak nyalon tiap minggu rasanya mirip kaya gue gak ikut salat jumat eh salat ied. Dalam buku ini, udah...
Toko Kelontong di Sudut Desa
4322      1667     3     
Fantasy
Bunda pernah berkata pada anak gadisnya, bahwa cinta terbaik seorang lelaki hanya dimiliki oleh ayah untuk anaknya. Namun, tidak dengan Afuya, yang semenjak usia tujuh tahun hampir lupa kasih sayang ayah itu seperti apa. Benar kata bundanya, tetapi hal itu berlaku bagi ibu dan kakeknya, bukan dirinya dan sang ayah. Kehidupan Afuya sedikit berantakan, saat malaikat tak bersayapnya memutuskan m...
Bumi yang Dihujani Rindu
5282      1959     3     
Romance
Sinopsis . Kiara, gadis bermata biru pemilik darah Rusia Aceh tengah dilanda bahagia. Sofyan, teman sekampusnya di University of Saskatchewan, kini menjawab rasa rindu yang selama ini diimpikannya untuk menjalin sebuah ikatan cinta. Tak ada lagi yang menghalangi keduanya. Om Thimoty, ayah Kiara, yang semula tak bisa menerima kenyataan pahit bahwa putri semata wayangnya menjelma menjadi seorang ...
Seiko
429      321     1     
Romance
Jika tiba-tiba di dunia ini hanya tersisa Kak Tyas sebagai teman manusiaku yang menghuni bumi, aku akan lebih memilih untuk mati saat itu juga. Punya senior di kantor, harusnya bisa jadi teman sepekerjaan yang menyenangkan. Bisa berbagi keluh kesah, berbagi pengalaman, memberi wejangan, juga sekadar jadi teman yang asyik untuk bergosip ria—jika dia perempuan. Ya, harusnya memang begitu. ...
A Day With Sergio
1240      606     2     
Romance
Dapit Bacem and the Untold Story of MU
6067      1886     0     
Humor
David Bastion remaja blasteran bule Betawi siswa SMK di Jakarta pinggiran David pengin ikut turnamen sepak bola U18 Dia masuk SSB Marunda United MU Pemain MU antara lain ada Christiano Michiels dari Kp Tugu To Ming Se yang berjiwa bisnis Zidan yang anak seorang Habib Strikernya adalah Maryadi alias May pencetak gol terbanyak dalam turnamen sepak bola antar waria Pelatih Tim MU adalah Coach ...
Luka Dan Perkara Cinta Diam-Diam
5491      2132     22     
Romance
Kenangan pahit yang menimpanya sewaktu kecil membuat Daniel haus akan kasih sayang. Ia tumbuh rapuh dan terus mendambakan cinta dari orang-orang sekitar. Maka, ketika Mara—sahabat perempuannya—menyatakan perasaan cinta, tanpa pikir panjang Daniel pun menerima. Sampai suatu saat, perasaan yang "salah" hadir di antara Daniel dan Mentari, adik dari sahabatnya sendiri. Keduanya pun menjalani h...
(Un)Dead
559      304     0     
Fan Fiction
"Wanita itu tidak mati biarpun ususnya terburai dan pria tadi一yang tubuhnya dilalap api一juga seperti itu," tukas Taehyung. Jungkook mengangguk setuju. "Mereka seperti tidak mereka sakit. Dan anehnya lagi, kenapa mereka mencoba menyerang kita?" "Oh ya ampun," kata Taehyung, seperti baru menyadari sesuatu. "Kalau dugaanku benar, maka kita sedang dalam bahaya besar." "...