Loading...
Logo TinLit
Read Story - Aku Benci Hujan
MENU
About Us  

Sore harinya keadaanku mulai membaik. Meski bengkak di jemariku belum kempis, tapi aku merasa tubuhku tidak selemah atau selelah tadi pagi. Tentu obat dan tidur siang yang juga membantu memulihkan rasa lelahku. Sepulangnya tadi dari puskesmas, aku buru-buru mengambil ponselku di kamar, lalu dengan segera pula aku keluar. Aku memberi tahu Siska—teman semeja—bahwa dua hari ini aku tidak masuk sekolah karena sakit. Aku pula masih takut dan khawatir ada hewan yang bersarang dalam ruang pribadiku itu, maka setelah itu aku belum juga berani masuk ke kamarku lagi.

            Ibu yang sebenarnya flu sampai lupa berobat di puskesmas karena terlalu mengkhawatirkanku. Maka saat turun dari angkot, Ibu membeli obat di warung ujung gang. Aku jadi merasa bersalah mengapa ikut-ikutan terlupa dengan kesehatan Ibu, sementara Ibu malah sebaliknya terhadapku.

            Bapak dan Kak Leni sudah pulang bekerja dan kini kami semua berada di ruang tengah. Ibu baru saja menaruh nampan berisi empat gelas beling dan seteko teh manis hangat ke meja di hadapan kami.

            “Diminum dulu teh manis hangatnya.” Ibu duduk di sebelah Bapak.

            Kak Leni yang duduk di seberangku langsung meraih salah satu gelas, yang kemudian dia tuangkan teh manis hangat dari teko ke gelas tersebut. Uap masih mengepul dari permukaan minuman itu dan dari mulut teko. Tanpa meniup permukaan teh di gelas di genggamannya, cewek berambut lurus sepunggung itu menyeruputnya perlahan. Dia yang kulitnya putih—seperti Bapak—tampak sekali menikmati tehnya.

            “Bapak, tolong cek kamar Naya ya,” pinta Ibu sambil menuangkan teh dari teko ke gelas untuk Bapak.

            “Emangnya ada apa, Bu?” Bapak menyambut gelas berisi teh yang disodorkan oleh Ibu.

            “Takutnya ada binatang,” jawab Ibu.

            “Paling nyamuk, Bu,” imbuh Kak Leni sembari menaruh gelas ke meja.

            “Binatang apa yang Ibu maksud?” Bapak bertanya lagi setelah menyeruput teh hangatnya. Ditaruhnya gelas itu ke meja.

            “Paling kecoak, Pak,” imbuh Kak Leni lagi, tapi kali ini disudahi dengan terkekeh. Dia meraih remote televisi untuk mengganti acara berita.

            “Kamu tuh bercanda aja, Len,” ucap Ibu agak kesal.

            Kak Leni tidak menanggapi perkataan Ibu, dia langsung fokus pada acara yang disaksikannya.

            “Hari ini Naya gak masuk sekolah karena jari-jari tangannya bengkak,” tutur Ibu kemudian.

            “Bengkak ...?” Kening Bapak mengernyit dengan pandangan yang tertuju ke arahku. Wajahnya seolah meminta bukti.

            Aku memperlihatkan kedua tanganku.

            “Kok bisa bengkak kayak gitu?”

            “Maka dari itu, Pak, Ibu khawatir ada binatang yang bikin jari tangan Naya bengkak kayak gitu,” jelas Ibu menjawab pertanyaan Bapak.

            “Binatang apa yang bisa bikin bengkak begitu, Bu?”

            “Mana Ibu tahu, makanya Ibu minta Bapak tuk periksa kamar Naya. Sepulang dari puskesmas tadi pagi, Naya belum berani masuk ke kamarnya lagi.”

            “Gak mungkin ada ular, ‘kan?” Wajah Bapak terlihat ngeri.

            “Saya gak tahu, Pak,” kataku sambil menggeleng.

            “Kalo ular itu pasti berbisa.”

            “Gak juga, Pak,” Ibu menimpali perkataan Bapak. “Ada kok ular yang gak berbisa, dan mungkin cuma bikin bengkak kayak gitu,” lanjutnya menerangkan sekaligus menerka perihal ular tak berbisa.

            Bapak menelan ludah. Jakunnya naik-turun. “Ya udah, nanti Bapak periksa, deh,” katanya kemudian.

            “Kenapa gak sekarang sih, Pak?”

            “Bapak masih capek,” jawab Bapak. “Bapak istirahat sebentar dululah, Bu,” sambungnya meminta pengertian Ibu.

            “Iya, Bu, biarin Bapak istirahat dulu,” aku menengahi mereka.

            “Kamu kenapa, Nay?” tiba-tiba Kak Leni bertanya.

            “Ini.” Aku mengulurkan kedua tanganku ke depan.

            “Wah ... bengkak begitu jari-jari kamu. Ada kebiruannya juga, ya?” Kedua mata Kak Leni masih memperhatikan jemariku.

            “Hmm,” gumamku sambil mengangguk.

            “Wah ... itu sih dijilat setan, Nay.” Kak Leni terkekeh.

            Aku menarik kembali kedua tanganku ke pangkuan. Kak Leni gemar sekali meledekku. Kali ini sebenarnya aku sebal dibercandai seperti itu, tapi memang begitulah Kak Leni. Kukira dia serius memperhatikan jemariku dengan saksama, rupanya malah begurau.

            Sementara itu, Bapak juga tertawa mendengar ucapan Kak Leni. Hanya Ibu yang mengomeli Kak Leni, tapi kakakku malah berdiri sambil berujar ingin mandi.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • syaesha

    Salam kenal kakak penulis, aku mulai membaca

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Kala Saka Menyapa
12239      2889     4     
Romance
Dan biarlah kenangan terulang memberi ruang untuk dikenang. Sekali pun pahit. Kara memang pemilik masalah yang sungguh terlalu drama. Muda beranak begitulah tetangganya bilang. Belum lagi ayahnya yang selalu menekan, kakaknya yang berwasiat pernikahan, sampai Samella si gadis kecil yang kadang merepotkan. Kara butuh kebebasan, ingin melepas semua dramanya. Tapi semesta mempertemukannya lag...
graha makna
5842      1830     0     
Romance
apa yang kau cari tidak ada di sini,kau tidak akan menemukan apapun jika mencari ekspektasimu.ini imajinasiku,kau bisa menebak beberapa hal yang ternyata ada dalam diriku saat mulai berimajinasi katakan pada adelia,kalau kau tidak berniat menghancurkanku dan yakinkan anjana kalau kau bisa jadi perisaiku
Premium
RESTART [21+]
9739      3325     22     
Romance
Pahit dan getir yang kurasa selama proses merelakan telah membentuk diriku yang sekarang. Jangan pernah lagi mengusik apa yang ada di dalam sini. Jika memang harus memperhatikan, berdirilah dari kejauhan. Terima kasih atas semua kenangan. Kini biarkan aku maju ke depan.
Fix You
995      591     2     
Romance
Sejak hari itu, dunia mulai berbalik memunggungi Rena. Kerja kerasnya kandas, kepercayaan dirinya hilang. Yang Rena inginkan hanya menepi dan menjauh, memperbaiki diri jika memang masih bisa ia lakukan. Hingga akhirnya Rena bersua dengan suara itu. Suara asing yang sialnya mampu mengumpulkan keping demi keping harapannya. Namun akankah suara itu benar-benar bisa menyembuhkan Rena? Atau jus...
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
781      530     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...
KataKu Dalam Hati Season 1
5926      1568     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
Senja Belum Berlalu
4133      1456     5     
Romance
Kehidupan seorang yang bernama Nita, yang dikatakan penyandang difabel tidak juga, namun untuk dikatakan sempurna, dia memang tidak sempurna. Nita yang akhirnya mampu mengendalikan dirinya, sayangnya ia tak mampu mengendalikan nasibnya, sejatinya nasib bisa diubah. Dan takdir yang ia terima sejatinya juga bisa diubah, namun sayangnya Nita tidak berupaya keras meminta untuk diubah. Ia menyesal...
Different World
1005      512     0     
Fantasy
Melody, seorang gadis biasa yang terdampar di dunia yang tak dikenalnya. Berkutat dengan segala peraturan baru yang mengikat membuat kesehariannya penuh dengan tanda tanya. Hal yang paling diinginkannya setelah terdampar adalah kembali ke dunianya. Namun, ditengah usaha untuk kembali ia menguak rahasia antar dunia.
Metamorf
149      123     0     
Romance
Menjadi anak tunggal dari seorang chef terkenal, tidak lantas membuat Indra hidup bahagia. Hal tersebut justru membuat orang-orang membandingkan kemampuannya dengan sang ayah. Apalagi dengan adanya seorang sepupu yang kemampuan memasaknya di atas Indra, pemuda berusia 18 tahun itu dituntut harus sempurna. Pada kesempatan terakhir sebelum lulus sekolah, Indra dan kelompoknya mengikuti lomba mas...
Cute Monster
675      388     5     
Short Story
Kang In, pria tampan yang terlihat sangat normal ini sebenarnya adalah monster yang selalu memohon makanan dari Park Im zii, pekerja paruh waktu di minimarket yang selalu sepi pengunjung. Zii yang sudah mencoba berbagai cara menyingkirkan Kang In namun selalu gagal. "Apa aku harus terbiasa hidup dengan monster ini ?"