Loading...
Logo TinLit
Read Story - Aku Benci Hujan
MENU
About Us  

Pertengahan tahun 2016.

“Jadi apa yang mau kamu ceritain?” Damar bertanya setelah Kanaya menaruh secangkir kopi susu ke meja di hadapannya dengan amat hati-hati. Bahkan, dia dapat melihat sangat jelas tangan kanan Kanaya agak gemetar ketika mendaratkan cangkir berwarna putih susu itu, seolah cangkir beserta isinya terasa begitu berat.

            Kanaya duduk di sofa biru. Dia tersenyum menanggapi pertanyaan cowok yang usianya sama dengannya, yakni 19 tahun. Mereka memang sudah berencana akan bertemu di hari Sabtu siang ini.

            Damar terkekeh melihat Kanaya. Dia mendapati ada keraguan di wajah gadis itu. “Sekarang kamu beneran mau cerita,’kan?” tanyanya lagi, lalu meraih cangkir kopi susu yang masih mengepulkan uap. Pelan-pelan dia menyeruput minuman itu. Dia masih menutupi keheranan dan tanda tanya besar terhadap Kanaya yang fisiknya tak seperti cewek yang dikenalnya saat masih di SMA—saat ini lebih berubah.

            “Iya,” jawab Kanaya singkat sambil menyelipkan sejumput rambutnya yang lurus sebahu ke telinga kiri.

Di lantai atas angin berembus sepoi-sepoi. Siang ini Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memang cerah. Langit biru masih terlihat meski gumpalan besar awan kelabu dari timur terus bergerak hendak memayungi kecamatan tempat tinggal Kanaya. Selain tempat menjemur pakaian, sejak lama Kanaya merapikan lahan plesteran di lantai atas ini agar nyaman. Dia meminta Bapaknya menaruh sofa, beberapa tanaman bunga yang tumbuh di pot, serta membuat atap dari asbes dengan tiang-tiang balok sebagai penopang untuk memayungi area yang kini dia dan Damar duduki. Untuk menambah kesan lebih indah, dia pula menambahkan lampu-lampu kecil berwarna-warni, serta yang terang seperti kunang-kunang menggantung di langit-langit atap, dan pula lampu-lampu itu dililitkan seperti tanaman merambat di tiang-tiang penopang atap.

            “Tentang apa?” Damar menaruh cangkir ke tempatnya semula. Cowok berkulit putih ini membetulkan posisi kacamatanya.

Setelah lulus sekolah, Damar dan Kanaya sempat putus komunikasi. Keduanya sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing. Sampai akhirnya enam bulan belakangan ini keduanya hanya sesekali berkomunikasi lewat chat atau media sosial dan sambungan telepon. Ini kali pertama mereka bertemu setelah sekian lama.

            “Apa aja yang mau kamu tanyain,” jawab cewek pemilik nama lengkap Kanaya Septiana. Dia tersenyum tipis. “Kamu ‘kan penulis, siapa tahu dapat inspirasi dari aku,” katanya lagi, lalu terkekeh.

            Sebenarnya Damar ingin bertanya mengenai fisik Kanaya yang berubah—perubahan yang tidak pada umumnya karena usia bertambah. Namun, dia masih enggan karena khawatir Kanaya tersinggung. “Mmm ... apakah sejauh ini dalam hidupmu ada yang kamu anggap sebagai momen spesial?” tanyanya kemudian. Dia tidak berpikir atau menyiapkan pertanyaan itu. Sama sekali tidak. Pertanyaan itu spontan dia ajukan begitu saja.

            Mendengar pertanyaan itu Kanaya melihat lekat-lekat wajah Damar. Ada kesenduan yang tiba-tiba saja hadir di kedua matanya. Dia menelan ludah, seperti baru saja merasakan kepahitan. Dadanya pula mendadak sesak. Keadaan hati yang tidak enak itu membuat kelenjar air matanya bergolak. Lantas kedua matanya terasa memanas. Lalu, dua bulir air mata jatuh membasahi pipinya.

            Damar tidak mengira jika pertanyaannya membuat Kanaya bungkam. Dia belum tahu harus berkata apa mendapati Kanaya bersedih. Diperhatikannya hidung Kanaya yang dulu mancung, tapi kini berubah lebih lancip dan agak mengecil. Dia juga melihat bibir Kanaya yang dulu merah muda dan penuh, kini tipis dan kehitaman serta tampak tertarik, bahkan deretan gigi atas cewek ini kadang terlihat padahal tengah terdiam—bukan karena giginya yang tonggos, tapi bibirnya benar-benar tertarik ke samping. Tulang pipi Kanaya juga terlihat lebih menonjol. Kulit wajah Kanaya memang mengalami pengerasan dan penebalan, serta jadi tampak kusam—ada bintik-bintik merah di beberapa bagian kulit. Itu yang membuat fisik wajah Kanaya mengalami perubahan. Tadi pula saat bersalaman, Damar menutupi keterkejutannya melihat ruas ujung jari telunjuk Kanaya bengkok. Jari-jari tangan Kanaya yang lainnya juga tampak seperti hanya tinggal dibungkus kulit, di ruas-ruas dan bagian sendi-sendinya ada luka, sementara di bagian kulit jangat—jemari sampai telapak tangan—terlihat merah padam kebiruan dan terasa dingin. Sedangkan tubuh Kanaya kurus.

            Kanaya mengusap air matanya dengan jemarinya.

            “Maaf,” ucap Damar yang akhirnya sadar bahwa pertanyaannya sepertinya telah melukai hati Kanaya. Mungkin pertanyaan yang tak direncanakannya itu berhasil merobek luka masa lalu Kanaya.

            “Gak apa-apa,” sahut Kanaya, lalu berusaha tersenyum. “Aku yang harusnya minta maaf karena gak bisa ngendaliin emosiku,” jelasnya lagi.

            Damar tersenyum tipis sekadar menanggapi apa yang Kanaya ungkapkan. Meski dia jadi merasa tak enak hati, tapi harus sadar diri dan dapat membaca situasi. Dia tahu betul Kanaya sedang berusaha tegar. Itu yang membuatnya harus tetap mendampingi usaha cewek di dekatnya itu.

            “Bisa ulang pertanyaannya?” Kanaya mulai menenangkan seisi dadanya. Dia harus bisa mengontrol emosinya di depan Damar. Jangan sampai Damar merasa bersalah lagi, sementara sejak awal dia memang ingin bercerita banyak hal pada cowok itu.

            Damar diam. Tidak mengerti mengapa Kanaya meminta dia mengulang pertanyaannya. Namun, beberapa detik kemudian dia menurut saja, “Apakah sejauh ini dalam hidupmu ada yang kamu anggap sebagai momen spesial?”

            “Jatuh cinta dan hujan,” jawab Kanaya.

            Damar tersenyum lagi karena menganggap dua momen itu indah. “Seharusnya dua momen spesialmu itu menyenangkan, apalagi jika berkaitan. Itu pasti romantis. Lalu, kenapa tadi kamu menangis?” tanyanya penasaran.

Kanaya tersenyum tipis. “Bukankah momen spesial itu enggak melulu tentang keindahan, menyenangkan, dan keromantisan?” timpalnya kemudian membuat Damar bingung.

“Aku gak mengerti,” balas Damar sambil menggeleng.

“Justru aku takut jatuh cinta dan membenci hujan,” jawab Kanaya.

Damar melihat wajah Kanaya yang semakin sendu. Lalu, dia bertanya lagi dengan serius, “Kamu philophobia?”

            “Apa itu?”

            “Keadaan seseorang yang secara enggak rasional takut jatuh cinta,” jawab Damar.

            “Bukan,” tampik Kanaya. “Eh, tapi entahlah,” katanya lagi ragu dengan perkataannya tadi.

            Damar tersenyum mendapati Kanaya seperti itu. Dia pula meyakini kalau lawan bicaranya itu bukanlah orang yang dalam keadaan philophobia. “Baiklah, lupakan tentang philophobia. Terlepas kamu philophobia atau bukan, jadi apa yang membuatmu takut jatuh cinta dan membenci hujan?” Damar kembali mengulang pertanyaannya. Dia semakin penasaran.

            “Aku sakit scleroderma.” Kanaya mengembuskan napas panjang melalui mulut. Tampak sekali ada beban saat berkata seperti itu. Pasalnya, dia jadi teringat banyak hal yang indah sekaligus sungguh menyakitkan.

            “Apa itu?” Damar mengernyitkan keningnya. “Gimana bisa penyakit itu sampai membuatmu takut jatuh cinta dan membenci hujan? Gimana juga keduanya bisa menjadi momen spesial?” tanyanya lagi yang belum sepenuhnya paham segala tentang Kanaya.

            Kanaya menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa agar bisa duduk lebih nyaman. “Akan aku ceritain,” katanya kemudian.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • syaesha

    Salam kenal kakak penulis, aku mulai membaca

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Gloomy
640      425     0     
Short Story
Ketika itu, ada cerita tentang prajurit surga. Kisah soal penghianatan dari sosok ksatria Tuhan.
Zona Elegi
659      437     0     
Inspirational
Tertimpa rumor tak sedap soal pekerjaannya, Hans terpaksa berhenti mengabadikan momen-momen pernikahan dan banting setir jadi fotografer di rumah duka. Hans kemudian berjumpa dengan Ellie, gadis yang menurutnya menyebalkan dan super idealis. Janji pada sang nenek mengantar Ellie menekuni pekerjaan sebagai perias jenazah, profesi yang ditakuti banyak orang. Sama-sama bekerja di rumah duka, Hans...
Moment
357      308     0     
Romance
Rachel Maureen Jovita cewek bar bar nan ramah,cantik dan apa adanya.Bersahabat dengan cowok famous di sekolahnya adalah keberuntungan tersendiri bagi gadis bar bar sepertinya Dean Edward Devine cowok famous dan pintar.Siapa yang tidak mengenal cowok ramah ini,Bersahabat dengan cewek seperti Rachel merupakan ketidak sengajaan yang membuatnya merasa beruntung dan juga menyesal [Maaf jika ...
Dapit Bacem and the Untold Story of MU
9380      2708     0     
Humor
David Bastion remaja blasteran bule Betawi siswa SMK di Jakarta pinggiran David pengin ikut turnamen sepak bola U18 Dia masuk SSB Marunda United MU Pemain MU antara lain ada Christiano Michiels dari Kp Tugu To Ming Se yang berjiwa bisnis Zidan yang anak seorang Habib Strikernya adalah Maryadi alias May pencetak gol terbanyak dalam turnamen sepak bola antar waria Pelatih Tim MU adalah Coach ...
Alfazair Dan Alkana
302      249     0     
Romance
Ini hanyalah kisah dari remaja SMA yang suka bilang "Cieee Cieee," kalau lagi ada teman sekelasnya deket. Hanya ada konflik ringan, konflik yang memang pernah terjadi ketika SMA. Alkana tak menyangka, bahwa dirinya akan terjebak didalam sebuah perasaan karena awalnya dia hanya bermain Riddle bersama teman laki-laki dikelasnya. Berawal dari Alkana yang sering kali memberi pertanyaan t...
Teman Khayalan
1815      819     4     
Science Fiction
Tak ada yang salah dengan takdir dan waktu, namun seringkali manusia tidak menerima. Meski telah paham akan konsekuensinya, Ferd tetap bersikukuh menelusuri jalan untuk bernostalgia dengan cara yang tidak biasa. Kemudian, bahagiakah dia nantinya?
Ruang Nostalgia
392      290     1     
Short Story
Jika kita tidak ditakdirkan bersama. Jangan sesali apa pun. Jika tiba-tiba aku menghilang. Jangan bersedih, jangan tangisi aku. Aku tidak pantas kamu tangisi. Tapi satu yang harus kamu tau. Kamu akan selalu di hatiku, menempati ruang khusus di dalam hati. Dan jika rindu itu datang. Temui aku di ruang nostalgia. -Ruang Nostalgia-
KEPINGAN KATA
600      390     0     
Inspirational
Ternyata jenjang SMA tuh nggak seseram apa yang dibayangkan Hanum. Dia pasti bisa melalui masa-masa SMA. Apalagi, katanya, masa-masa SMA adalah masa yang indah. Jadi, Hanum pasti bisa melaluinya. Iya, kan? Siapapun, tolong yakinkan Hanum!
Hujan Paling Jujur di Matamu
10346      2721     1     
Romance
Rumah tangga Yudis dan Ratri diguncang prahara. Ternyata Ratri sudah hamil tiga bulan lebih. Padahal usia pernikahan mereka baru satu bulan. Yudis tak mampu berbuat apa-apa, dia takut jika ibunya tahu, penyakit jantungnya kambuh dan akan menjadi masalah. Meski pernikahan itu sebuah perjodohan, Ratri berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dengan baik dan tulus mencintai Yudis. Namun, Yudis...
Titip Salam
4458      1741     15     
Romance
Apa kamu pernah mendapat ucapan titip salam dari temanmu untuk teman lainnya? Kalau pernah, nasibmu hampir sama seperti Javitri. Mahasiswi Jurusan Teknik Elektro yang merasa salah jurusan karena sebenarnya jurusan itu adalah pilihan sang papa. Javitri yang mudah bergaul dengan orang di sekelilingnya, membuat dia sering kerepotan karena mendapat banyak titipan untuk teman kosnya. Masalahnya, m...