Aku merasa seperti ada guncangan yang menyergap tubuh seiring dengan terdengarnya suara orang yang memanggil-manggil namaku samar. Mata terasa berat untuk dibuka seakan ada beban yang bergelayut di kelopaknya. Perlahan kesadaranku kembali. Tampak langit-langit berwarna putih tepat di hadapan wajah. Kupegang kepala yang terasa pusing sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ternyata ada Fritz di sebelah.
“Aku di mana?” tanyaku seperti orang linglung, “Sah, Fritz?”
“Sah?” Fritz terlihat bingung dengan pertanyaanku.
“Bangun, Fyan. Bangun …,” ucap Felix yang sedang duduk di kursi belajarnya.
Ternyata masih di apartemenku.
“Astagfirullah,” lirihku.
Aku melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul dua siang. Jeda beberapa saat akhirnya kesadaranku pulih juga. Kali ini seluruh nyawa sudah kembali berkumpul dengan raga.
“Ini pesananmu, Fyan,” ucap Fritz sambil memberikan lakban kepadaku.
Sekitar sepuluh menit yang lalu, tepatnya usai salat zuhur di masjid, aku baru teringat ingin membeli lakban untuk mengemas barang-barangku. Tadinya aku ingin membelinya di minimarket terdekat. Ternyata aku bertemu dengan Fritz saat di lobby. Dia masih punya lakban sisa dan menawarkannya untukku.
“Pakai saja lakbanku,”ucap Fritz, “masih baru kok, aku cuma pakai sedikit untuk packing kemarin.”
Kami naik lift bersama. Lalu berpisah sementara. Aku turun di lantai empat. Sementara Fritz kembali ke apartemennya untuk mengambil lakban di lantai lima. Sesaat masuk ke apartemen, tempat tidur di hadapan mata seolah memanggil-manggil untuk merebahkan tubuhku yang lelah.
***
“Payah, baru ditinggal sebentar saja udah tidur.”
“Iya nih, kepalaku pusing banget.”
“Baru kali ini aku melihat ada orang yang tidur sambil senyum-senyum sendiri,” ucap Felix melirik ke arahku.
Aku pura-pura tidak mendengarnya meskipun tahu maksud Felix itu tertuju padaku. Apa iya aku tersenyum saat tidur? Entahlah. Kalaupun iya, rasa wajar saja. Mimpi yang baru saja kualami begitu indah. Seperti nyata. Sayangnya, itu bunga tidur semata.
“Memangnya rencana kau balik kapan, Fyan?” tanya Fritz sambil membantuku menutup koper yang penuh sesak. Fritz duduk di atasnya agar aku dapat menutup resleting koper dengan sempurna.
“Insyaallah, minggu depan.”
Aku bersyukur akhirnya dapat menyelesaikan program masterku di University Of Saskatchewan dengan lancar. Tentunya ada rasa bangga. Sebab perjuanganku tak mudah. Aku sangat bahagia karena waktu yang kuimpikan akhirnya tiba. Kembali menghirup segarnya udara tanah kelahiran. Menemui dua wanita paling kusayangi sejagat raya, Emak dan ‘Aini, di Teluk Kuantan.
***
Rabu, 04 September 2013
Sudah sejak pukul sepuluh pagi aku merapikan barang-barang yang akan kubawa pulang. Aku masih melanjutkan lagi sekembalinya dari salat zuhur. Sebenarnya, merapikan barangku itu sebentar. Mungkin jika ditotal, kegiatan itu menghabiskan waktu sekitar tiga puluh menit saja. Namun, sampai tiga jam berlalu, aku masih belum selesai mengemas barang-barangku. Maklum saja karena aku menyambinya sambil melayani pertanyaan-pertanyaan dari mereka.
Ah, sudah terbiasa, aku harus meladeni segala pertanyaan dari teman-temanku. Seolah aku ini seperti mesin google. Seolah aku ini bisa tahu semua jawaban yang mereka tanyakan. Puncaknya adalah pertanyaan serius dari Felix tadi. Apalagi kalau bukan seputar agama. Meskipun hanya diskusi santai, tapi aku harus tetap serius menjawabnya.
“Cerita itu hanya dongeng, Fyan. Kenapa itu bisa ada dalam kitab sucimu?” heran Felix mempertanyaakan sebuah kisah dalam Al-Qur'an.
Al-Qur’an kecil berwarna hijau tua lengkap dengan terjemahan Yusuf Ali yang sedang ia baca menggelitik rasa kritisnya. Dengan santainya Felix mempertanyakan kevalidan ayat Al-Qur’an yang menceritakan tentang mukjizat salah satu utusan-Nya. Tanpa basa-basi, Felix tengah berusaha menelanjangi isi kitab suci yang ada di tangannya. Anugerah yang diberikan Allah kepada Nabi Isa ‘alaihi salam berupa kemampuan berbicara ketika masih dalam buaian ibunda dianggap sebagai cerita isapan jempol semata. Mukjizat Sang Nabi membuat burung dari tanah dianggap sebuah dongeng yang diragukan kebenarannya. Semua keistimewaan Sang Nabi yang yang diutus kepada Bani Israel itu tidak dapat dipercaya. Sebab kisah tersebut tertulis dalam sebuah naskah kuno yang tida bisa dijamin kesahihannya.
***
Tanah berubah
Menjadi burung terbang di udara
Bukan karena tangannya tanpa cela
Bayi yang berbicara
Membela kesucian Sang Bunda
Buka karena kemuliaannya
Bukan karena terlahir dengan cara luar biasa
Dengan KUN dia tercipta
Mesias
Seorang hamba
Semua mukjizat terjadi atas izinNya
Sebagai AYAT bagi semesta
FELIX, room mate yang telah menemaniku sekitar dua tahun terakhir ini memang begitu istimewa. Apalagi kebiasaan dia akhir-akhir ini yang membuatku harus belajar ekstra sabar dalam menghadapinya. Setelah kejadian syahadat Kiara tempo hari, rasa kritis Felix semakin menjadi-jadi. Aku kewalahan. Tambah lagi, ia jadi rajin membaca terjemahan Al-Qur’an. Mungkin lebih tepatnya penasaran. Sepertinya ia membaca lebih untuk mencari celah kesalahan. Bukan murni layaknya pembelajar yang ingin mendapat tambahan ilmu dan wawasan.
Beberapa kali usai membaca Al-Qur’an ia sering mempertanyakan banyak hal. Pertanyaan yang menurutku lebih tepat sebagai sebuah serangan. Salah satu pertanyaan Felix kali ini sempat membuatku sedikit gerah. Ia mengatakan bahwa ada cerita dongeng di dalam kitab suci yang kerap kubaca. Bakda ashar, pemuda tinggi berkulit putih dan bermata sipit khas orang Tionghoa itu berulah. Seolah ia menuduh Al-Qur’an hanya kumpulan aksara biasa penuh cela. Mungkin jika pertanyaan itu disampaikan kepada orang awam bisa jadi akan menggoyahkan iman di dada.
Felix menyodorkan Al-Qur’an kecil berwarna hijau tua lengkap dengan terjemahan Yusuf Ali milikku yang baru saja ia baca. Ia memintaku untuk membaca juga terjemahan ayatnya. Tepat terbuka di ayat 46 hingga 49 surat Ali Imran. Tercatat dengan jelas salah satu mukjizat Nabi Isa ‘alaihi salam di sana.
“He shall speak to the people in childhood and in maturity and he shall be (of the company) of the righteous,[1]” ucap Felix mengutip ayat 46 Al-Qur’an surat Ali Imran.
Aku menyimak Felix yang terlihat begitu serius saat membacakan terjemahan ayatnya. Kisah yang terulang kembali dalam ayat 29 hingga 33 Al-Qur’an surat Maryam itu sangat menarik minat Felix untuk menyerangku dengan pertanyaan-pertanyaannya.
“Kisah Yesus berbicara saat dia masih dalam buaian itu hanya cerita dongeng, Fyan?” ucap Felix meyakinkanku.
Pernyataannya ini berdasarkan asumsinya dalam membandingkan cerita tentang Nabi Isa ‘alaihi salam yang ia baca dalam Al-Qur’an dengan kisah Yesus Kristus dalam Injil.
“Setahuku cerita ini terdapat dalam The Gospel of the Infancy of Jesus Christ.[2] Kau tahu, kalau itu adalah Injil palsu?”
Aku menggeleng. Sementara itu, Felix terlihat makin bersemangat menjelaskan padaku.
“Injil itu baru muncul pada tahun 150 -200 Masehi di Mesir. Padahal kitab Injil itu seharusnya sudah ada sebelum 100 Masehi. Bukan 150 tahun setelah masa hidup Yesus,” sambung Felix.
Aku mengangguk pelan.
“Coba kau baca di ayat ini,” perintah Felix.
Mataku langsung menuju ayat yang Felix maksud. Ayat ke 49 surat Ali Imran. Ayat yang menceritakan mukjizat Nabi Isa ‘alaihi salam saat beliau membuat burung dari tanah. Aku segera membacakan terjemahan ayatnya di hadapan.
“... aku (Isa) membuat ... dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung ...”
Usai aku membacakan ayat itu, Felix langsung menyambutnya dengan sebuah pernyataan yang sama seperti sebelumnya. Bahwa kisah itu hanyalah cerita dongeng semata.
“Kalau tidak salah ingat, kisah itu juga diulang kembali dalam Al-Qur’an ayat 110 surat Al Maidah.”
Aku membuka ayat yang Felix maksud. Ternyata benar. Felix mampu mengingat dengan baik ayat tersebut.
“Kau tahu, kalau cerita ini ada The Gospel of Thomas the Israelite[3]? Injil palsu yang baru muncul pada tahun 150 Masehi.”
Lagi-lagi aku menggeleng tanda tak tahu. Sementara kullihat senyum di wajah Felix. Seolah itu sebagai tanda kemenangan karena kali ini aku tak bisa menjawab pertanyaannya.
***
“Injil yang baru saja kau sebutkan itu tidak diakui sebagai kitab suci dalam agamamu, Fel?” tanya Fritz.
“Yup. Bukan termasuk dalam kitab kanon,” jawab Felix.
“Kanon? Apa itu?” tanya Fritz bingung.
“Artinya Injil tersebut ditulis atas ilham Roh Kudus,” jawab Felix.
Fritz mengangguk mendengar penjelasan dari Felix.
“Ada sekitar 50-an naskah tentang Pribadi dan karya Mesias yang ditulis di abad-abad awal. Ada 20 naskah yang disebut ‘Injil’. Namun, hanya ada empat Injil Kanonik seperti yang bisa kita baca sekarang ini, Injil Matius, Injil Lukas, Injil Markus dan Injil Yohanes,” lanjut Felix menjelaskan, “selebihnya maka masuk ke dalam Injil Apokrifa.”
“Apa lagi tuh Injil Apokrifa?” tanya Fritz.
“Gampangnya sih semua Injil selain dari keempat Injil sinoptik. Kitab tersebut tidak memenuhi standar atau kriteria yang digunakan dalam menyeleksi berbagai naskah yang dijadikan sebagai rujukan dalam mengimani kekristenan.”
“Mengapa gereja menolak Injil Apokrifa?” tanya Fritz.
“Yah karena menurut Bapak Gereja, kisah di dalamnya tidak sejalan dengan keyakinan umat Kristen. Kalaupun menceritakan tentang karya yang dibuat oleh Yesus, maka dapat dipastikan kisahnya tidak pernah diceritakan dalam Injil Kanonik. Kisahnya kadang mengada-ada atau mungkin tidak masuk akal.”
“Meskipun isinya menceritakan tentang kehidupan Yesus, tapi belum tentu diakui sebagai bagian dari Injil?” tanya Fritz mengkonfirmasi.
Felix mengangguk membenarkan Fritz.
“Lalu, bagaimana cara Bapak Gereja bisa merumuskan standar tersebut sehingga sebuah naskah diterima menjadi sebuah kitab suci?” tanya Fritz.
“Yang jelas tulisan tersebut berasal dari zaman paling dekat dengan peristiwa Yesus. Maka dari itu yang sudah pasti diterima adalah tulisan dari para murid Yesus. Atau paling tidak sang penulis Injil adalah murid dari para Rasul.[4] Seperti Markus dan Lukas, mereka bukan termasuk ke dalam 12 Rasul. Namun, keduanya diyakini sebagai murid para rasul.”
“O …,” Fritz mengangguk pelan.
Aku menyimak penjelasan Felix.
“Penilaiannya bukan hanya karena itu adalah naskah kuno dan menceritakan tentang Yesus semata. Namun, juga mesti dilihat, apakah tulisan tersebut digunakan secara luas dalam ibadah di sebagian besar jemaat gereja yang tersebar di berbagai wilayah atau tidak,” ucap Felix melanjutkan, “Tentu saja tulisan tersebut harus sesuai dengan ajaran iman yang diterima gereja secara luas, yaitu iman yang sama pada Kristus yang bangkit dan dimuliakan.”
***
“Bukankah semua Injil, baik Injil sinoptik ataupun Injil apokrif, tidak menulis kisah perjalanan hidup Yesus secara lengkap? Bahkan penulis Injil Yohanes sendiri pun secara jujur mengakui bahwa ia tidak menulis semua yang dilakukan Yesus dalam kitab yang ditulisnya. Kau ingat ayatnya kan?” ucapku.
Felix menggeleng. Lalu aku membacakan pengakuan jujur sang penulisnya di ayat 25 pasal 21 Injil Yohanes.
“Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu”.
“Bukankah itu artinya memang tidak semua ucapan serta perbuatan Yesus terdokumentasi secara lengkap dalam sebuah kitab?” tanyaku, “Kau ingat cerita tentang orang-orang kudus yang telah mati, lalu bangkit dari kubur tidak lama setelah Yesus mati di kayu salib?”
Felix menggeleng. Lalu ia mengambil Alkitab di meja belajarnya.
“Kau bisa membacanya di Injil Matius.”
“Yang mana?”
“Kau bisa membacanya di ayat 52 pasal 27.”
Kulihat Felix membaca ayat yang kumaksud.
“Cerita itu hanya ada di Injil Matius, Fel.”
“Really.”
“Sure. Kau boleh membacanya sendiri di ketiga Injil sinoptik untuk membuktikannya.”
“Membaca Injil Matius, Markus dan Lukas?”
“Yup.”
“Hahaha … entah kapan aku bisa menamatkan bacaan sebanyak ini.”
“Itu jika kau mau membuktikannya sendiri. Bisa jadi kau meragukan pernyataanku kan?”
“Jujur aku mengakui kalau tentang cerita di Injil kau memang lebih jago dari pada aku, Fyan.”
“Aku hanya berpikir begini, jika memang ucapan dan perbuatan Yesus tidak dituliskan semua dalam keempat Injil sinoptik, apakah itu tidak menutup kemungkinan jika hal itu tertulis dalam Injil apokrif?”
“Entahlah,” jawab Felix ragu dengan hipotesaku.
“Tapi aku tidak setuju dengan cara berpikirmu Fel,” ucap Fritz, “aneh.”
“Aneh kenapa?” heran Felix.
“Apa kau tak sadar? Jika ada ayat-ayat Al-Qur’an yang isinya sesuai dengan isi Alkitab, maka kau mengatakan bahwa Al-Qur’an telah menjiplak Alkitab. Sebaliknya, jika ada ayat-ayat Al-Qur’an yang isinya bertentangan dengan Alkitab, maka kau menyalahkan isi Al-Qur’an.”
Felix terlihat salah tingkah. Ia memainkan tali pembatas Alkitab yang dipegangnya.
“Namun walau bagaimanapun, jika isi Al-Qur’an sejalan ataupun bertentangan dengan Alkitab, kamu akan tetap mendustakannya kan?”
***
[1] dan dia berbicara dengan manusia (sewaktu) dalam buaian dan ketika sudah dewasa, dan dia termasuk di antara orang-orang saleh.
[2] Injil Masa Bayi Yesus Kristus
[3] Injil Thomas Orang Israel
[4] Istilah untuk menyebutkan murid dari Yesus