Loading...
Logo TinLit
Read Story - Negeri Tanpa Ayah
MENU
About Us  

Sudah satu jam aku berada di masjid bandara untuk beristirahat sebentar sambil menunaikan salat zuhur berjamaah. Aku sudah mengirimkan pesan pada Enre untuk menjemputku di bandara saat aku mendarat di Singapura. Aku mengabarkan pada Enre bahwa hari ini aku pulang ke Makassar.

Katanya dia siap menjemputku kapan saja seperti komentarnya di salah satu foto di Instagram yang kuunggah saat aku transit di Singapura. Katanya dia juga siap mentraktirku apang paragi, kue bakar tradisional khas Sengkang kesukaan kami. Dulu kami sering makan kue yang terbuat dari adonan yang dicampur dengan bumbu spekuk[1] itu tiap akhir pekan. Biasanya kami makan di warung langganan kami di Warkop Temangnge, warung legendaris yang sudah berdiri sejak tahun 1950-an di Sengkang.

Kulihat kembali pesan yang kukirim kepada Enre melalui WhatsApp sejak tadi aku turun pesawat. Namun, masih saja belum ada balasan darinya. Kulihat masih ceklis satu tanda pesan belum diterima. Mungkin jaringan sedang tidak bersahabat atau Enre sedang menonaktifkan ponselnya. Kulihat juga pesan yang kukirim melalui Facebook dan Instagram-nya tapi belum juga ada tanda-tanda pesanku dibaca.

Kuperhatikan sekelilingku, kuarahkan pandangan ke kanan dan kiri, satu persatu orang-orang mulai beranjak dari tempatnya. Masjid mulai sepi. Aku berdiri dengan sigap menuju pintu keluar. Sambil berjalan aku memikirkan dengan apa aku pulang menuju Sengkang. Perjalanan pulang kampung yang begitu berat. Bukan lantaran jauhnya jarak dan lamanya perjalanan yang memakan waktu panjang sekitar empat sampai lima jam. Namun, ternyata kisah-kisah kelam masa lalu masih terus terbayang meski telah sekian lama meninggalkan Sengkang.

Bekas tamparan bapak memang sudah tidak terasa lagi tapi lukanya masih membekas di hati hingga kini. Bahkan sering kali trauma-trauma itu hadir tanpa pernah kuminta. Ibarat sebuah bangunan, pondasiku masih kokoh tertanam, tapi tiang-tiangnya telah roboh berjatuhan perlahan satu demi satu. Entah apakah aku bisa mendirikannya dengan kekuatan yang kupunya. Banyak hal yang telah membuatnya berjatuhan, tapi hal paling besar adalah karena sikap bapak.

Dulu aku sering menangis karena pedihnya hidup yang kujalani. Namun, lama-kelamaan akhirnya aku mulai terbiasa. Bahkan kini aku sudah lupa bagaimana caranya mengeluarkan air mata. Mungkin karena terlalu pedih hingga air mataku menguap entah ke mana. Aku menyembunyikan luka dengan menghibur diri dan menghibur teman-teman agar mereka gembira. Aku tertawa, tapi itu hanya untuk menutupi segala perih hati yang selama ini kurasa.

“Pabbura iyya manenna malasae iyana itu ati senang'e.”[2]

Ya aku percaya dengan kata-kata itu. Sebab itu lah, aku selalu berusaha agar aku selalu bahagia dengan berbagai cara. Tentu dengan cara yang lebih dan bertanggung jawab. Pun tetap sesuai dengan norma dan aturan agama. Meski pada kenyataannya setelah itu, kadang aku masih larut dalam hati yang patah.

Entah siapa yang harus dipersalahkan atas semua yang telah terjadi dalam hidupku. Entah siapakah orang yang seharusnya paling bertanggung jawab dengan ini semua.

 

Ya Rabb

Kuatkan hati yang rapuh agar tidak terjatuh

Hiburlah hati hamba

Dengan janji-Mu yang baka

Kuatkan langkah

Agar tetap istiqomah

***

“Tiiinnn….”

Suara klakson panjang dari arah depan mengagetkanku yang sedang berjalan pelan menuju arah parkiran. Aku tak mempedulikannya. Aku terus berjalan tanpa menghiraukan suara klakson yang berbunyi beberapa kali entah memberikan kode kepada siapa. Mataku fokus pada aspal jalanan yang mulai panas terbakar matahari.

Aku terus berjalan dengan langkahku yang terasa begitu berat. Di kepalaku berkecamuk berbagai macam pikiran tentang bagaimana reaksi keluarga saat melihatku pulang ke rumah. Entah akankah kedatanganku nanti di rumah menjadi kejutan yang menyenangkan atau malah sebaliknya.

Aku melangkah pelan. Lalu, terdengar suara orang meringis kesakitan dari arah belakang. Lagi-lagi aku tak menghiraukan. Aku terus melangkah ke depan. Namun, mendadak timbul rasa penasaran hingga akhirnya aku menolehkan pandanganku ke arah belakang. Sekilas, aku melihat ada seorang bapak tua memakai songko bone[3] terjatuh di aspal. Di sebelahnya kulihat ada seorang lelaki bertopi merah marun yang kuperkirakan seusia denganku sedang menolongnya berdiri.

Aku hanya melihatnya dari jauh tanpa terdetik pun rasa iba untuk membantunya. Kulihat lelaki tua itu berusaha bangkit dengan dipapah anak muda di sebelahnya. Sekilas dapat kulihat raut wajah tua yang tampak kesakitan. Aku terus melangkah lalu memalingkan wajahku ke depan.

Entah mengapa, wajah kesakitan lelaki tua itu terus membayang. Entah mengapa, wajah itu mengingatkanku pada seseorang. Aku merasa tak asing dengan wajahnya. Lalu, aku memperlambat Langkah. Berhenti sejenak. Jika tadi hanya sekadar menolah saja, kini aku membalikkan badanku ke arah bapak tua.

Aku memutar badanku seratus delapan puluh derajat menghadapnya. Aku memperhatiakan lagi wajahnya. Rasanya wajah tua itu sangat khas dan sangat membekas di ingatan. Aku masih berdiri beberapa saat, memandangi dua sosok lelaki yang berjarak sekitar seratus meter di hadapanku.

“Puang Bahar?” ucapku ragu.

Aku masih belum yakin dengan apa yang kulihat. Mungkinkah duganku benar? Ataukah hanya orang yang mirip saja dengannya? Maklum, sejak tadi memang aku sedang memikirkan sosok-sosok yang pernah berjasa padaku di masa lalu. Salah satunya adalah Puang Bahar.

Tak berapa lama lelaki bertopi merah marun itu mengangkat kepalanya. Tiba-tiba mataku berkaca-kaca. Benar, setelah perhatikan ternyata kedua orang itu adalah Puang Bahar dan lelaki bertopi merah marun itu Enre, anaknya. Maklum sudah tujuh tahun berpisah, tentunya penampilan mereka sudah banyak yang berubah sejak terakhir aku melihatnya.

Tanpa pikir panjang lagi, aku segera melangkah mendekat ke arah mereka. Tak sabar ingin bertemu, aku pun mempercepat langkah hingga akhirnya berlari kecil sambil memanggil nama mereka.

“Puang … Enre ….”

Puang Bahar dan Enre melihat ke arahku. Aku tersenyum lebar dengan air mata yang tiba-tiba mengalir deras di pipiku. Betapa bahagianya hatiku melihat mereka. Begitu pun mereka. Aku dapat melihat raut wajah mereka yang semringah. Kulihat mata keduanya pun berkaca-kaca sambil memberikan senyuman yang terindah.

***

Puang Bahar dan Enre adalah sosok yang begitu berharga dalam hidupku. Bertahun-tahun tak berjumpa akhirnya kini bertemu juga. Aku masih bisa merasakan Puang Bahar dan Enre sebagai sosok yang sama. Sosok yang hangat dan bersahabat. Tak ada yang berubah dari mereka, kecuali rambut Puang Bahar yang mulai ditumbuhi uban. Sementara, Enre kini makin terlihat lebih gempal dan makin banyak menyimpan lemak di perutnya.

Aku makin mendekat dan kini berada tepat di depan mereka.

“Wellang.” Kudengar lirih Puang Bahar memanggil namaku.

Enre masih berusaha membantu ayahnya untuk berdiri. Ingin rasanya segera melerai rindu dengan pertemuan yang sudah di depan mata. Tanpa basa-basi lagi aku mencium tangan Puang Bahar penuh takzim. Lalu, dengan segala rindu aku memeluknya erat.

“Puang ….”

“Aga kareba, Nak?[4]” sapa Puang Bahar lembut di telinga kananku.

Hatiku meleleh bisa mendengar lagi suara itu dan membuatku makin erat memeluknya. Air mataku berjatuhan. Aku merasakan Puang Bahar menepuk-nepuk pelan punggungku. Rindu sekali dengan dekapan ini. Dekapan hangat dari orang tua yang sudah menganggapku seperti anaknya. Dekapan yang begitu nyaman dan masih sama rasanya seperti dulu saat aku menangis di pelukannya.

***

[1] Campuran 4 rempah yaitu: kayu manis bubuk, cengkih bubuk, bunga pala bubuk, kapulaga bubuk

[2] Obat segala penyakit adalah hati yang gembira

[3] Topi khas Makassar.

[4] Bagaimana kabarmu, Nak?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Campus Love Story
8714      1973     1     
Romance
Dua anak remaja, yang tiap hari bertengkar tanpa alasan hingga dipanggil sebagai pasangan drama. Awal sebab Henan yang mempermasalahkan cara Gina makan bubur ayam, beranjak menjadi lebih sering bertemu karena boneka koleksi kesukaannya yang hilang ada pada gadis itu. Berangkat ke kampus bersama sebagai bentuk terima kasih, malah merambat menjadi ingin menjalin kasih. Lantas, semulus apa perjal...
Sebelas Desember
4906      1411     3     
Inspirational
Launa, gadis remaja yang selalu berada di bawah bayang-bayang saudari kembarnya, Laura, harus berjuang agar saudari kembarnya itu tidak mengikuti jejak teman-temannya setelah kecelakaan tragis di tanggal sebelas desember; pergi satu persatu.
Different World
1016      514     0     
Fantasy
Melody, seorang gadis biasa yang terdampar di dunia yang tak dikenalnya. Berkutat dengan segala peraturan baru yang mengikat membuat kesehariannya penuh dengan tanda tanya. Hal yang paling diinginkannya setelah terdampar adalah kembali ke dunianya. Namun, ditengah usaha untuk kembali ia menguak rahasia antar dunia.
The Legend of the Primrose Maiden
1026      548     1     
Fantasy
Cinta dan kasih sayang, dua hal yang diinginkan makhluk hidup. Takdir memiliki jalannya masing-masing sehingga semua orang belum tentu bisa merasakannya. Ailenn Graciousxard, salah satu gadis yang tidak beruntung. Ia memiliki ambisi untuk bisa mendapatkan perhatian keluarganya, tetapi selalu gagal dan berakhir menyedihkan. Semua orang mengatakan ia tidak pantas menjadi Putri dari Duke Gra...
Toko Kelontong di Sudut Desa
5668      1998     3     
Fantasy
Bunda pernah berkata pada anak gadisnya, bahwa cinta terbaik seorang lelaki hanya dimiliki oleh ayah untuk anaknya. Namun, tidak dengan Afuya, yang semenjak usia tujuh tahun hampir lupa kasih sayang ayah itu seperti apa. Benar kata bundanya, tetapi hal itu berlaku bagi ibu dan kakeknya, bukan dirinya dan sang ayah. Kehidupan Afuya sedikit berantakan, saat malaikat tak bersayapnya memutuskan m...
When Magenta Write Their Destiny
6277      1695     0     
Romance
Magenta=Marina, Aini, Gabriella, Erika, dan Benita. 5 gadis cantik dengan kisah cintanya masing-masing. Mereka adalah lima sahabat yang memiliki kisah cinta tak biasa. Marina mencintai ayah angkatnya sendiri. Gabriella, anak sultan yang angkuh itu, nyatanya jatuh ke pelukan sopir bus yang juga kehilangan ketampanannya. Aini dengan sifat dingin dan tomboynya malah jatuh hati pada pria penyintas d...
Interaksi
538      370     0     
Romance
Ada manusia yang benar benar tidak hidup di bumi, sebagian dari mereka menciptakan dunia mereka sendiri. Seperti halnya Bulan dan Yolanda. Bulan, yang terlalu terobsesi dengan buku novel dan Yolanda yang terlalu fanatik pada Korea. Dua duanya saling sibuk hingga berteman panjang. Saat mereka mencapai umur 18 dan memutuskan untuk kuliah di kampus yang sama, perasaan takut melanda. Dan berencana u...
(Un)Dead
873      455     0     
Fan Fiction
"Wanita itu tidak mati biarpun ususnya terburai dan pria tadi一yang tubuhnya dilalap api一juga seperti itu," tukas Taehyung. Jungkook mengangguk setuju. "Mereka seperti tidak mereka sakit. Dan anehnya lagi, kenapa mereka mencoba menyerang kita?" "Oh ya ampun," kata Taehyung, seperti baru menyadari sesuatu. "Kalau dugaanku benar, maka kita sedang dalam bahaya besar." "...
My Dangerious Darling
4781      1785     3     
Mystery
Vicky, mahasiswa jurusan Tata Rias yang cantik hingga sering dirumorkan sebagai lelaki gay bertemu dengan Reval, cowok sadis dan misterius yang tengah membantai korbannya! Hal itu membuat Vicky ingin kabur daripada jadi sasaran selanjutnya. Sialnya, Ariel, temannya saat OSPEK malah memperkenalkannya pada cowok itu dan membuat grup chat "Jomblo Mania" dengan mereka bertiga sebagai anggotanya. Vick...
Bus dan Bekal
3296      1508     6     
Romance
Posisi Satria sebagai seorang siswa sudah berkali-kali berada di ambang batas. Cowok itu sudah hampir dikeluarkan beberapa kali karena sering bolos kelas dan lain-lain. Mentari selalu mencegah hal itu terjadi. Berusaha untuk membuat Satria tetap berada di kelas, mendorongnya untuk tetap belajar, dan melakukan hal lain yang sudah sepatutnya seorang siswa lakukan. Namun, Mentari lebih sering ga...