Cahaya terang memenuhi ruangan yang tenang dan aku menghirup udaranya yang wangi. Seperti biasa sebagai resepsionis aku menyambut tamu di setiap paginya dengan rambut terurai lurus. Tempat kerjaku memang sangat indah di sudut ruangan kanan terdapat beberapa alat pernak-pernik Jepang di hiasi lampu-lampu terang seperti biasa promosi kepada customer tamu-tamu yang sudah menjadi pelanggan perusahaan aku bekerja.
Diatas meja resepsionisku terdapat tv yang besar. Tv itu selalu menyala. Lagu- lagu dengan berbahasa Jepang selalu di dengar.
Rianti muncul dari belakang ruangan.
"Jadi gimana Lit, di Instagram sudah mulai ada perkembangan jualanmu itu?" Rianti menepuk pundakku. Ia memulai percakapan.
"Oh iya aku lupa Ti. " Aku buru-buru mengecek ponselku.
Rianti mengernyitkan keningnya. "Ya ampun Lita." Dia menepuk dahinya kemudian pergi dari meja resepsionis menuju bagian belakang.
Beberapa menit kemudian, aku mengejar Rianti menuju lantai atas.
" Rianti..." Aku bersorak menaiki anak tangga saat Rianti baru beberapa langkah naik tangga.
"Hush...ayo ke toilet.." Rianti mengajakku pelan-pelan ke toilet lantai atas.
"Emang kenapa sih dibawah? Aku membuka pintu toilet.
Aku menatap sahabatku dengan serius dan penuh harap. Rianti menarik tanganku di depan cermin toilet. Kemudian ia bersandar di dinding toilet.
"Lita untuk soal di luar kerjaan kita harus diam-diam apalagi ini bisnis okay, " Rianti melipat kedua tangannya, kemudian ia mengusap dahinya.
" Oh iya... " Aku menutup mulutku.
"Kau dapat orderan banyak Lita?" Rianti mengambil ponselku. Kemudian ia mengecek DM Instagram.
"Wah keren banget Lit. Ini ada 100 DM yang masuk. Padahal baru kemarin ya." Rianti mencroll-scroll ponselku dari bawah ke atas.
Rianti mengacungkan jempolnya. "Gambar brownies kamu sangat menarik Lita, membuat orang penasaran ya."
"Iya.." Aku tersenyum lebar.
Dengan helaan napas dan jantung yang membara. Rianti mengiyakan semua ideku karena esok hari Sabtu dan Minggu libur bekerja dan bisa mengerjakan semua pesenan brownies. Aku harus semangat menyelesaikan semua pesenan brownies yang semua customer pesan.
-!!-
Dengan semangat aku menghitung semua pengeluaran dan pemasukan yang akan diterima pada bisnis awalku ini.
Aku berhenti mencoret-coret kertas setelah beberapa detik menghitung semuanya. Sungguh modalnya sangat luar biasa untuk seratus brownies. Aku rela deh menjual cincin kesayanganku ini membuat brownies- brownies yang cantik itu.
"Lagi ngapain?" Tanya Rianti mengagetkanku sambil membawa botol minum kesukaan dia.
"Ya ampun, kau seperti hantu saja Rianti terus-terusan bikin jantungku copot." Aku menyimpan kertas dan penaku di laci.
"Hahaha.. lo harus terbiasa dengan kedatanganku Lita, sama dengan Lo harus terbiasa melihat daftar pesenan bisnismu itu." Canda Rianti. Ia mengambil kursi dari belakang kemudian duduk di sebelah kursiku.
"Iya juga ya." Aku menatap wajah Rianti serius.
"Bisa - bisa , Lo begadang Litaa... Nikmati saja usahamu itu ya Lita besok... Dahh... " Rianti bangun dari kursi sambil meniup rambutku kemudian ia melambaikan tangannya dan pergi ke belakang.
"Akh dasar si Rianti. " Aku mulai mengambil kembali kertas perjalanan Bisnisku.
"Ehemm.. " Miss. Laura membuka pintu depan ruang resepsionis. Dia baru saja datang dari clientnya bersama Pak Rudi.
Sontak aku langsung berdiri di depan meja resepsionis kemudian aku mengucapkan salam.
Aku menatap Mrs. Laura takut saat dia akan berjalan pelan menuju lantai dua.
"Sudah minum teh hari ini?"
"Mbak Yani kayak hantu saja Dateng tiba-tiba sama seperti Rianti." Aku menatap Mbak Yani dengan gemetar.
Mbak Yani hanya mengernyitkan keningnya kemudian ia naik ke lantai atas.
Benar-benar hari ini bikin surprise semua. Ya Tuhan semoga saja bisnis aku besok berjalan dengan begitu lancarnya. Dan bisa berkembang pesat. Ini impianku yang harus aku usahakan.
Aku tak bisa mengalihkan senyum lebar dari wajahku. Aku menatap lagi kertas bisnisku dengan penuh harap. Aku memiliki banyak sekali kenangan di meja kantor resepsionis ini. Pasti aku akan meninggalkan kantor ini dan memulai bisnisku dengan lancar. Dan semoga ibuku suka juga dengan bisnisku. Agar ibu tidak usah lagi bekerja dan bekerja.
-!!-
Ibuku terlihat tampak lebih tua di akhir pekan ini. Setiap benda yang ibu keluarkan dari ruangan gudang kontrakan bagaikan teman lama baginya, apakah itu jam-jam koleksi ibu yang sudah rusak. Atau benang-benang rajutan yang sudah berbulan-bulan tak terjual. Dia terus menyentuh benda-benda yang tak tersisa. Seolah-olah untuk penghiburan. Menyedihkan sekali bukan kita belum punya rumah yang layak. Ibu terus saja membersihkan benda-benda didalam gudang. Aku melambaikan tanganku kemudian memberinya segelas es teh kesukaan ibuku karena udara di luar cukup panas.
Aku telah berbelanja bahan-bahan brownies. Kalian pasti bertanya-tanya kenapa Ibuku tidak ikut berbelanja. Ya surprise aku hanya ingin memberikan kejutan manis padanya. Ibu hanya perlu melihat hasil.
"Mmm, itu apa Lita?" Ibu melihat kantong kresek dan beberapa kardus di sudut dapur.
"Aku mau bikin banyak brownies ibu, tanganku gemetar memegang kantong- kantong kresek.
"Untuk apa? Ada pesenan brownies banyak?" Ibuku mulai membuka kantong-kantong kresek satu per satu.
Jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya. Aku hanya takut ibu tidak setuju dengan usaha sampingan baruku ini.
"Bagaimana kalau kita jual es teh juga?"
"Maksud ibu?"
"Iya teh kekinian Lita.." Ibuku mengusap tanganku lembut.
Hah! Tidak salah tuh. Pikirku aneh.
"Jangan-jangan ibu inget terus Mas Charlie ya sama teh pemberian Mas Charlie" kataku tertawa geli menggoda ibu.
"Hush, apaan sih Lita itu cuma tetangga Ibu. Jangan disebut-sebut nama itu lagi," kata Ibu tanpa bisa menyembunyikan rasa malunya.
"Tapi suka kan Bu sama Mas Chalire, eh salah Om Charlie dong ya!" Aku menyentuh dagu Ibu.
Diluar dugaan, Ibu secepat kilat berlari menuju ruang tamu kontrakan. Kepalanya menengok kesana kemari seolah-olah takut ada orang yang mengetahui percakapan kami. Ia menutup pintu ruang tamu.
Beberapa detik kemudian dia menuju dapur kembali.
"Kenapa? Ibu malu suka dengan Om Charlie?" tanyaku masih tak mengerti. Dia menengok ke kanan dan ke kiri lagi takut pembicaraanku di dengar oleh tetangga.
Setelah yakin tidak ada orang diapun akhirnya buka suara.
"Bukan begitu Lita, mantan istrinya kemarin datang lagi kesini." Ibu menempelkan tangannya di hidungku.
Aku tercekat mengetahui kenyataan bahwa Om Charlie bisa balik lagi ke mantan istrinya. Pikirku pasti ibu menaruh hati kepada Om Charlie.
Aku hanya geleng-geleng kepala. Aku sudah tahu sifat ibu yang menyibukan diri dirumah.
"Tapi Ibu suka kan sama Om Charlie, hehehe ?" Aku menggelitik pinggang Ibu.
"Siap-siap Ibu patah hati ya Lita." Ibu membisikan kata-kata di telingaku.
"Wuih... Berarti aku tidak susah-susah menjodohkan ibu dengan yang lain. HaHaha.." aku tertawa geli.
"Sssst...ibu cuma bercanda Lita. "
"Hahaha... Ibu ada-ada saja Bu Bu..." Aku terus menggilitik pinggang Ibu.
Aku tersenyum puas, sekaligus lega karena tampaknya ibu tidak keberatan aku berbisnis brownis.
-!!-
Aku mengoles loyang brownies dengan margarin sedikit demi sedikit. Kemudian aku menutupnya dengan sedikit kertas roti. Hampir sudah lima puluh brownies kukus aku buat sampai setengah hari ini. Peluh di pipiku mulai menetes tetapi ibuku tetap saja bersemangat menuai adonan broawnies kukus cokelat dan ketan hitam ke dalam beberapa loyang bulat.
Beberapa brownies sudah sangat siap di angkat dan di tiriskan. Aku mengocok lagi telor dan menambahkan gula lagi ke dalam adonan yang baru dibuat ulang. Sebentar saja mungkin sekitar tiga puluh menit brownies yang lain sudah siap di kukus kembali dengan api sedang. Pembuatan brownies terus berulang-ulang sampai seratus dua brownies yang pesan untuk hari ini dan besok hari. Pembuatan dan pengiriman dibagi menjadi dua bagian. Sabtu ini dan esok hari Minggu.
Aku punya beberapa ring untuk menata browniesku yang masih hangat. Setelah beberapa menit dengan hati-hati aku mengoleskan margarin untuk tahap toping diatas brownies. Sungguh tahap ini sangat harus hati-hati, karena ini yang sangat menarik jika di foto hampir semua orang akan tergiur dan lidah mereka tidak tahan untuk menyantap brownies yang sudah cantik. Aku menaruh strowbery-strowbery kecil diatas brownies. Tidak ketinggalan coklat Kitkat dan beberap keju menghiasi Brownies yang semakin cantik.
Aku tidak pernah kursus menghias bolu tapi aku sangat belajar mencoba menghias brownies-brownies yang cantik. Kata ibuku semua tidak ada yang mustahil asalkan kita terus belajar. Yap! Belajar dari kesalahan dan memperbaiki apa yang salah adalah sebuah tantangan hidup. Begitu juga dengan membuat brownies kukus diperlukan jam terbang yang tinggi. Kita harus mengetahui ukuran loyang berapa dan telor berapa butir yang dibutuhkan agar brownies kukus agar brownies tetap lembut dan sempurna.
Aku sebenarnya lebih suka bekerja di dapur daripada di kantor. Di dapur kita bisa mengekpresikan yang kita bisa, serta kita bisa mengurus pekerjaan-pekerjaan yang lain di dalam rumah dan pekerjaan itu tidak sangat membosankan! Yah skillku mungkin harus di asah juga di bidang cake. Agar bisa terus berinovasi menciptakan cake-cake yang baru.
-!!-
Setelah mencuci tanganku diwastafel, di sudut kiri dapur yang airnya seperti air es itu. Aku dibuat tertawa dengan tulisan di kertas yang menempel diatas wastafel. AWAS! IBU SEDANG MENGUKUS BROWNIES, sebuah lelucon dari Ibuku. Tulisan di kertas itu sungguh konyol. Sepertinya ibuku sudah tertular dengan sikap Om Charlie yang mungkin mereka selalu hampir bertemu setiap hari. Yap baru-baru ini kami tidak pernah terjadi konflik lagi. Ibuku kini mulai menjadi sahabat karibku.
Bunyi Tirai di dapur itu menutup pintu dapur.
"Ibu yang membuat tulisan itu?"
"Hai cantik yuk makan siang dulu yuk!" Lucu kan karya ibu. Hahaha..." Ibu menarik kursi meja makan kami.
"Sepertinya ibu sudah tertular sikap Om Charles ya bu." Aku tersenyum riang, sambil mengedipkan mata kiriku.
"Lita... Lita... Om Charles lagi, Charles lagi. Emang nggak ada yang lain," Ibu menaruh nasi diatas piring beserta ayam goreng dan sayur bayam jagung kesukaanku.
"Yah itu kan bestfriend ibu selama ini. Dan dia yang selalu membuat se isi gang ini tertawa. "
Aku memotong keju-keju yang besar kemudian mengiriskan tipis-tipis lalu ku masukan ke dalam wadah kecil. Seorang anak akan senang sekali diperlakukan bak sebagai putri tersayang oleh ibunya sendiri. Begitupun aku sangat diperlukan dengan baik oleh ibuku. Walaupun kita dahulu selalu banyak konflik hanya ibu yang memang sangat tahu apa yang aku sukai dan aku rasakan.
"Hmm... Lezat, kata ibuku, cukup ringan untuk keju toping brownies."
Aku mengangguk dengan penuh semangat.
"Ibu apakah Om Charles suka bikin brownies juga?" Aku menaruh keju-keju kemudian mengambil sendok dan garpu.
"Uhuk.." ibuku tersedak makanan saat mendengar ocehku.
Sontak aku langsung mengambil segelas air putih kemudian ibu langsung meminumnya.
"Lita...Lita... Ibu hanya ingin kamu bersemangat sayang. Ini ka orderan pertamamu dan begitu banyak. Jadi pikiranmu harus fokus karena membutuhkan tenaga yang kuat dan fokus yang tepat." Ibu meleguk air minum lagi untuk kesekian kalinya.
Aku merapihkan rambutku sedikit demi sedikit. Mencondongkan punggungku di belakang kursi.
"Yap, ibu rasa setiap orang juga bisa bikin brownies. Termasuk Om Charlie juga kan Chef." Ibu pindah duduk di sampingku.
"Jadi bikin brownies ini termasuk jualan yang pasaran gitu Bu hampir setiap orang bisa bikin?" Tanyaku semakin penasaran. Aku melahap sayur bayam dan ayam perlahan-lahan.
"Tidak juga sih Lita setiap orang kan punya selera masing-masing dan punya acara yang dibutuhkan. Tapi untuk kau setiap hari berjualan ini ibu rasa sudah saatnya kamu harus terus mengasah cake-cake yang lain juga seperti onde-onde Mas Charlie, cuma khasnya ya browniesnya Lita." Ibu memasukan ke beberapa kardus kue brownies-brownies yang sudah cantik.
"Akh ibu Om Charlie terus," ketusku. Aku meleguk minuman.
"Ya kamu harus belajar dengan Om Charlie dia kan mantan Chef hotel." Jawab Ibu serius.
"Iya juga sih.." Aku mengambil kresek putih kemudian kumasukan dus-dus brownies yang sudah rapih dan pelan-pelan Aq menyimpannya.
"Tapi kau hebat Lita, orderan pertama sudah seratus pesenan yang lebih. Itu sangat menakjubkan Lita. Ibu sangat salut padamu. Sebuah kombinasi yang sempurna toping-toping yang cantik dipadukan dengan brownies yang lembut. Kamu hebat nak, semoga sukses terus ya. " Ibu mengelus pundakku.
"Ini juga berkat doa ibu. Terimakasih ya Bu sudah membantu Lita dari dini hari, ibu jangan capek-capek sekarang Lita saja yang berbisnis sampingan ini. Semoga kita bisa buka tokonya ya Bu." Aku tersenyum lega mendengar perkataan Ibu.
"Iya nak semangat ya." Ibu memeluk tubuhku erat. Kau pasti bisa sukses. Pasti."
Aku berlatih membuat resep brownies ini puluhan kali sedari waktu aku kecil. Ibuku dahulu selalu menggerundel setiap aku mengacak mixer apalagi jika taburan tepung tumpah dimana-mana. Tapi ibu selalu mekritik jika aku berantakan tetapi tidak pernah mengeluh untuk memakan apa yang aku buat.
Ibu bercerita panjang lebar tentang masa mudanya itu. Sebuah emosi bercampur aduk yang membuatku tersayat-sayat, ingin sekali aku menanyakan tentang ayah tapi saat ini bukan saat yang tepat. Aku dibuat bahagia sekaligus sedih mendengar seluruh perjalanan ibu waktu muda. Tetapi aku tidak akan pernah bosan mendengarkannya. Ibu tertawa dan menempelkan strowbery-strowbery sedikit-sedikit ke atas brownies dan beberapa potongan keju disampingnya. Hingga aku terlelap tidur di meja.
Hari ini membuat pesenan brownies pertama kali sungguh sangat menyenangkan. Aku jadi semakin dekat dengan Ibuku. Kami mengobrol sambil bekerja. Saling melengkapi bahkan saling menyayangi satu sama lain. Masih ada waktu hingga esok hari untuk mengerjakan pesenan brownies yang belum kelar. Semoga hari besok selalu indah!
-!!-