Pagi ini keadaan rumah begitu tenang tanpa teriakan dari Ningrum yang selalu datang tiba-tiba bersama kedua putrinya. Setelah menyiapkan sarapan dan kopi untuk Rudi, Syifa langsung bergegas ke kamar sang putra untuk membantu Mbok Inah merawat Akbar. Rudi yang biasanya bermain bahkan menggendong Akbar dengan bangga, kini tidak lagi melakukan hal itu. Bahkan untuk menatap atau tersenyum kepada sang putra saja terlihat enggan.
"Aku berangkat ke kantor dulu, mungkin hari ini aku akan pulang terlambat karena harus ke laboratorium untuk mengambil hasil tes DNA," ucap Rudi sambil berdiri dan berjalan ke arah pintu.
"Mas, apa kamu tidak mau mencium Akbar dulu seperti biasa?" tanya Syifa sambil berjalan mendekati sang suami.
Akbar yang saat itu berusia 9 bulan terlihat tersenyum saat melihat wajah sang ayah ada di hadapannya. Wajah polosnya terlihat sangat mirip dengan wajah Rudi saat masih kecil. Rudi terlihat ingin sekali memeluk sang putra yang ada dihadapannya. Namun, rasa itu seketika hilang saat dia mengingat hasil tes yang ditunjukkan Ningrum beberapa hari lalu.
"Tidak perlu, karena aku sudah terlambat," jawab Rudi sambil berjalan meninggalkan Syifa dan Akbar.
"Ya Allah, sebegitu bencinya Mas Rudi kepada anaknya sendiri," ucap Syifa sambil terus menatap Rudi yang sudah berjalan menjauhinya.
***
"Apa siang ini kamu sangat sibuk?" tanya Andre yang tiba-tiba ada di hadapannya.
"Kebetulan tidak Pa, hanya ada beberapa file yang belum Rudi periksa," jawab Rudi sambil menutup laptopnya.
"Bagaimana kalau kita makan siang dulu, kebetulan ada yang ingin Papa bicarakan kepadamu," ucap Andre sambil duduk di kursi.
"Boleh, ayo kita berangkat sekarang," ajak Rudi sambil mengenakan jas abu-abu yang diletakkan di kursi kerjanya.
Rudi dan Andre memang sangat dekat, kesabaran serta kewibawaan Andre membuat Rudi merasa nyaman saat menceritakan masalahnya kepada sang ayah. Andre Baskoro adalah seorang pemilik perusahaan properti yang kaya di Surabaya, sekaligus Ayah dari Rudi Hendrawan. Andre adalah anak dari seorang tukang becak yang miskin. Namun, karena usaha dan kerja keras yang selalu dia lakukan sejak kecil membawanya ke gerbang kesuksesan.
Karena alasan itulah Andre selalu memiliki sikap yang rendah hati dan baik kepada semua orang. Bahkan dalam mendidik anak-anaknya pun dia selalu mengajarkan rasa tanggung jawab yang tinggi. Hal ini justru berbanding terbalik dengan Ningrum, karena itulah yang terkadang membuat sepasang suami istri ini sering terlibat salah paham.
"Apa benar Akbar bukan putra kandungmu?" tanya Andre setelah menyelesaikan makan siang mereka.
"Rudi juga tidak yakin Pa, tapi hari ini kepastian akan terjawab karena rencananya sore ini aku akan mengambil hasil tes DNA," jawab Rudi kepada sang ayah.
"Papa tidak pernah mendidikmu menjadi laki-laki yang kejam ataupun tidak bertanggung jawab, tapi kalau saran Papa apapun hasil tes tersebut kamu tetap suami sah dari Syifa, tetaplah bertanggung jawab atas apa yang sudah menjadi kewajibanmu," nasehat Andre kepada sang putra.
"Mungkin Rudi akan mengembalikan Syifa kepada orang tuanya, jika terbukti Akbar bukan darah dagingku," jawab Rudi hingga membuat Andre terkejut.
"Apa kamu akan menceraikan Syifa? Papa lihat Syifa adalah gadis yang baik jadi kalau menurut Papa dia adalah wanita yang tepat untuk menjadi istrimu," jelas Andre kepada sang putra.
"Tapi aku tidak mungkin bisa hidup dengan wanita yang sudah membohongiku selama bertahun-tahun Pa," jawab Rudi kepada Andre.
"Pikirkan dulu dengan baik, jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari, saran Papa jika kamu ingin antarkan Syifa pulang silahkan, tapi jangan pernah menceraikannya," pesan Andre sambil berdiri lalu mengajak Rudi kembali ke kantor.
***
"Syifa!" teriak Rudi sambil berjalan masuk ke dalam rumah.
"Iya Mas, apa hasilnya sudah keluar?" tanya Syifa yang sudah penasaran dengan hasil tes DNA.
"Mana Anita?" tanya Rudi sambil melepas sepatunya.
"Anita keluar dengan beberapa temannya," jawab Syifa.
"Kalau begitu aku mau mandi dulu, dan kemasi barang-barangmu, Akbar sekarang juga," perintah Rudi sambil berjalan ke arah kamarnya.
"Memangnya kita akan kemana Mas, apa kamu akan mengusir kami dari sini?" tanya Syifa sambil mengejar sang suami yang tidak mempedulikannya.
"Lakukan saja apa yang aku perintahkan, dan jangan banyak tanya," jawab Rudi sambil terus berjalan tanpa melihat Syifa.
"Jadi kamu memang sudah ingin mengusir kami, dan kamu ingin menceraikan aku? Apa karena hasil tes DNA dari Mamamu yang membuatmu berubah," tanya Syifa sambil memegang tangan Rudi.
"Hasil kedua juga menunjukkan jika Akbar bukan darah dagingku! Selama ini kamu sudah membohongiku Syifa, kamu sia-siakan cinta dan kepercayaanku kepadamu," bentak Rudi hingga membuat Syifa ketakutan.
"Sekarang jawab dengan jujur siapa Ayah dari anak itu?" tanya Rudi sambil berteriak dengan keras.
"Apalagi yang harus aku jelaskan Mas, tidak mungkin juga aku mengakui apa yang tidak aku perbuat," jawab Syifa sambil menatap mata tajam sang suami
Saat Rudi dan Syifa saling berdebat membicarakan hasil tes DNA. Tiba-tiba Anjas sahabat yang sengaja ditugaskan untuk mengawasi pembangunan perumahan di desa Syifa menghubunginya. Rudi yang terkejut langsung mengangkat ponselnya dan berjalan menjauhi Syifa.
"Sialan, apalagi yang mereka lakukan setelah ini. Kamu antarkan saja mereka, nanti akan aku kirim alamat lengkap," perintah Rudi sambil menutup ponselnya.
"Satu jam lagi semua barangmu dan Akbar harus sudah ada di depan, dan satu lagi aku tidak akan memberikan fasilitas apapun kepadamu selain rumah sebagai tempat tinggal," ucap Rudi sambil masuk ke dalam kamarnya.
"Mungkin ini jalan terbaik yang Allah berikan untuk kami, tapi aku percaya jika suatu saat kamu akan kembali seperti Rudi yang aku kenal dulu," batin Syifa sambil mengusap air matanya lalu pergi ke arah kamarnya.
***
Setelah hampir 2 jam mereka pun tiba di sebuah perkampungan kecil di kota Surabaya. Terlihat sebuah rumah sederhana dengan pagar yang sudah usang dimakan usia. Bahkan di beberapa halamannya telah ditumbuhi rumput liar yang menjulang ke atas membuat kesan seram di rumah itu.
"Ini rumah siapa Mas?" tanya Syifa dengan penasaran.
"Rumah ini sengaja aku beli untukmu, jadi kamu dan anak itu bisa tinggal di rumah ini," jawab Rudi sambil mematikan mesin mobilnya.
"Sepertinya rumah ini sudah hampir rusak, bahkan rumput dan ilalang sudah hampir menutupi halaman rumah ini, apa kamu yakin kami akan tinggal disini?" tanya Syifa memastikan.
"Kamu tenang saja penerangan rumah ini masih ada, dan untuk rumput kamu bisa membersihkannya sendiri," jawab Rudi sambil turun dari mobilnya.
"Tega sekali kamu Mas, membiarkan kami tinggal di rumah yang tidak layak untuk dihuni," batin Syifa sambil menatap rumah tua yang ada di hadapannya.
***
Di Tempat terpisah Anita yang baru saja pulang langsung berjalan ke arah meja makan. Dia berharap sudah tersaji makanan yang bisa dinikmatinya malam ini. Namun, bukannya makanan yang dilihat justru sebuah meja yang masih bersih dan rapi.
"Mbok! Mbok Inah," teriak Anita sambil memanggil Mbok Inah.
"Iya Mbak," jawab Mbok Inah yang sudah ada di hadapannya.
"Kenapa tidak ada makanan dimeja, dan kenapa rumah sangat sepi?" tanya Anita sambil mengedarkan pandangannya di ruangan itu.
"Mas Rudi sedang mengantar Mbak Syifa pergi ke rumah barunya," jawab Mbok Inah dengan ragu.
"Jadi perempuan kampung itu sudah pergi, berarti dia sudah diceraikan oleh Mas Rudi," jawab Anita hingga membuat Mbok Inah menggelengkan kepalanya.
"Yaudah sekarang kamu buatkan makan malam untukku, aku akan mandi dulu sebentar," perintah Anita sambil berjalan ke arah kamarnya.
"Dasar manusia jahat, seharusnya dia yang pergi dari sini bukan Mbak Syifa dan Akbar," omel Mbok Inah sambil mulai memasak makan malam.
Hari ini adalah hari pertama Syifa di rumah yang kecil dan hampir rusak. Setelah memandikan dan menyuapi Akbar. Syifa berniat membersihkan halaman depan rumahnya agar tidak terkesan angker dan kumuh.
"Kamu duduk disini dulu ya Nak, Mama mau bersihkan halaman depan dulu," ucap Syifa kepada Akbar sambil mendudukkannya di sebuah ember dan memberinya beberapa mainan.
Halaman demi halaman dibersihkannya dengan cepat, bahkan rumput serta ilalang yang terlihat hampir menutupi seluruh rumah juga sudah mulai berkurang. Hanya tersisa beberapa rumput kecil yang masih berjajar di samping rumahnya. Syifa yang mulai lelah memutuskan untuk beristirahat dan duduk di samping Akbar yang sedang sibuk dengan mainannya.
"Mulai hari ini aku harus hidup terbiasa hidup tanpa pemberian Mas Rudi, karena dia sudah bilang jika dia tidak akan memberikan aku uang untuk kebutuhanku dan Akbar," ucap Syifa sambil menatap jalan kampung yang ada di depannya.
Sesaat Syifa melamun memikirkan apa yang harus dilakukan saat ini. Tidak mungkin dia bekerja di kantor dengan pendidikan yang hanya tamatan SMP. Saat dia sedang melamun terlihat beberapa anak menggunakan seragam sekolah berjalan di depannya.
"Sepertinya kampung ini banyak anak kecil, apa lebih baik aku berjualan jajanan anak-anak saja," pikir Syifa dengan pandangan datar ke depan.