“Malah bengong, kalian pasti menceritakan keluarga saya 'kan!" bentak Ningrum sambil menjambak rambut Syifa.
"Tidak Nyonya, kami tidak berbicara apapun tentang keluarga Nyonya." jawab Syifa sambil menahan sakit di rambutnya.
"Awas ya kalau kalian sampai bergosip tentang keluarga saya, sekarang cepat selesaikan pekerjaan kalian." perintah Ningrum sambil melepaskan cengkraman tangannya dari rambut Syifa.
Malam ini tidak seperti malam biasanya, rumah Rudi malam ini terlihat begitu sepi. Mungkin karena Ningrum dan kedua putrinya sedang pergi ke salon langganan mereka. Rudi dan sang ayah masih berada di luar rumah. Syifa yang saat itu sedang memijat kakinya tiba-tiba dikejutkan dengan suara Rudi yang ternyata sudah berdiri di depan kamar Syifa.
"Mau aku bantu Pijat kakimu," tawar Rudi sambil memandang Syifa yang berusaha memijat kakinya.
"Tidak perlu Mas," jawab syifa ketus.
"Jam segini kenapa belum tidur? oh ya, ini aku bawakan martabak manis buatmu, " ucap Rudi sambil berjalan ke arah Syifa dan memberikan sebuah kantong berisi martabak.
"Terima kasih, cepat katakan apa maumu setelah itu cepat pergi dari kamarku, " jawab Syifa tanpa menoleh ke arah Rudi yang duduk di hadapannya.
"Tidak, aku hanya merindukanmu boleh aku tidur disini, " tanya Rudi sambil tersenyum.
"Cepat kamu keluar dari kamarku, " jawab Syifa dengan nada ketus.
"Kamu tidak bisa menolak permintaanku, apa kamu lupa jika kamu adalah istriku. Jadi kamu punya kewajiban untuk melayani dan memuaskan aku Sayang," ucap Rudi sambil mendekati Syifa dan membelai rambut Syifa.
"Istri! Jika aku Istrimu lalu buat apa kamu merahasiakan status pernikahan kita di hadapan semua orang? Dan sekarang kamu dengan bebas menjalin hubungan dengan orang lain, lalu dimana yang dinamakan pernikahan dan statusku sebagai Istri yang kamu sebutkan," jelas Syifa dengan nada sedikit meninggi.
"Hubungan apa maksudmu?" tanya Rudi seolah tidak mengerti apa yang Syifa bicarakan.
"Kamu pikir aku perempuan tolol, aku sudah tahu tentang hubunganmu dan Anita, lebih baik kamu segera pergi dari kamar ini." perintah Syifa sambil menunjuk ke arah pintu.
"Aku bisa jelaskan semuanya, Aku dan Anita tidak ada hubungan apapun selain seorang teman," jawab Rudi sambil mendekati Syifa yang berdiri tidak jauh darinya.
"Aku minta Kamu cepat pergi dari kamar ini!" ucap Syifa sambil menahan amarahnya.
"Ayolah Sayang, aku sudah sangat merindukanmu biarkan aku menemanimu malam ini." ucap Rudi sambil memeluk dan menciumi Syifa.
"Lepaskan Mas!" teriak Syifa sambil mendorong tubuh Rudi ke arah pintu.
"Plak! Dasar Perempuan tidak tahu diri, masih bagus aku mau bertanggung jawab kepadamu dan bayi ini." bentak Rudi sambil menampar Syifa.
"Sampai kapanpun aku tidak sudi melayani Laki-laki bajingan sepertimu, Mas." jawab Syifa sambil memegangi pipinya.
Rudi yang sudah kesal dan marah kepada Syifa langsung berjalan ke luar kamar. Syifa yang menahan sakit di pipinya langsung berjalan ke arah tempat tidurnya sambil menangis. Sesaat dia teringat akan kebahagiaan yang dulu pernah dia dapatkan dari orang tuanya.
Suatu pagi yang cerah, Syifa yang saat itu belum mengenal Rudi berjalan ke arah dapur. Seperti biasa setiap selesai mandi Syifa langsung duduk di depan kompor kayu milik sang ibu. Setelah dirasa badannya sudah hangat Syifa pun berjalan ke halaman belakang untuk menemui sang bapak yang sedang sibuk dengan kambing milik Pak Kades.
"Sedang apa Pak!" teriak Syifa dari luar kandang kambing.
"Kamu sudah bangun, ini si surti mau beranak jadi Bapak mau pisahkan kandangnya dari si bejo" jawab sang bapak sambil melihat ke arah Syifa dari sela-sela kandang.
"Syifa, Bapak. Ayo kita makan dulu!" Teriak Bu Sari kepada anak dan Suaminya.
"Sebentar lagi, Bu." jawab Ruli sambil berteriak.
"Kamu itu dari tadi ngurusin Surti terus, sekali-kali aku yang kamu urusi gitu loh, Pak." jawab Sari sambil masuk ke dalam rumah.
Melihat sang istri yang sudah marah Pak Ruli segera keluar dari kandang kambing dan bergegas berjalan ke arah sang istri. Pak Ruli tidak hanya bertanggung jawab kepada keluarganya, dia juga pandai dalam merayu sang istri disaat sang istri marah. Syifa yang melihat tingkah Bapak dan Ibunya hanya tersenyum sambil berjalan masuk.
"Duh, Sayang ku kalau marah semakin cantik deh," ledek Pak Ruli sambil mencolek dagu sang istri.
"Sudah nggak perlu merayu gitu Sayangmu 'kan si surti bukan aku," jawab Sari sambil menyerahkan sepiring nasi kepada Ruli.
"Lihat Nduk, Ibumu cemburu sama kambing," ucap sang bapak kepada Syifa sambil tertawa.
Syifa yang mengingat keharmonisan keluarganya di kampung membuatnya semakin menangis. Sebenarnya Syifa ingin menghubungi orang tuanya. Namun, Rudi tidak memberikan izin kepada Syifa untuk menghubungi orang tuanya.
"Bapak, Ibu Syifa kangen kalian," ucap Syifa sambil terus menangis.
***
"Syifa!" teriak Ruli sambil duduk di meja makan.