Disaat semua orang sudah tertidur dengan lelap Rudi pun langsung berjalan ke arah paviliun untuk melihat kondisi Syifa. Sebenarnya ada rasa kasihan dan khawatir akan keadaan Syifa. Namun, dia tidak mampu melakukan apapun karena dia tahu jika orang tuanya mengetahui masalah kehamilan Syifa mereka pasti akan mengusir Rudi dari rumah, dan itu juga bisa berimbas ke karir yang saat ini sedang dia kejar.
“Syifa, cepat buka pintunya." ucap Rudi sambil berbisik di luar pintu.
“Mas Rudi,” jawab Syifa sambil membuka pintu.
“Bagaimana keadaanmu dan anak kita, apa lukamu masih sakit?” tanya Rudi sambil terlihat khawatir.
“Alhamdulillah sudah jauh lebih baik, Mas." jawab Syifa sambil tersenyum kepada Rudi.
"Kalau begitu sekarang kamu istirahat ya, aku temani kamu malam ini," ucap Rudi sambil menggandeng tangan Syifa.
Malam itu adalah malam yang sangat berkesan buat Rudi, karena malam ini pertama kalinya Rudi bisa merasakan gerakan sang buah hati yang masih ada di dalam kandungan Syifa. Syifa yang saat membelakangi Rudi terlihat sangat nyaman dan bahagia, saat tangan Rudi memeluk tubuhnya. Belaian lembut yang dirasakan pada perutnya membuat Syifa sangat nyaman, hingga tanpa terasa Syifa mulai meneteskan air mata.
“Maafkan Papa ya, Nak. Karena keegoisan Papa kamu harus memikul beban yang cukup berat, Papa selalu berharap semoga kamu dan Mama selalu sehat,” batin Rudi sambil membelai lembut perut Syifa.
"Sampai kapan kami harus terus menjalani peran sebagai pembantu dan majikan di depan banyak orang, sedangkan aku merasa Mas Rudi sangat mencerminkanku," batin Syifa sambil meneteskan air matanya. Sedangkan aku merasa bahwa Mas Rudi sangat menyayangiku," batin Syifa sambil meneteskan air matanya.
Malam yang sunyi menjadi saksi turunnya air mata dua insan yang saling mencintai itu. Namun, karena kondisi membuat mereka menyembunyikan perasaan dan pernikahan mereka dari banyak orang. Malam itu Rudi seakan tidak ingin melepaskan pelukannya terhadap sang istri, dia ingin lebih lama merasakan setiap gerakan yang dirasakan di perut Syifa hingga tanpa sadar mereka tertidur.
***
Pagi itu Rudi dan keluarganya sudah berkumpul di meja makan, Syifa dan Mbok Inah terlihat sibuk menyiapkan sarapan untuk keluarga Rudi. Ningrum dan kedua putrinya tersenyum dengan senyuman penuh kejahatan ke arah Syifa. Saat Syifa sedang menuang minuman ke dalam gelas tiba-tiba Ningrum memegang tangan Syifa seolah memintanya untuk berhenti.
“Apa lukamu masih sakit, Nak?" tanya Ningrum sambil menghentikan tangan Syifa yang sedang menuang minuman.
"Sudah jauh lebih baik, Nyonya." jawab syifa dengan sedikit rasa takut.
“Saya dan kedua putri saya minta maaf atas apa yang kami lakukan padamu,” ucap Ningrum sambil terlihat menyesal.
“Tidak apa-apa, Nyonya. Justru saya yang harus minta maaf karena sudah merepotkan Nyonya dan keluarga,” jawab Syifa sambil tersenyum.
"Bagaimana jika kita ajak Syifa ke mall untuk belanja, ya anggap saja sebagai tanda permintaan maaf kita," ucap Sherin sambil menoleh ke arah Syifa dan tersenyum.
"Tidak, Syifa tidak boleh ikut ke mall bersama kalian!" jawab Rudi dengan tiba-tiba saat mendengar ucapan Sherin.
“Kenapa? 'kan kami ingin mencoba lebih dekat dengan Syifa, lagipula Syifa pasti bosan di rumah terus, iya 'kan Syifa,” jawab Shania sambil menoleh ke arah syifa.
“Ya Allah, semoga Mas Rudi tidak memberikan izin, karena sejujurnya aku takut jika harus pergi dengan mereka,” batin Syifa sambil mulai menuang minuman ke dalam gelas.
“Memangnya kenapa kalau Syifa ikut kami belanja? Bukannyaitu lebih baik jadi Mama dan adikmu bisa lebih akrab dengan Syifa,” ucap sang mama sambil mulai mengoles roti dengan selai.
"Benar juga apa yang dikatakan Mama, biarkan saja mereka pergi, kasihan Syifa kalau harus diam di rumah," jawab Andre sambil mulai menggigit roti.
“Baiklah, tapi jika terjadi sesuatu kepada Syifa aku akan membuat perhitungan kepada kalian,” ancam Rudi kepada Mama dan kedua adiknya.
Sebenarnya berat buat Rudi melepas Syifa pergi dengan Mama dan kedua adik perempuannya. Namun, apa yang dikatakan sang mama memang ada, siapa tahu dengan cara ini Syifa bisa menjadi lebih akrab dengan keluarganya. Karena alasan itulah yang akhirnya membuat Rudi mempublikasikan Syifa untuk ikut bersama sang mama dan kedua adiknya. Rudi yang sudah selesai makan langsung menuju ke paviliun untuk menemui Syifa.
"Aku pergi ke kantor dulu, kamu hati-hati di jalan ya," pesan Rudi kepada syifa sebelum berangkat ke kantor.
“Iya Mas, kamu hati-hati di jalan,” jawab Syifa sambil mencium tangan Rudi.
***
Saat Syifa, Ningrum dan kedua putrinya tiba di sebuah pusat dunia mereka langsung meninggalkan Syifa yang sedang berjalan di belakangnya. Pergi ke sebuah pusat dunia yang mewah adalah pengalaman pertama bagi seorang Syifa yang berasal dari desa terpencil. Toko demi toko mereka masuki, Syifa yang berjalan dibelakang harus menahan lelah dan berat saat membawa barang belanjaan Ningrum dan kedua putrinya.
"Eh, Babu. Bawa semua belanjaan ini!" perintah Ningrum sambil sedikit membentak Syifa.
Setelah hampir 5 jam mereka memutari seluruh pusat dunia kini mereka memutuskan untuk istirahat di sebuah foodcourt yang ada di lantai atas pusat dunia itu. Ningrum dan kedua putrinya tertawa terbahak-bahak saat melihat syifa berjalan dengan sempoyongan sambil membawa beberapa kantong belanjaan mereka. Syifa yang saat itu akan duduk di samping Shania langsung didorong oleh Sherin hingga membuat syifa hampir jatuh.
"Eh, siapa yang menyuruhmu duduk di sini!" bentak Sherin sambil mendorong tubuh Syifa.
“Babu duduknya di sebelah sana saja, lagi pula kamu bau, nanti kita jadi tidak selera makan,” timpal Shania kepada Syifa sambil menunjuk sebuah kursi kosong.
“Ya Allah, sebenarnya apa salahku? Sehingga mereka semua membenciku,” batin Syifa sambil berjalan ke arah sebuah kursi.
Ningrum yang melihat sikap kedua putrinya terhadap syifa hanya tertawa geli. Tidak berapa lama Ningrum memanggil seorang pelayan yang kebetulan tidak jauh dari tempat duduknya. Ningrum pun langsung memesan beberapa makanan untuk dia dan kedua putri.
Kira-kira makanan apa yang cocok untuk Babu kampungan itu, tanya Ningrum kepada kedua putri sambil melihat daftar menu.
"Sini Ma, biar Sherin saja yang memilih makanan buat Perempuan kotor itu," jawab Sherin sambil menarik daftar menu dari tangan sang mama.
"Mbak, saya pesan ini ya, nanti antarkan ke perempuan hamil yang ada di sebelah sana," ucap Sherin kepada seorang pelayan sambil menunjuk ke arah Syifa yang sedang mengagumi kemegahan sebuah pusat dunia.
"Kamu serius mau pesan itu buat Syifa?" tanya Ningrum kaget saat melihat menu yang dipesan oleh Sherin.
“Sudahlah Ma, ini juga sudah cukup buat Syifa dan anak haramnya itu,” jawab Sherin sambil tersenyum dan menyerahkan daftar menu kepada sang pelayan.