Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hujan Paling Jujur di Matamu
MENU
About Us  

Yudis coba menghubungi nomor Dewanti. Namun tak tersambung. Ia coba lagi dan lagi, namun tetap tak tersambung. Sialnya lagi, Yudis tak punya akses lain untuk menanyakan kabar Dewanti selain kepada Dewanti sendiri.

Ia menghela napas dalam dan berat. Ditatapnya wajah sang ibu penuh cinta. Kemudian menghampirinya pelan. Membetulkan selimut yang sedikit agak menurun tidak menutupi dada. Terdengar suara pintu diketuk pelan. Yudis menoleh, tenyata Rio, putra pertama Tante dan Omnya nongol dari balik pintu. Sambil nyengir Rio masuk.

“Kang Yudis sudah makan belum?” tanya Rio pelan takut membangunkan Bu Farida yang sedang tertidur lelap.

“Belum,” jawab Yudis singkat sambil menatap wajah keponakannya yang masih duduk di bangku kelas 3 SMA. Yudis melihat ada memar di pelipis keponakannya itu.“ Berantem sama siapa lagi?” Yudis sangat hafal karakter Rio yang memang sedikit tengil.

Rio nyengir. “Bukan berantem, Kang. Tapi dipukul Bapak!” jawab Rio santai.

“Makanya jangan nakal!” sahut Yudis.

“Nakal dikit mah tidak apa-apa atuh, Kang. Yang penting bertanggung jawab atas apa yang telah kita lakukan,” jawabnya seraya terkekeh.

“Emang kamu ngelakuin apa?”tanya Yudis.

“Rara hamil, Kang,” lagi-lagi jawaban Rio sangat tenang.

Yudis geleng geleng kepala. “Apa! Lu hamilin anak orang dan Lu masih bisa hidup tenang! Dasar berandalan!” Yudis kesal.

“Yah si Akang! Zaman sekarang menghamili dan dihamili itu soal biasa. Nggak ada yang mesti ditakutkan. Tinggal nikah, bereskan! Asal jangan hamilin bini orang aja,” Rio masih tetap dengan gayanya yang cuek dan tenang.

Yudis kembali geleng-geleng, “Heh bocah! yang namanya zina itu meskipun dilakukan suka sama suka tetap saja dosa! Dan kau pasti tahu kalau dosanya tidak cuma lu, tapi juga orangtua lu juga ikut dosa!” Yudis sangat kesal dengan sikap ponakannya yang selalu menganggap enteng semua masalah dan dosa. “Terus kamu mau kawin, gitu!”

“Nikah Kang, kawinya mah kan sudah,” Rio menjawab sambil nyengir.

“Bagaimana dengan sekolahmu?”

“Ya terus, cuma mungkin pindah sekolah.”

“Heh bocah! denger ya, ini kali pertama gua ngomong sebagai Om lu. Cukup! ini terakhir kali gua denger lu bikin masalah di keluarga. Kalau sekali lagi bikin ulah! gua yang bakal bertindak biar lu jera!

Yudis benar-benar marah. Keponakannya yang satu ini benar-benar ngeyel. Dia melakukan apa yang ingin dia lakukan. Seolah dialah yang mengendalikan hidupnya. Beda sekali dengan Om dan tantenya yang dikenal oleh siapa pun sebagai orang yang taat beragama.

“Iya, Kang. Maaf. Saya juga sudah janji sama Papa dan Mama ini yang terakhir saya menyakiti hati mereka. Hanya saja, beginilah gaya saya. Seperti orang santai, tapi hati sebenarnya hancur, Kang,” jelas Rio.

“Udahlah Kang, nggak usah dipikirin. Sebaiknya Kang Yudis makan dulu. Terus istirahat. Biar Rio yang nungguin Uwak di sini,” ucap Rio kemudian.

“Ya sudah, aku cari makan dulu. Kamu mau apa?”

“Masih kenyang,” jawab Rio sembari duduk di Sofa. “Udah sana makan dulu. Tar sakit semua, malah repot!”

Tanpa menjawab, Yudis segera keluar dari ruang inap ibunya. Angin malam sisa hujan terasa sejuk membelai wajahnya ketika ia tiba di pelataran parkir. Menoleh ke kiri dan ke kanan mencari penjual makanan. Di seberang jalan, Yudis melihat sebuah angkringan nasi goreng. Ia pun segera melangkah menuju ke sana.

Usai makan, Yudis segera kembali ke ruangan di mana Bu Farida dirawat. Rio sedang duduk membaca sebuah buku. Ia memang sangat hobi membaca. Tak heran jika Rio mempunyai wawasan yang luas. Namun, karena terlalu banyak buku yang ia baca tanpa dibarengi oleh ilmu agama, tak heran pola pikirnya pun makin lama makin nyeleneh.

Yudis duduk di samping Rio tanpa berkata sepatah pun. Matanya dipejam. Yudis menyenderkan kepala pada senderan kursi. Perut yang kenyang, tubuh yang lelah, membuat Yudis tak kuasa menahan kantuk. Yudis pun tertidur.

***

Pagi sekali Tante Diana dan Om Syam sudah datang ke rumah sakit. Yudis sedang menyeka wajah Bu Farida dengan air hangat. Wajah Bu Farida sedikit segar. Senyumnya pun terus mengembang merasa bahagia dan bangga kepada Yudis yang begitu sangat menyayanginya. Sementara Rio sedang keluar mencari sarapan.

“Kamu nggak akan kembali ke Jakarta kan, Yudis?” tanya Bu Farida.

“Yudis nggak kan kembali ke Jakarta, Bu. Yudis mau di sini saja dekat-dekat ibu,” jawab Yudis sambil membantu membangunkan ibunya.

“Benarkah? Jadi kamu mau menikah dengan Ratri?” Bu Farida nampak senang.

Yudis mengangguk dan tersenyum. Meskipun hatinya sangat hancur karena dengan begitu, berarti dia memutuskan untuk berpisah dengan Dewanti selama-lamanya. “Maafkan aku Dewanti. Aku telah berusaha semampuku untuk tetap bersamamu. Namun, ternyata keadaan tidak berpihak kepada kita.” Desah Yudis dalam hati.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Maroon Ribbon
521      377     1     
Short Story
Ribbon. Not as beautiful as it looks. The ribbon were tied so tight by scars and tears till it can\'t breathe. It walking towards the street to never ending circle.
Two Good Men
551      386     4     
Romance
What is defined as a good men? Is it their past or present doings? Dean Oliver is a man with clouded past, hoping for a new life ahead. But can he find peace and happiness before his past catches him?
IMPIAN KELIMA
468      350     3     
Short Story
Fiksi, cerpen
Janji
490      343     0     
Short Story
Dia sesalu ada, dan akan tetap ada.
XIII-A
760      571     4     
Inspirational
Mereka bukan anak-anak nakal. Mereka hanya pernah disakiti terlalu dalam dan tidak pernah diberi ruang untuk sembuh. Athariel Pradana, pernah menjadi siswa jeniushingga satu kesalahan yang bukan miliknya membuat semua runtuh. Terbuang dan bertemu dengan mereka yang sama-sama dianggap gagal. Ini adalah kisah tentang sebuah kelas yang dibuang, dan bagaimana mereka menolak menjadi sampah sejar...
The Last Blooming Flower
8881      2517     1     
Romance
Di ambang putus asa mencari kakaknya yang 20 tahun hilang, Sora bertemu Darren, seorang doktor psikologi yang memiliki liontin hati milik Ian—kakak Sora yang hilang. Sora pun mulai menerka bahwa Darren ada kunci untuk menemukan Ian. Namun sayangnya Darren memiliki kondisi yang membuatnya tidak bisa merasakan emosi. Sehingga Sora meragukan segala hal tentangnya. Terlebih, lelaki itu seperti beru...
L.o.L : Lab of Love
3138      1131     10     
Fan Fiction
Kim Ji Yeon, seorang mahasiswi semester empat jurusan film dan animasi, disibukan dengan tugas perkuliahan yang tak ada habisnya. Terlebih dengan statusnya sebagai penerima beasiswa, Ji Yeon harus berusaha mempertahankan prestasi akademisnya. Hingga suatu hari, sebuah coretan iseng yang dibuatnya saat jenuh ketika mengerjakan tugas di lab film, menjadi awal dari sebuah kisah baru yang tidak pe...
Premium
Akai Ito (Complete)
6753      1345     2     
Romance
Apakah kalian percaya takdir? tanya Raka. Dua gadis kecil di sampingnya hanya terbengong mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Raka. Seorang gadis kecil dengan rambut sebahu dan pita kecil yang menghiasi sisi kanan rambutnya itupun menjawab. Aku percaya Raka. Aku percaya bahwa takdir itu ada sama dengan bagaimana aku percaya bahwa Allah itu ada. Suatu saat nanti jika kita bertiga nant...
Mermaid My Love
2233      1084     3     
Fantasy
Marrinette dan Alya, dua duyung yang melarikan diri dari Kerajaan laut Antlantis yang sudah diluluhlantakkan oleh siluman piranha. Mereka terus berenang hingga terdampar disebuah pantai. Kemudian mereka menyamar dan menjalani kehidupan seperti manusia. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Marrinette bekerja di sebuah kafe sedangkan Alya direstorant. Ditempat Marrinette bekerja malah bertemu dengan ...
She Is Falling in Love
539      336     1     
Romance
Irene membenci lelaki yang mengelus kepalanya, memanggil nama depannya, ataupun menatapnya tapat di mata. Namun Irene lebih membenci lelaki yang mencium kelopak matanya ketika ia menangis. Namun, ketika Senan yang melakukannya, Irene tak tahu harus melarang Senan atau menyuruhnya melakukan hal itu lagi. Karena sialnya, Irene justru senang Senan melakukan hal itu padanya.