Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hujan Paling Jujur di Matamu
MENU
About Us  

Lalu lintas cukup ramai pagi jelang siang itu. Sepanjang perjalanan, Yudis gelisah. Emosinya campur aduk. Dia terus berpikir bagaimana harus menyikapi atas semua kejadian hari ini yang begitu menyesakkan. Bagaimana dia harus menjalani hari-hari setelahnya. Sampai kapan? Ingin sekali dia menyudahi kegalauan di hatinya dengan bertanya pada Ratri saat itu juga. Memastikan langsung kepada sang istri agar semuanya terang benderang: siapa sebenarnya ayah dari janin dalam rahimnya? Namun, Yudis takut jika semua ini terbongkar, ibunya pasti sangat kaget dan penyakit jantungnya akan kambuh.

Berjuta pertanyaan mendesak isi kepala Yudis: Mengapa dia tega mendustai semua orang bahkan orangtuanya sendiri? Hatinya berusaha untuk baik-baik saja, tapi tak bisa. Dia berusaha husnuzon pada apa yang menimpanya, tapi tetap tak kuasa. Dalam benaknya, Ratri adalah wanita yang jahat. Dadanya kian terasa sesak.

“Duhai Allah, apa yang harus kulakukan,” jeritnya dalam hatinya.

Mercy hitam itu terus melaju tenang menyusuri jalan Cihanjuang yang di kiri dan kanannya ditumbuhi pohon Kiara. Yudis melihat ke kursi belakang dari kaca spion tengah. Ratri terlihat masih lemah meski wajahnya nampak lebih segar. Bu Farida tak pernah berhenti mengusap kepala menantunya yang senantiasa tertutup kerudung itu. Senyum syukur selalu tersungging di bibirnya yang sudah mulai keriput.

“Neng harus benar-benar menjaga kesehatan. Kalau mau apa-apa, bilang saja sama Yudis, pasti akan dipenuhi. Benarkan, Yudis?” ucap Bu Farida. Usapan tangannya berpindah pada perut Ratri.

“I … iya, Bu!” Yudis sedikit gugup.

Ratri hanya tersenyum. Dia menatap wajah suaminya dari spion. Tak ada senyum di sana. Matanya menyala menyiratkan amarah. Lagi-lagi Ratri menangkap raut wajah yang sama pada suaminya sebagaimana ketika mereka masih di rumah sakit. Ratri tak paham dengan gelagat suaminya yang berubah. Tak seperti biasanya dia mendapati Yudis dengan mimik muka bak binatang buas yang ingin memangsa hewan buruannya.

Tiga puluh menit kemudian, Mercy hitam itu berhenti di depan sebuah rumah bergaya klasik di jalan Cihanjuang. Empat buah pohon palem tumbuh gagah di depan pagar halaman. Rumah terlihat teduh, terasa sejuk. Halamannya cukup luas dan terawat dengan baik. Rumput gajah tumbuh rapi menjadikan halaman terlihat hijau. Sebuah kolam ikan hias lengkap dengan air mancur buatan membuat suasana tambah asri. Belum lagi beberapa jenis bunga yang sengaja ditanam langsung pada tanah, membuat halaman rumah itu layak disebut taman. Sedang garasi terdapat di sayap kanan rumah. Dari garasi ke pintu pagar dialasi dengan paping blok. Teras rumahnya lebih tinggi 80 cm dari permukaan tanah dengan undakan tangga keramik putih.

Mang Dadang, tukang kebun yang terkadang merangkap sopir keluarganya, segera membuka pintu pagar. Mercy meluncur masuk pelan dan berhenti di depan garasi. Mang Dadang mendekati mobil lalu membukakan pintu mobil untuk Bu Farida dan Ratri karena Yudis malah melamun memeluk setir. Dia masih memikirkan tentang kenyataan pahit yang menjadi takdirnya: Apa yang mesti aku lakukannya, Yaa Rabb? Berikanlah petunjuk bagi hamba-Mu yang pendosa ini.

“Barang-barangnya langsung simpan di kamar saja, Mang!” seru Bu Farida kepada Mang Dadang.

“Baik, Bu,” jawab Mang Dadang santun.

Ibu Farida menggandeng Ratri masuk ke dalam rumah. Sementara, Yudis turun dari mobil beberapa saat kemudian. Langkahnya pelan. Tak bergairah. Mang Dadang keheranan melihat tingkah Yudis seperti orang linglung Mang Dadang dapat merasakan ada kegelisahan tengah dihadapi anak laki-laki semata wayang majikannya, tapi dia sungkan untuk bertanya.

Yudis tak masuk ke rumah. Dia malah memilih duduk di teras rumah. Dia memandang kosong halaman yang sengaja dibuat seperti taman lengkap dengan sebuah kolam ikan dan air mancur buatan itu. Yudis paling suka duduk di teras sambil memandang air mancur, apalagi malam hari. Hampir setiap malam dia dan Ratri bercengkrama di teras menikmati udara sejuk Kota Bandung. Namun saat ini, dia merasa seperti memandang neraka di depannya. Keindahan halaman rumahnya tertutup oleh suasana hatinya yang tengah dilanda amarah dan ketidakmengertian akan apa yang sedang dialaminya.

“O Tuhan ... ujian ataukah azab semua yang menimpaku ini?” tanya Yudis dalam hati.

Yudis memegang kepalanya yang terasa mengembang mau pecah. Jari-jarinya mencengkeram erat rambut sambil mendengus keras. Ingin rasanya dia berteriak untuk mengeluarkan emosinya, tapi urung dilakukan. Dia tak ingin kesehatan sang ibu kembali bermasalah.

Sementara, Bu Farida dan Ratri segera menuju kamar di lantai dua. Ratri duduk di tepian tempat tidurnya yang besar berseprai biru langit. Wajahnya makin terlihat segar. Matanya bening, sebening air dalam aquarium di sudut kamar. Apalagi ketika Bu Farida memberikannya segelas air putih. Wajahnya yang putih bersih itu semakin terlihat cantik bersemu merah di bagian pipi dengan sepasang lesung pipit yang begitu memesona setiap pandangan.

“Nah mulai sekarang, Neng musti lebih bisa menjaga kesehatan ya,” ucap Bu Farida lembut sambil mengusap pipi menantunya.

Ratri tersenyum. Manis sekali. “Insyaallah, Bu. Neng tidak akan menyia-nyiakan amanah Allah ini,” jawabnya sambil mengusap-usap perut.

“Kalau begitu, sekarang Neng istirahat dulu! Ibu mau ngobrol sama Yudis mengenai acara syukuran nanti malam.” Bu Farida mengusap perut menantunya.

Ratri mengangguk dan tersenyum. Kemudian merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Bu Farida segera keluar menemui Yudis yang tengah duduk melamun di teras rumah. Bersamaan dengan itu datang Umi Siti dan Ustad Suhada membawa beraneka macam buah-buahan untuk Putrinya. Wajah-wajah sumringah penuh kebahagian tercermin di wajah mereka. Yudis yang sedang kalut berusaha sebisa mungkin untuk tersenyum meski hatinya serasa sakit lebih dari diiris-iris karena harus bahagia dengan kehamilan istrinya yang bukan dari darah dagingnya.

“Ah ...,” desah Yudis dalam hati.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
AUNTUMN GARDENIA
156      135     1     
Romance
Tahun ini, dia tidak datang lagi. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sedang dia pikirkan? Apakah dia sedang kesulitan? Sweater hangat berwarna coklat muda bermotif rusa putih yang Eliza Vjeshte kenakan tidak mampu menahan dinginnya sore hari ini. Dengan tampang putus asa ia mengeluarkan kamera polaroid yang ada di dalam tasnya, kemudian menaiki jembatan Triste di atas kolam ikan berukura...
fall
4608      1371     3     
Romance
Renata bertemu dua saudara kembar yang mampu memporak-porandakan hidupnya. yang satu hangat dengan segala sikap manis yang amat dirindukan Renata dalam hidupnya. satu lagi, dingin dengan segudang perhatian yang tidak pernah Renata ketahui. dan dia Juga yang selalu bisa menangkap renata ketika jatuh. apakah ia akan selamanya mendekap Renata kapanpun ia akan jatuh?
Dramatisasi Kata Kembali
710      370     0     
Short Story
Alvin menemukan dirinya masuk dalam sebuah permainan penuh pertanyaan. Seorang wanita yang tak pernah ia kenal menemuinya di sebuah pagi dingin yang menjemukan. \"Ada dalang di balik permainan ini,\" pikirnya.
Salon & Me
4275      1328     11     
Humor
Salon adalah rumah kedua bagi gue. Ya bukan berarti gue biasa ngemper depan salon yah. Tapi karena dari kecil jaman ingus naek turun kaya harga saham sampe sekarang ketika tau bedanya ngutang pinjol sama paylater, nyalon tuh udah kaya rutinitas dan mirip rukun iman buat gue. Yang mana kalo gue gak nyalon tiap minggu rasanya mirip kaya gue gak ikut salat jumat eh salat ied. Dalam buku ini, udah...
SOLITUDE
1711      676     2     
Mystery
Lelaki tampan, atau gentleman? Cecilia tidak pernah menyangka keduanya menyimpan rahasia dibalik koma lima tahunnya. Siapa yang harus Cecilia percaya?
My Daily Activities
918      471     1     
Short Story
Aku yakin bahwa setiap orang bisa mendapatkan apa yang ia inginkan asal ia berdo\'a dan berusaha.
Premium
Cinta Dalam Dilema
38272      4693     0     
Romance
Sebagai anak bungsu, Asti (17) semestinya menjadi pusat perhatian dan kasih sayang ayah-bunda. Tapi tidak, Asti harus mengalah pada Tina (20) kakaknya. Segala bentuk perhatian dan kasih sayang orang tuanya justru lebih banyak tercurah pada Tina. Hal ini terjadi karena sejak kecil Tina sering sakit-sakitan. Berkali-kali masuk rumah sakit. Kenyataan ini menjadikan kedua orang tuanya selalu mencemas...
Melody Impian
637      436     3     
Short Story
Aku tak pernah menginginkan perpisahan diantara kami. Aku masih perlu waktu untuk memberanikan diri mengungkapkan perasaanku padanya tanpa takut penolakan. Namun sepertinya waktu tak peduli itu, dunia pun sama, seakan sengaja membuat kami berjauhan. Impian terbesarku adalah ia datang dan menyaksikan pertunjukan piano perdanaku. Sekali saja, aku ingin membuatnya bangga terhadapku. Namun, apakah it...
Photograph
1656      790     1     
Romance
Ada banyak hal yang bisa terjadi di dunia dan bertemu Gio adalah salah satu hal yang tak pernah kuduga. Gio itu manusia menyenangkan sekaligus mengesalkan, sialnya rasa nyaman membuatku seperti pulang ketika berada di dekatnya. Hanya saja, jika tak ada yang benar-benar abadi, sampai kapan rasa itu akan tetap ada di hati?
Dearest Friend Nirluka
1479      765     1     
Mystery
Kasus bullying di masa lalu yang disembunyikan oleh Akademi menyebabkan seorang siswi bernama Nirluka menghilang dari peradaban, menyeret Manik serta Abigail yang kini harus berhadapan dengan seluruh masa lalu Nirluka. Bersama, mereka harus melewati musim panas yang tak berkesudahan di Akademi dengan mengalahkan seluruh sisa-sisa kehidupan milik Nirluka. Menghadapi untaian tanya yang bahkan ol...