Baru tiga hari dari total lima belas hari Azkadina mendampingi Farel. Tidak mudah bagi Azkadina menjadi wali murid sementara dari keponakannya. Walaupun segala fasilitas dan kemudahan disiapkan sang kakak sebelum pergi Umroh. Maklum, secara ia masih jomlo.
Awas saja kalau aku tidak dibawain oleh-oleh dari Mekkah. Gerutu Azkadina.
Berpagi hari, Azkadina harus menyiapkan sarapan Farel, memastikan perlengkapan belajar Farel siap dan mengantarkan ke sekolah dalam keadaan rapi. Sorenya Azkadina menjemput Farel, memastikan Farel mandi dan istirahat, lalu mendampinginya belajar. Lelah, tapi bagi Azkadina yang terbiasa sibuk, rutinitas baru ini menyenangkan.
Walaupun baru tiga hari mendampingi Farel, Azkadina melihat banyak perubahan pada diri keponakannya. Yang paling terlihat adalah ketika Farel menyelesaikan hajatnya di kamar mandi alias buang air kecil. Dulu, Farel suka membuka celana di ruang tamu lalu pipis sambil berdiri di kamar mandi. Setelah itu, Farel hanya menyiram cuma sekali-entah apa sudah membasuh kemaluannya apa belum-lalu langsung berlari ke luar kamar mandi. Alhasil, bau pesing air kencing di mana-mana.
Sekarang, Farel lebih mandiri. Dia membuka celana di dalam kamar mandi, menutup pintu dan terdengar beberapa kali guyuran air dari kamar mandi. Farel ke luar kamar mandi sudah dalam keadaan bercelana. Dan tentu saja, tidak ada bau pesing tercium.
Kata Ustaz Shafwan, kalau selesai buang air kecil harus membasuh kemaluan dan menyiram lantai supaya tidak najis. Begitu, ketika ditanya Azkadina tentang kebiasaan baik Farel.
Lelah Azkadina karena kesibukan seringkali mencair ketika melihat Farel melantunkan hafalan surat pendek Al Quran juz 30 setelah makan malam. Azkadina juga kerap menjumpai Farel komat-kamit membaca doa salat dengan suara cadelnya sambil membungkuk dan bersujud.
Kata Ustaz Shafwan, Farel harus banyak salat dan mengaji supaya bisa masuk surganya Allah sekeluarga. Lagi-lagi Shafwan menyebut nama guru kelasnya.
Istimewa sekali Ustaz Shafwan ini. Bisa mengubah Farel yang susah diatur menjadi rajin.
Rasa penasaran Azkadina terhadap Shafwan semakin mengkristal ketika menyimak status media sosial Shafwan. Jika biasanya status cowok pada umumnya berisi foto kegabutan yang hakiki ataupun meme yang unfaedah, tapi tidak dengan Shafwan. Isinya berupa aktivitas siswa-siswanya di kelas. Mulai dari ketika makan siang sampai ketika outing class. Ia jarang melihat status Shafwan berfoto dengan perempuan.
Kali ini, Azkadina membaca status berupa quotes motivasi dan kependidikan.
Berhenti jadi guru, jika tidak suka belajar. Karena mengajar adalah dua kali belajar.
Iseng, Azkadina mengomentari status Whatsapp Shafwan.
[Azkadina] jadi gak perlu belajar dong kalau gak jadi guru.
[Shafwan] Hehe… Mbak Azkadina. Mungkin bukan begitu
[Azkadina] Panggil saja Azkadina. Ketuaan kalau dipanggil Mbak.
[Shafwan] J
[Azkadina] Jadi bagaimana?
[Shafwan] Kewajiban belajar untuk setiap mukmin.
[Azkadina] Pasti surat Al Alaq bukan?
[Shafwan] Benar
[Azkadina] sekali lagi itu hal yang utopis
[Shafwan] Tidak juga
[Azkadina] Tidak semua orang bisa belajar. Apalagi sebaik Farel belajar kepada Ustaz Shafwan.
[Shafwan] Maksudnya?
[Azkadina] Banyak orang yang gak punya duit untuk makan apalagi belajar. Belajar hanya untuk orang mampu. Bukan mukmin.
[Shafwan] Tidak juga
[Azkadina] Hanya orang-orang yang punya privilege yang bisa belajar dengan kualitas tinggi. Contohnya saja, Maudi Tita. Ataupun Ratih Tanjung. Ortu mereka tajir melintir, jadi mereka bisa kuliah di luar negeri. Coba kalau mereka anak pedagang cilok, pasti gak bisa.
[Shafwan] J
[Azkadina] Saya benar kan?
[Shafwan] Tidak salah. Tapi saya punya pandangan lain.
[Azkadina] Pandangan apa?
[Shafwan] next time kita bisa ngobrol lebih dalam
Fix! Ustaz Shafwan bikin aku penasaran.
“Kamu, senyum-senyum sendiri, Ka. WA-an sama siapa?” Mama Azka, Ayu, memergoki Azka.
“Ah, nggak siapa-siapa. Ustaz Shafwan.”
“Oh, gurunya Farel.
“Gurunya Farel kadang terlalu naif. Semua serba sempurna dengan prinsip agama Islam. Padahal di luar sana banyak yang gak sesuai.”
“Lalu?”
“Ya bikin penasaran aja,” ucap Azkadina sekenanya.
“Sama orangnya?”
“Nggak lah.” Kali ini mata Azkadina melotot. Lalu ia tersenyum kepada Mama Ayu.
“Kirain,” ujar Mama Ayu,” Mama lho, jarang lihat kamu dekat sama cowok.”
“Mulai deh. Azkadina gak suka cowok. Udah ah. Aku mau tidur.”
Azkadina ngeloyor ke kamarnya.
****
Azan Dhuhur berkumandang di bumi Surabaya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11.30. Azkadina masih asyik mendengarkan kuliah Kajian Bahasa Jepang dari Pak Jayadi. Ia mencatat segala hal penting yang disampaikan Pak Jayadi.
Tepat lima menit kemudian, Pak Jayadi mengakhiri kuliah. Seperti biasa, ia memberikan tugas berupa menulis paper berbahasa Jepang secara berkelompok dan dikumpulkan pekan depan. Azkadina satu kelompok dengan Queen, Valiyan dan Jun. Pak Jayadi meninggalkan kelas dan diikuti mahasiswa lain.
“Ka, kamu mau ke mana?” panggil Valiyan melihat Azkadina bergegas meninggalkan bangku.
“Iya buru-buru banget. Biasanya juga kita nongkrong sambil ngomongin tugas.” Jun menambahkan
“Hehehe…mau cari masjid.” Jawab Azkadina nyengir.
Ketiga pasang mata di depannya melotot. Seakan tidak percaya dengan jawaban Azkadina.
“Tumben? Cari cowok masjid nih sekarang.”
Azkadina memonyongkan bibirnya, lalu berujar,“Ke masjid ya mau salat, masak cari cowok.”
“Tumben. Biasanya juga mepet setengah tiga.” Vallyan menyisir rambut keritingnya dengan kelima jarinya.
“Hahaha… masa’ aku ga boleh tobat.” Wajah Azkadina mendadak ceria.
“Gila! … abis kena pelet nih cewek,” semprot Jun.
Azkadina cuma meringis lalu melanjutkan langkahnya.
“Eh serius kamu mau ke masjid, Ka?” Queen kembali meyakinkan dirinya dengan perubahan Azkadina.
“Iya lah. Ikut?”
“Iya deh aku ikut. Pengen tahu kamu kena gendam siapa sampai begini.” Queen melangkahkan kaki menuju Azkadina. Valiyan dan Jun hanya bisa melihat dari kejauhan.
“Payah! Orang mau jadi baik malah dituduh digendam.”
“Hehehe…Kamu aneh soalnya.
“Gak lah. Biasa aja kok. Orang kan biasa berubah.”
“Pasti karena pak guru itu ya. Siapa itu namanya.”
“Ah apaan sih. Ga penting banget.”
Kedua sahabat itu berjalan menuju masjid kampus. Celoteh dan candaan meramaikan langkah mereka. Sesekali rambut ombre Azkadina bergerak ringan karena menghindari cubitan Queen.
Queen, mahasiswi berhijab adalah teman karib Azkadina sejak semester satu. Persahabatan mereka diikat oleh satu hal yang sama. Sama-sama anti cowok. Mereka menganggap semua cowok itu sama, tukang selingkuh. Bahkan yang ahli agama sekalipun. So, mereka tidak mau terlalu dekat dengan lelaki manapun di kampus.
Namun kehadiran Shafwan beberapa bulan ini, sempat mengusik pertahanan hati Azkadina. Ia melihat, Shafwan makhluk yang berbeda. Entah apa yang membuatnya beda. Yang jelas, Shafwan membuat hati Azkadina tenang sekaligus penasaran. Satu sudut hatinya seperti disiram air sejuk ketika ada Shafwan, namun di sudut hati lainnya ada tarikan yang membuatnya penasaran. Dua kutub yang selalu bergemuruh ketika berinteraksi dengan Shafwan. Dan Azkadina tak tahu persis apa yang sedang melanda hatinya.