Loading...
Logo TinLit
Read Story - When Magenta Write Their Destiny
MENU
About Us  

Blok 7-Marina

Semesta Marina

Narcissa Regency, kompleks perumahan elite di bawah naungan PT Kamajaya Real Property TBK. Kalo gue nggak salah ingat, Ayah juga punya saham lumayan besar di situ. Kompleks rumah gue bukan sekedar sarana penyedia hunian. Narcissa Regency tumbuh dan berkembang menjadi kota mandiri.

Konsep hunian dengan kota mandiri memang bukan satu-satunya. Tapi Narcissa Regency inilah pelopornya. Strategi bisnis PT Kamajaya Real Property tbk memang canggih. Mereka bisa memikat investor untuk membuat mall, playground, restoran waralaba, supermarket, bahkan sekolah. Sarana pendidikan di sini lengkap, mulai dari sekolah swasta biasa sampai sekolah interkultural. Eits, sekarang sebutannya bukan sekolah internasional tapi sekolah interkultural. Sekolah yang tercipta dari hasil kerjasama dua atau lebih negara dengan perbedaan budayanya.

Infrastruktur di Narcissa Regency bagus banget. Bagian keamanan siap siaga 24 jam. Air bersih dan sanitasi lingkungan terjaga. Penghuninya juga solid dan kekeluargaan. Saking solidnya, mulai tumbuh banyak komunitas di perumahan ini. Komunitas-komunitas tersebut hadir karena kesamaan hobi dan profesi. Misalnya, di sini ada komunitas Bike Narcissa, isinya penghuni kompleks yang hobi ngegowes. Ada juga Filmku, itu komunitas penikmat film. Mereka biasa ngadain acara nobar dan bikin resensi film dua minggu sekali.

Gue bilang Narcissa Regency adalah pelopor menjamurnya kompleks hunian berkonsep kota mandiri. Itu karena Narcissa Regency udah mulai dibangun hampir empat dekade. Jauh sebelum gue lahir, perumahan mewah ini udah ada. Pembangunannya terus berkembang sampai sekarang. Pengembang nggak ada habis-habisnya memanjakan penghuni kompleks dengan berbagai fasilitas. Proyek terdekat adalah pembangunan Narcissa Mall II, lanjutan dari proyek pembangunan tahap satu. Jangan tanya gue. Gue sendiri juga bingung maksudnya apa. Kalo kalian kepo, tanya aja sama pria berkemeja flanel yang lagi boncengin gue sore ini.

Laki-laki berkemeja abu-abu di atas sepeda motor besarnya itu tak lain Ayah. Kami sengaja JJS keliling kompleks. Abisnya bosen di rumah. Badan gue juga penat selesai marathon ngezoom tiga matkul sekaligus. Udah lama Ayah nggak bawa motor. Biasanya Ayah lebih suka naik BMW kesayangannya.

Motor Ayah berputar-putar mengitari blok demi blok. Kami melewati taman, mall, ACE Hardware, McDonalds, Burger King, dan toko sayuran langganan si bibi. Dari tadi Ayah nawarin makanan mulu. Semuanya gue tolak. Tujuan gue bukan mau mengisi perut. Cuma mau quality time aja sama Ayah.

“Ah, susah banget, sih, ajak kamu makan. Ayah, ‘kan laper,” keluh Ayah sebal. Lucu banget liat mukanya ditekuk jadi dua.

Gue ngakak. “Kusut banget mukanya, Yah. Disetrika, dong.”

Bukan maksud gue nggak sopan sama ayah sendiri. Tapi memang begini interaksi gue sama Ayah. Kami bisa ngobrol dan bercanda kayak teman.

“Ayah beneran laper tauuu. Tadi abis meeting nggak sempet makan siang.”

“Loh, kirain tadi ketemuannya di resto.”

Ayah menoleh singkat ke arah gue. Hati gue berdesir kuat. Ngapain, sih, Ayah noleh-noleh ke sini? Gue jadi salting.

“Yeee, di resto nenek lu ngedance. Ayah sama klien ketemunya di kantor, Sayang.”

Tawa gue mengudara. Ekspresi dan nada bicara Ayah terlalu menggelikan. Pakai bawa-bawa nenek segala.

“Nenekku udah meninggal, Ayaaaah. Kecuali Nenek Oma, ibunya Ayah,” ralat gue geli.

Ayah berdecak tak sabar. Motor hitam itu melaju makin cepat. Sebuah sedan putih menyalip kendaraan Ayah. Vios biru di belakang motor kami membunyikan klakson pertanda tak sabaran. Gue mendengus kesal. Kenapa banyak pengendara di kota besar kelakuannya egois?

“Ayah ... Ayah, mentang-mentang mantan penari, jadi bawa-bawa ngedance segala. Ayah kangen nari lagi, ya?” Gue belum puas meledek Ayah.

“Nggak tuh. Cuma terlintas aja di pikiran,” kilah Ayah.

Kebanyakan orang hanya mengenal Ayah Calvin sebagai pengusaha sukses. Buat gue, dia lebih dari sekedar pebisnis. Ayah Calvin multitalenta. Ia pernah jadi penari dan mengajar koreografi di masa muda. Waktu masih kuliah di sebuah universitas swasta top di Jakarta, Ayah terjun di marching band sebagai pemain cymbal. Suara Ayah juga bagus, empuk dan merdu. Gue paling seneng kalo lagi didongengi sama Ayah. Seneng dengerin suaranya yang bertimbre berat tapi merdu.

Langit sore biru cerah, sebiru forget-me-nott. Matahari seperti kuning telur yang menebarkan cairannya ke segala arah. Cerahnya langit sebanding dengan suasana hati Ayah. Hari ini Ayah lagi hepi karena salah satu anak perusahaannya di Purnama Group disetujui untuk IPO. Akhirnya kerja keras Ayah membentuk tim internal IPO, meminta pendapat dari konsultan hukum, mengurus akta-akta dibantu notaris, mengumpulkan para pemegang saham buat RUPS, dan mengubah anggaran dasar perusahaan berbuah manis. PT Zilvia Persada yang semula tertutup jadi perusahaan terbuka. PT Zilvia Persada bergerak di bidang perhotelan. Salah satu cabang hotelnya konsisten membantu pemerintah sebagai fasilitas karantina untuk pasien Covid-19 selama setahun terakhir. Zilvia Hotel juga rutin membantu nakes dan relawan medis. Mereka mendapat kamar gratis, makan dari resto hotel, dan laundry. Konsistensi Zilvia Hotel mendapat apresiasi dari pemerintah dan masyarakat.

Gue ikut bangga sama keberhasilan Ayah. Dan sekarang gue ngerti alasan mood Ayah yang bagus banget hari ini. Ayah hanya akan mengeluarkan motornya saat moodnya baik.

“Sayang, ayo dong pilih kamu mau makan dimana. Ayah laper ... sekalian kita rayain keberhasilan PT Zilvia Persada,” bujuk Ayah.

Tepat pada saat itu, kami melewati kios yang menjual nasi goreng, mie goreng, dan mie ayam. Gue langsung menunjuk kios itu. Ayah tersenyum dan memarkirkan motor di situ.

“Dasar pecinta nasi goreng.” Ayah berkelakar seraya mencubit hidung gue.

Tau nggak apa kesamaan gue sama Barrack Obama? Sama-sama doyan nasi goreng. Itulah salah satu makanan favorit gue dari kecil. Gue memang susah banget makan. Cuma makanan tertentu yang gue suka. Bisa dibilang gue anak Magenta yang paling picky soal makanan. Ayah nggak sendirian kok. Anak Magenta juga sebel kalo jalan sama gue. Sebelnya ya karena susah diajak milih tempat makan.

Wah, pemilik kiosnya hebat. Kios boleh kecil. Tapi protokol kesehatannya muantaaap. Begitu masuk kios, suhu tubuh kami diukur. Tangan kami diperciki hand sanitizer. Lima bintang deh buat kios ini.

Kami mengambil tempat duduk di dekat jendela. Kendaraan roda dua dan roda empat yang melintas terlihat jelas dari sini. Bosan liatin jalan raya, gue buka Twitter. Udah lama gue nggak cek Twitter gue. Udah berdebu kali, ya.

Cuma ada beberapa notifikasi. Gue balesin mention satu per satu. Abis itu gue scroll linimasa.

@GabriellaPrabawa: Gue cinta lo apa adanya.

Buset, si anak sultan udah punya cowok nggak bilang. Apa dia udah lama, ya, nyembunyiin ini dari Magenta?

@Aini_trunajaya: Gue janji akan bikin dia senyum. Dan nggak akan biarin siapa pun menghapus senyumnya.

Baca twit Aini bikin gue senyum-senyum sendiri. Hati gue terharu banget. Twit ini pasti buat Yuke. Andai Yuke cukup sehat buat membacanya. Sahabat gue itu udah banyak berubah. Sejak ada hati sama Yuke, dia jadi lebih perhatian, mengesampingkan ego, dan penolong. Kehadiran Yuke membuat Aini bertumbuh ke arah yang lebih baik.

@Erikawiguna: Gue nggak tahan. Tapi gue juga nggak bisa tinggalin dia sendirian. Duuuh, gue harus gimana?

Olala, apa semua anak Magenta udah transmigrasi bedol desa ke Twitter? Cuma gue kali, ya, yang masih betah di Instagram. Apa-apaan nih si Erika? Masa dia mau ninggalin cowok se-perfect Fritz? Baru minggu depan mereka bakalan lamaran resmi sama Keluarga Wongsonegara. Udah terlintas di pikiran mau meninggalkan. Gue takut kalau Fritz sampai baca ini.

@Benitazevanya: Kau selalu ada, menangis untuk luka-lukaku. Apakah ini cinta?

Apa Benita udah nemu pengganti Zakaria, ya? Gue jadi kepo. Lama-lama gue jadi iri Cuma gue kayaknya yang nggak punya gandengan. Aini punya Yuke. Erika udah jadi calon istrinya Fritz. Gabriella dan Benita juga udah punya cowok, meski mereka belum cerita. Lah gue? Malmingan sama Ayah, liburan sama Ayah, mau kencan atau nonton bareng ya temen kencannya Ayah Calvin lagi Ayah Calvin lagi. Tangan gue gatal. Akhirnya gue ngetwit.

@Marina_Kandouw: Sore bersama Ayah. Bangga dan bahagianya hati ini.

Beberapa menit berselang, twit gue direspon sama beberapa akun.

@Ainitrunajaya: Ayah yang mana, nih? Ayah angkat atau ayah kandung?

@Gabriellaprabawa: Heran gue, masa anak orang kaya diangkat sama orang kaya juga.

@Angelina_Kandouw Kapan pulang?

Gue tersedak napas gue sendiri. Angelina Kandouw itu kakak sulung gue. Kakak yang udah ngerebut posisi gue di hati Mama-Papa. Kakak yang berhasil merampas impian gue jadi CEO. Ngapain, sih, dia muncul di tl segala? Kalo gini, takutnya rahasia gue kebongkar di depan anak Magenta.

Tergesa gue tutup aplikasi Twitter. Saat itulah gue tersadar kalo Ayah mandang gue tajam.

“Kenapa nggak dijawab pertanyaan kakakmu?” tanya Ayah halus.

“Kalo dijawab sama aja aku bunuh diri, Ayah. Ntar anak Magenta tau kalo aku bohong selama ini. Mereka taunya aku anak tunggal,” papar gue panjang lebar.

Belum sempat Ayah menanggapi, pesanan kami datang. Dua porsi nasi goreng spesial tersaji di meja. Tangan Ayah terulur menyingkirkan kerupuk dari piring gue. Dia paling tau kalo gue nggak suka kerupuk. Selama makan, Ayah nggak lagi membahas tentang kebohongan gue. Begitulah Ayah. Nggak pernah menggurui, membiarkan gue bebas memilih sendiri keputusan gue, dan membebaskan gue belajar perlahan tanpa diberi tahu. Belum pernah satu patah kata pun keluar dari mulut Ayah untuk menghakimi gue.

Itulah salah satu alasan besar gue nggak mau pulang. Udah berbulan-bulan gue kabur ke rumah Ayah. Dulunya, gue biasa bolak-balik seminggu sekali dari rumah Ayah ke rumah Keluarga Kandouw. Sekarang situasi udah berubah. Mama-Papa bikin gue kecewa berat. Jadilah gue ngebolang di Narcissa Regency. Hikmahnya, gue tambah deket sama Ayah dan Magenta.

“Mau pulang sekarang?” tawar Ayah lembut begitu gue menghabiskan minuman.

“Ayah, boleh nggak pulangnya nanti dulu?” pinta gue. Ayah mengangguk setuju.

Selain masih pengen jalan-jalan, gue juga gatel pengen buka Twitter lagi. Ada twit baru pas gue ngintip.

@Hey_Rahmania: Mencintai diri sendiri. Karena kita hanya bisa bergantung pada diri sendiri. Tak bisa berharap orang lain selalu dalam genggaman.

Di bawahnya, terpajang foto Rahmania lagi menyantap steak. Latar belakang fotonya yang menampakkan lampu kekuningan dan sofa sudah menjelaskan tempat makan yang dipilihnya. Berarti woro-woronya Gabriella di grup tempo hari bukan hoax.

Ih, gue rasanya pengen julid. Langsung kesel liat dia ngetwit. Nyesel gue ngintip Twitter. Ayah mengelus pundak gue. Kayaknya dia ngintipin layar hp gue deh.

“Ayah, memangnya self love harus dibuktiin dengan makan makanan mahal, ya?” selidik gue.

“Tergantung pilihan masing-masing orang, Sayang. Ada yang membuktikannya dengan belanja, beli makanan mahal, atau menghamburkan uang. Ada  juga yang membuktikannya dengan narsis atau menghormati diri sendiri. Tapi prinsipnya sama: mencintai diri sendiri artinya harus menghargai diri sendiri, seperti apa pun diri kita.”

Kedua ibu jari gue terangkat. Gue lebih suka kedewasaan ala Ayah Calvin. Menurut gue, dewasa nggak ditunjukkin sama postingan kata-kata bijak di medsos. Kedewasaan ditampakkan melalui pemikiran, sikap, dan cara menghadapi masalah. Ayah jarang banget update sesuatu di medsos. Tapi kedewasaannya nggak usah diragukan. Kedewasaan ala Rahmania jelas bukan hal yang gue suka.

**    

Rumah yang gue tempati bersama Ayah hanyalah satu dari sejumlah aset properti yang Ayah miliki. Ayah lebih senang tinggal di rumah kecil ketimbang hunian besar. Gue senang-senang aja asalkan sama Ayah. Rumah adalah tempat yang ada Ayah Calvin di dalamnya.

Menjelang Maghrib gue dan Ayah sampai rumah. Gue naik ke kamar buat ambil wudu. Seperti biasa gue dan Ayah salat Maghrib berjamaah. Ayah udah nunggu di ruang tengah dengan jas hitamnya. Ayah Calvin memang unik. Nggak kayak kebanyakan pria Indonesia yang salat pakai sarung, Ayah malah pakai jas rapi.

Gue tatap lekat pria tampan yang berdiri menjulang di depan gue. Ayah, dengan tinggi seratus tujuh puluh lima senti dan bermuka oriental, sering dikira non-Muslim. Nggak jarang Ayah menerima perlakuan rasis. Hati Ayah tetap lembut dan putih kayak marshmallow.

Usai salat, gue mendekat. Gue cium tangan Ayah dengan takzim. Ayah belai kepala gue. Kami berpindah ke lantai atas.

TV di lantai atas dibiarkan menyala sejak tadi. Kayaknya bukan Ayah yang nonton TV, tapi TV yang nonton Ayah. Orangnya sibuk membolak-balik dokumen profil Purnama Group. Nggak mau ganggu, gue turun lagi ke bawah. Kali ini kaki gue terayun menuju dapur. Gue tuang air hangat dari dispenser. Mengaduknya bersama bubuk coklat. Enak juga minum coklat hangat malam-malam.

Dua cangkir coklat hangat gue bawa ke atas. Ayah tersenyum, pelan mengucap terima kasih.

“Yah, ngapain Ayah baca itu lagi? Masa nggak apal sama perusahaan sendiri?” seloroh gue seraya menunjuk lembaran dokumen profil perusahaan.

Setelah menyeruput coklat hangatnya, Ayah menyahuti. “Nggak ada salahnya baca-baca lagi, Princess. Kamu juga harus baca. Suatu saat nanti kamu yang gantiin Ayah kalo Ayah udah nggak ada.”

Sesuatu yang perih menggores hati gue. Ayah sering ngomong gini. Jadi CEO memang impian gue. Tapi buat apa gue jadi CEO tanpa hadirnya Ayah? Mendingan impian itu terkubur dalam-dalam asalkan gue selalu bersama Ayah.

“Yah, aku selalu berdoa agar Ayah diberi umur panjang,” ucap gue tulus.

Bibir tipis Ayah melengkung membentuk senyuman. Dia bergumam mengaminkan doa gue.

“Marina nggak bisa hidup tanpa Ayah.”

Sesaat hening. Ayah letakkan cangkirnya yang masih menyisakan setengah porsi coklat hangat. Dipegangnya dagu gue dengan lembut.

“Nak, kita berbeda 25 tahun. Secara logika, Ayah duluan yang akan mati. Tiap manusia punya tanggal kadaluwarsanya. Siap nggak siap, kamu harus belajar hidup sendiri.”

Kok jadi mellow gini, sih? Gue menenggelamkan diri ke pelukan Ayah. Nggak akan pernah gue siap kehilangan pria sebaik ini.

Samar telinga gue menangkap debaran jantung amat keras. Apa Ayah gugup tiap kali berdekatan sama gue? Kalo iya, rasanya persis sama kayak gue. Wajarkah perasaan seperti ini untuk ayah dan anak?

“Ayah.” Ragu-ragu gue memanggil.

“Iyaaa?”

“Pernah nggak, Ayah kepikiran kalo kita ....”

Kalimat gue menggantung. Aduh, gue nggak sanggup lanjutinnya.

“Kalo kita apa, Marina?”

“Kalo kita saling mencintai?”

Sedetik. Tiga detik. Lima detik. Ayah tergelak. Gue terheran-heran.

“Iyalah, Nak, kita saling mencintai. Mana ada ayah yang nggak cinta sama anaknya?”

“Bukan itu maksudku, Ayah. I mean ... kita saling cinta sebagai laki-laki dan perempuan.”

Iris mata gue memergoki Ayah memegangi dadanya. Ayah nampak kikuk. Gue pikir Ayah deg-degan setengah mati pas gue tanyain hal absurd kayak gitu.

“Nggak bisa, Sayang.” Ayah berkata memecah kesunyian.

Oh my, kemana harga diri gue? Anak macam apa gue? Berani-beraninya nyatain cinta di depan ayah angkat gue sendiri. Jelas Ayah nggak maulah sama anak kecil kayak gue. Ayah pasti lebih suka wanita dewasa.

“Marina, Ayah mencintaimu ... sangat cinta.”

Ayah bilang cinta. Tapi kenapa pelukan gue dilepas? Gue tertunduk. Kenyataan tak seindah ekspektasi. Hubungan gue dan Ayah memang hanya sebatas ayah dan anak angkat. Dua detik berselang, Ayah beranjak pergi.

“Ayah ...!” teriakku frustrasi.

“Marina cinta Ayah!”

Di depan pintu, Ayah memutar tubuh. Raut wajahnya amat terluka. Mata gue mengerjap menahan jatuhnya kristal bening. Kami sama-sama terluka.

**     

Kekasih, hati ini tak terganti

'Tuk memilih bahagia denganmu

Yang telah berikan dunia

Tak perlu kau tanyakan

Arti cinta di hatiku

Besarnya rasaku

Yang ku berikan untukmu

Inilah diriku sepenuhnya untukmu selalu

Mencintaimu, sungguh-sungguh aku mencintaimu

Takkan ada yang bisa menggantikanmu

Di hatiku satu untukmu

Menyayangimu, sungguh-sungguh aku menyayangimu

Takkan pernah ku berpaling dari kamu

Itulah janjiku untukmu (Ricky Rantung-Sungguh Aku Mencintaimu).

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ketika Kita Berdua
37980      5448     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
Kembali Utuh
801      481     1     
Romance
“Sa, dari dulu sampai sekarang setiap aku sedih, kamu pasti selalu ada buatku dan setiap aku bahagia, aku selalu cari kamu. Begitu juga dengan sebaliknya. Apa kamu mau, jadi temanku untuk melewati suka dan duka selanjutnya?” ..... Irsalina terkejut saat salah satu teman lama yang baru ia temui kembali setelah bertahun-tahun menghilang, tiba-tiba menyatakan perasaan dan mengajaknya membi...
Premium
Adopted
2518      1140     1     
Romance
Yogi Ananda dan Damar Raditya dua pemuda yang terlihat sempurna dan mempunyai keluarga yang utuh dan bahagia. Mereka bertemu pertama kali di SMA dengan status sebagai kakak dan adik kelas. Terlahir dengan wajah tampan, dikaruniai otak cerdas, memiliki perangai baik sehingga banyak orang menyukai mereka. Walau berasal dari orang tua kalangan kelas menengah tidak menghentikan langkah mereka untuk m...
Ada Cinta Dalam Sepotong Kue
6955      2041     1     
Inspirational
Ada begitu banyak hal yang seharusnya tidak terjadi kalau saja Nana tidak membuka kotak pandora sialan itu. Mungkin dia akan terus hidup bahagia berdua saja dengan Bundanya tercinta. Mungkin dia akan bekerja di toko roti impian bersama chef pastri idolanya. Dan mungkin, dia akan berakhir di pelaminan dengan pujaan yang diam-diam dia kagumi? Semua hanya mungkin! Masalahnya, semua sudah terlamba...
Let's See!!
2317      984     1     
Romance
"Kalau sepuluh tahun kedepan kita masih jomblo, kita nikah aja!" kata Oji. "Hah?" Ara menatap sahabat kentalnya itu sedikit kaget. Cowok yang baru putus cinta ini kenapa sih? "Nikah? lo sama gue?" tanya Ara kemudian. Oji mengangguk mantap. "Yap. Lo sama gue menikah."
Bumi yang Dihujani Rindu
8212      2446     3     
Romance
Sinopsis . Kiara, gadis bermata biru pemilik darah Rusia Aceh tengah dilanda bahagia. Sofyan, teman sekampusnya di University of Saskatchewan, kini menjawab rasa rindu yang selama ini diimpikannya untuk menjalin sebuah ikatan cinta. Tak ada lagi yang menghalangi keduanya. Om Thimoty, ayah Kiara, yang semula tak bisa menerima kenyataan pahit bahwa putri semata wayangnya menjelma menjadi seorang ...
Hidden Hearts
1165      716     2     
Romance
Nara dan Zian, dua remaja dengan dunia yang berseberangan, pertama kali bertemu saat duduk di bangku SMA. Nara adalah seorang gadis pendiam yang gemar menulis cerpen, sementara Zian adalah sosok populer di sekolah yang penuh pesona. Takdir mempertemukan mereka saat kali pertama Nara menginjakan kakinya di sekolah dan saat itu pula Zian memperhatikannya. Pertemuan sederhana itu menjadi awal dari p...
My X Idol
15891      2512     5     
Romance
Bagaimana ya rasanya punya mantan yang ternyata seorang artis terkenal? Merasa bangga, atau harus menutupi masa lalu itu mati-matian. Seterkenal apapun Rangga, di mata Nila ia hanya mantan yang menghilang ketika lagi sayang-sayangnya. Meski bagi Rangga, Nila membuat hidupnya berwarna. Namun bagi Nila, Rangga hanya menghitam putihkan hatinya. Lalu, apa yang akan mereka ceritakan di kemudian hari d...
A & O
1673      799     2     
Romance
Kehilangan seseorang secara tiba-tiba, tak terduga, atau perlahan terkikis hingga tidak ada bagian yang tersisa itu sangat menyakitkan. Namun, hari esok tetap menjadi hari yang baru. Dunia belum berakhir. Bumi masih akan terus berputar pada porosnya dan matahari akan terus bersinar. Tidak apa-apa untuk merasakan sakit hati sebanyak apa pun, karena rasa sakit itu membuat manusia menjadi lebih ma...
Susahnya Jadi Badboy Tanggung
6074      1909     1     
Inspirational
Katanya anak bungsu itu selalu menemukan surga di rumahnya. Menjadi kesayangan, bisa bertingkah manja pada seluruh keluarga. Semua bisa berkata begitu karena kebanyakan anak bungsu adalah yang tersayang. Namun, tidak begitu dengan Darma Satya Renanda si bungsu dari tiga bersaudara ini harus berupaya lebih keras. Ia bahkan bertingkah semaunya untuk mendapat perhatian yang diinginkannya. Ap...