Loading...
Logo TinLit
Read Story - Palette
MENU
About Us  

“Jadi, Dara beneran anak yang punya Palette?” Ayu tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya setelah mendengar cerita Naga tentang Dara. “Oh, sekarang gue tahu. Tujuan dia deketin Naga cuma biar dia dimaafin gara-gara keteledorannya dulu.”

“Bukannya kebalik ya, Yu?” sahut Choky. “Naga yang deketin Dara dan selalu ditolak. Lo juga tahu itu, kan?”

“Justru itu. Dia nolak Naga terus ya karena dia ngerasa—” Ayu tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena Choky keburu membungkam mulutnya.

“Lo bisa diem nggak, sih?” desisnya sambil melepaskan bungkaman tangannya di mulut Ayu. Perempuan itu mencebik, lalu menepis tangan Choky yang masih ada di pundaknya.

Naga tersenyum tipis melihat pertengkaran itu. Sudah biasa jika Choky selalu menjaili adik sepupunya. Ayu juga bukan tipe perempuan yang akan diam saja ketika dijaili. Pertengkaran singkat itu menjadi hiburan tersendiri di tengah karut marut perasaan Naga saat ini.

“Jadi, gimana?” Suara Choky terdengar serius. “Lo udah mutusin buat ambil kerjaan yang mana?”

“Bukannya Palette ya, akhirnya?” Ayu menyahut. “Dari semua kemungkinan, cuma Palette yang menawarkan kestabilan finansial buat Naga sekarang. Selain itu, Naga juga tetep bisa prioritasin orang tuanya. Apalagi kan....”

“Gue nggak akan ambil kerjaan di Palette,” potong Naga.

“Hah? Kenapa?” Ayu melontarkan pertanyaan ini murni karena ingin tahu. “Yah, meski gue seneng karena lo nggak harus terpaksa menerima maaf dari sana, cuman kayaknya, setelah semua hal yang terjadi, lo agak nggak realistis aja.”

“Lo nggak mau nerima kerjaan dari Palette karena Dara.” Sementara itu, Choky menembak langsung tepat pada intinya. “Lo gengsi karena nerima kerjaan dari yang punya langsung. Bener, gitu, kan, Ga?”

Naga menyandarkan punggungnya, membiarkan dirinya merasa rileks sejenak. Sayangnya, ototnya seakan tahu, saat ini bukanlah saat yang tepat untuk merasa rileks. Pemuda itu menekan kepalanya yang terasa nyut-nyutan. Fakta bahwa Dara merupakan anak pemilik Palette begitu menamparnya, sehingga untuk memikirkan menerima tawaran dari perempuan itu saja, Naga sudah merasa begitu berat. Beban berat ini akan dia bawa hingga saat mulai bekerja nanti.

“Ga, lo emang bukan orang yang suka masa bodoh sama omongan orang. Gue tahu lo selalu kepikiran omongan orang lain yang bilang lo begini-begitu. Meski nggak lo tunjukin, gue tahu lo selalu merasa diri lo kurang. Menurut gue, itu perasaan yang wajar, sih. Kadang gue juga ngerasa kayak gitu.”

“Gini deh, Chok,” Naga kembali menegakkan tubuh. “Lo bayangin aja dulu, coba. Kalau temen-temen kerja lo tahu lo dapet pekerjaan itu dari jalur ‘orang dalam’, gimana suara mereka? Kalau mereka cuma gosipin gue ini-itu sih, gue bisa masa bodoh. Kalau mereka naruh ekspektasi tinggi ke gue, terus gue nggak sanggup memenuhi ekspektasi itu, gimana?”

Selesai mengatakan itu, Naga menjerit karena Ayu memukul kepalanya dengan keras. Pemuda itu meringis, kemudian hendak membalas Ayu sebelum Choky menahan badannya dan memintanya untuk kembali duduk.

“Apa memenuhi ekspektasi semua orang itu kewajiban lo? Tiga tahun terakhir gue ngerasa benci banget sama lo, Ga. Sekarang gue dapet jawabannya. Gue benci lo yang kayak gini. Gue benci lo yang selalu berusaha nyenengin semua orang dan ngorbanin diri lo. Lo pikir, dengan menuhin semua ekspektasi orang-orang itu, mereka bakal puas gitu aja? Gue yakinnya sih, mereka bakal nuntut lo lebih banyak lagi.”

Naga lalu terkekeh. Kekehan sumbang yang membuat perasaan Ayu justru mencelus. Perempuan itu memalingkan wajah demi menyembunyikan air mata yang tiba-tiba keluar tanpa permisi. Naga jelas akan semakin mengamuk jika tahu Ayu menangis. Pemuda itu pasti akan menganggap dirinya sedang dikasihani. Karena itu, Ayu memutuskan untuk beranjak dari sana.

“Kalau lo benci sama gue karena hal ini, gue lebih benci sama diri gue yang kayak gini, Yu!” seru Naga sebelum Ayu semakin jauh. Perempuan itu tidak berhenti, tidak juga menoleh. Naga menghela napas dalam.

“Lo tahu Ayu peduli sama lo, tapi lo malah milih buat nyakitin dia. Emang suka nggak bersyukur ya, lo, jadi orang.” Choky menyandarkan sisi tubuhnya di tembok, tangannya terangkat memijit pelipis. “Jadi, masalah lo cuma sama ekspektasi orang terhadap lo?”

“Bukan. Gue cuma nggak mau kerja dengan bantuan orang dalam.”

“Ribet ah, lo.” Choky menegakkan badan, kemudian berdiri setelah memasukkan barang-barangnya yang ada di meja ke dalam tas. “Lo pikir, orang yang kerja dengan bantuan orang dalam itu beneran bakal jadi pusat perhatian? Nggak, Ga. Lo tetep harus keluarin effort lo dalam pekerjaan supaya bisa ngejar kompetensi rekan kerja lo. Kalau lo emang nggak mau dikenal sebagai bawaan orang dalam, ya lo tinggal bilang ke Dara soal itu. Coba diskusiin sama Dara, baiknya gimana.”

“Lah, apa gunanya gue punya kalian?” Naga harus sedikit berteriak karena Choky sudah berjalan cepat meninggalkannya.

“Lo nggak pernah dengerin omongan kita, buat apa juga kita dengerin curhatan lo!” Tanpa menoleh dan menghentikan langkahnya, Choky balas berteriak.

Naga sudah membuka mulutnya untuk membalas perkataan Choky, tapi kemudian dia mengurungkan niatnya. Sekilas, muncul sebuah ide di kepalanya. Terburu-buru, Naga berdiri dan berlari mengejar Choky. Paling tidak, untuk kali ini, Choky harus mendengar idenya.

**

Bapak sudah dipindah ke ruang rawat. Dokter bilang, perkembangan kesehatan Bapak menunjukkan arah yang baik. Kini, menjadi tugas Naga dan ibunya yang harus menjaga agar semakin membaik. Nanti, jika diberi kesempatan, oh tidak, Naga yang harus membuat kesempatan itu datang padanya, dia harus berterima kasih pada Pak Wirawan. Berkat bantuan lelaki itu, yang awalnya ditolak mentah-mentah oleh Naga, Bapak jadi bisa dirawat dengan fasilitas yang baik. Kamar VVIP memungkinkan Bapak bisa beristirahat dengan tenang dan nyaman tanpa perlu merasa terganggu oleh pasien lain seperti jika mereka tetap menggunakan fasilitas BPJS kelas dua. Selain itu, Pak Wirawan juga memastikan Bapak mendapatkan obat dan perawatan dari dokter spesialis terbaik di rumah sakit ini. Dengan semua bantuan itu, Naga jadi bisa lebih fokus pada rencananya menata masa depan. Ibu juga jadi bisa fokus menjaga Bapak, tanpa perlu memikirkan harus berjualan untuk sekadar biaya makan.

Setelah mendiskusikan seluruh rencananya dengan Choky, Naga membelikan ibunya makan malam. Bukan dia sih, sebenarnya yang membeli. Choky mentraktirnya, tentu saja. Saat uang sudah keluar dari dompet temannya itu, Naga sudah tidak memiliki kesempatan untuk mengembalikannya. Jadi, ya, dia hanya akan menikmatinya sekarang, selagi bisa.

“Makan malam dulu, Bu.” Naga meletakkan bungkusan nasi di meja lain yang agak jauh dari ranjang, meja yang khusus untuk pengunjung. Pemuda itu lalu meletakkan sebungkus nasi di atas piring, membuka bungkusannya hingga membuat aroma nasi bercampur lauk pauk menguar. Setelah meletakkan sendok di sisi bungkusan, Naga menyodorkan piring itu pada ibunya.

“Kamu udah makan?”

Sekilas Naga mengangguk. “Udah, tadi sama Choky. Abis makan baru ke sini.” Naga lantas duduk di samping Bapak, menggantikan ibu yang berpindah posisi ke sofa. “Gimana Bapak, Bu? Ada perubahan?”

“Hari ini Bapak udah bisa diajak ngobrol agak banyak. Kamu juga ditanyain tadi.”

“Ibu bilang apa?”

Ibu berdeham, kemudian meletakkan piringnya di meja. Naga masih menunggu sementara ibu minum untuk meloloskan makanan yang sepertinya sulit tertelan. “Ibu bilang aja kamu sekarang udah kerja ikut Mbak Dara. Maaf, ibu nggak bermaksud bohongin bapakmu. Tapi, ibu rasa, itu bisa bikin bapakmu lebih tenang sekarang. Kamu kan tahu sendiri, stres itu pemicu utama yang bisa bikin kesehatan Bapak memburuk sewaktu-waktu.”

“Oh.” Naga mengangguk-angguk. Pemuda itu kemudian kembali menatap Bapak. “Bagus deh, kalau Bapak sekarang udah jauh lebih tenang. Semoga Bapak bisa cepet pulih dan bisa pulang secepatnya ya, Bu.”

“Kamu... nggak marah?”

Naga beranjak, berpindah duduk di sisi ibunya. Senyumnya terulas. Tangannya mengambil kerupuk dari piring ibunya, kemudian menjawab, “Kenapa Naga harus marah? Ibu bener, kok. Naga emang mau kerja ikut Dara.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • idhafebriana90

    Nggak ada notifnya

    Comment on chapter TWICE
  • vanilla_hara

    Ini kalau nge-like muncul notif gak, sih? Biar Naga tahu gitu aku datang. 🤣

    Comment on chapter TWICE
Similar Tags
Bee And Friends 2
3130      1062     0     
Fantasy
Kehidupan Bee masih saja seperti sebelumnya dan masih cupu seperti dulu. Melakukan aktivitas sehari-harinya dengan monoton yang membosankan namun hatinya masih dilanda berkabung. Dalam kesehariannya, masalah yang muncul, ketiga teman imajinasinya selalu menemani dan menghiburnya.
SILENT
5561      1667     3     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...
LATHI
1993      810     3     
Romance
Monik adalah seorang penasihat pacaran dan pernikahan. Namun, di usianya yang menginjak tiga puluh tahun, dia belum menikah karena trauma yang dideritanya sejak kecil, yaitu sang ayah meninggalkan ibunya saat dia masih di dalam kandungan. Cerita yang diterimanya sejak kecil dari sang ibu membuatnya jijik dan sangat benci terhadap sang ayah sehingga ketika sang ayah datang untuk menemuinya, di...
In Her Place
1000      657     21     
Mystery
Rei hanya ingin menyampaikan kebenaran—bahwa Ema, gadis yang wajahnya sangat mirip dengannya, telah dibunuh. Namun, niat baiknya disalahartikan. Keluarga Ema mengira Rei mengalami trauma dan membawanya pulang, yakin bahwa dia adalah Ema yang hilang. Terjebak dalam kesalahpahaman dan godaan kehidupan mewah, Rei memilih untuk tetap diam dan menjalani peran barunya sebagai putri keluarga konglomer...
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
5723      1913     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...
SEMPENA
4256      1374     0     
Fantasy
Menceritakan tentang seorang anak bernama Sempena yang harus meraih harapan dengan sihir-sihir serta keajaiban. Pada akhir cerita kalian akan dikejutkan atas semua perjalanan Sempena ini
Aku Biru dan Kamu Abu
821      480     2     
Romance
Pertemuanku dengan Abu seperti takdir. Kehadiran lelaki bersifat hangat itu benar-benar memberikan pengaruh yang besar dalam hidupku. Dia adalah teman curhat yang baik. Dia juga suka sekali membuat pipiku bersemu merah. Namun, kenapa aku tidak boleh mencintainya? Bukannya Abu juga mencintai Biru?
My Sweety Girl
11570      2615     6     
Romance
Kenarya Alby Bimantara adalah sosok yang akan selalu ada untuk Maisha Biantari. Begitupun sebaliknya. Namun seiring berjalannya waktu salah satu dari keduanya perlahan terlepas. Cinta yang datang pada cowok berparas manis itu membuat Maisha ketakutan. Tentang sepi dan dingin yang sejak beberapa tahun pergi seolah kembali menghampiri. Jika ada jalan untuk mempertahankan Ken di sisinya, maka...
Story of April
2576      918     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Hey, Limy!
1490      683     3     
Humor
Pertama, hidupku luar biasa, punya dua kakak ajaib. kedua, hidupku cukup istimewa, walau kadang dicuekin kembaran sendiri. ketiga, orang bilang, aku hidup bahagia. Iya itu kata orang. Mereka gak pernah tahu kalau hidupku gak semulus pantat bayi. Gak semudah nyir-nyiran gibah sana-sini. "Hey, Limy!" Mereka memanggilku Limy. Kalau lagi butuh doang.