Read More >>"> Palette (WHO YOU) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Palette
MENU
About Us  

Dara tiba di rumah sakit bersama kedua orang tuanya pada sore hari. Saat dia datang, Naga sedang tidak ada bersama ibunya. Bu Mahdi duduk terkantuk-kantuk di kursi tunggu ruang ICU. Begitu melihatnya, Dara segera memeluk perempuan tersebut, disusul oleh sang Mama.

“Gimana keadaan Pak Mahdi, Bu?” tanya Pak Wirawan, Papa Dara, begitu ketiga perempuan itu selesai berpelukan.

“Masih harus dipantau, Pak. Belum sadar juga dari siang tadi.”

Suara Bu Mahdi bergetar. Mama Dara langsung meraih tangan perempuan itu dan menggenggamnya. Sementara Dara, kembali mengeratkan pelukannya.

“Naga mana, Bu?” Dara kembali mengajukan pertanyaan. Paling tidak, dia harus tahu ke mana bocah itu di saat-saat seperti ini. Kenapa bisa tega meninggalkan ibunya seorang diri begini?

“Tadi sama Choky keluar buat cari makan sekalian beliin buat Ibu juga.”

Astaga, Dara tidak terpikir sampai ke sana. Di benaknya, bayangan Naga yang malah pergi nongkrong atau merokok yang paling dominan muncul.

“Pokoknya Bu Mahdi nggak perlu mikirin apa pun selain perkembangan Bapak. Urusan administrasi, biar saya yang urus semuanya.”

“Kenapa harus Anda yang ngurus administrasi Bapak? Apa Anda kira kami nggak bisa bayar sendiri?”

Sumpah ya, Dara tidak habis pikir. Di saat darurat seperti ini, bisa-bisanya Naga masih memikirkan gengsinya yang besar. Dengan lembut, Dara melepaskan rangkulannya di pundak Bu Mahdi. Gadis itu lantas berjalan cepat dan menarik kaus Naga, mengisyaratkan pemuda itu untuk mengikutinya.

“Ngapain lo bawa orang tua lo ke sini?” sergah Naga begitu dirinya dan Dara terpisah dari para orang tua. “Gue nggak nyangka Bapak punya ‘temen’ orang kaya.”

“Lo pengin tahu kan, kenapa gue peduli sama Pak Mahdi? Daripada lo nuduh gue yang macem-macem kayak waktu itu, mending lo cari tahu apa hubungan orang tua gue sama Pak Mahdi.”

“Jadi bener, lo yang punya Palette, Mbak?” Choky, dengan ponsel yang layarnya menyala di tangan, tiba-tiba menyela. “Waktu lihat papa lo tadi, gue ngerasa kayak familier, tapi siapa. Terus gue iseng nyari founder Palette, ternyata bener. Beliau Pak Wirawan, pendiri sekaligus pemilik Palette. Gue familier karena dulu pernah ikut project buat Palette.”

Dara menahan napas mendengar semua yang diucapkan Choky. Memang tidak mungkin dia akan terus menerus menutupi identitasnya. Cepat atau lambat, Naga pasti tahu. Dara sudah cukup siap menghadapi amukan pemuda itu. Namun, sebelum semua yang ada dalam bayangannya terjadi, Bu Mahdi malah memanggil Naga.

Pemuda itu mendengkus. “Gue belum selesai sama lo!” desisnya kemudian.

Takut-takut, Dara mengikuti langkah Naga dan Choky mendekat pada Bu Mahdi yang masih mengobrol dengan Papa dan Mama. Dara bisa melihat, Mama seperti menemukan kawan lama yang sempat terpisah. Wajahnya berseri-seri, genggaman tangannya terlihat sangat menenangkan. Bu Mahdi juga tampak nyaman berada di sisi Mama. Dara tidak tahu jika orang tuanya ternyata sedekat ini dengan orang tua Naga.

Pak Mahdi memang bukan sekadar sopir yang bertugas mengantar dan menjemput Dara dulu waktu masih sekolah. Pak Mahdi juga tangan kanan papanya, sekaligus mata-mata yang akan melaporkan apa pun yang Dara lakukan seharian itu pada papanya. Dulu, Dara merasa risi dan kesal sekali. Namun kini, Dara tahu, itu satu-satunya cara agar orang tuanya tetap berada dekat dengannya, meski tengah sibuk bekerja.

Dara juga ingat, kadang-kadang, Mama ikut menjemputnya saat pulang sekolah sambil membawa nasi uduk. Kini, Dara yakin sekali nasi uduk itu bikinan Bu Mahdi yang dulu juga bekerja sebagai tukang cuci-setrika di rumahnya.

“Ibu mau kenalin kamu sama Pak Wirawan.”

Berbanding terbalik dengan ekspresi kusut di wajah Naga, papa Dara justru mengulas senyum tipis, kemudian mengulurkan tangannya. “Saya Wirawan, teman Bapak kamu. Saya nggak pernah menganggap kalian kekurangan atau nggak bisa bayar biaya rumah sakit. Tapi, cuma ini yang bisa saya lakukan buat membalas semua kebaikan Bapak kamu.”

Pak Wirawan menarik kembali tangannya saat Naga tak kunjung membalas. Dara mengepalkan tangannya, menahan kesal yang rasanya sudah sampai di ubun-ubun. Bisa-bisanya bocah ini mengabaikan papanya. Dara tidak masalah jika Naga marah dan mengamuk padanya. Namun, bisakah dia bersikap lebih sopan pada orang yang lebih tua?

“Bapak sama Ibu dulu kerja di rumah Pak Wirawan ini. Bapakmu jadi sopir yang tugasnya antar jemput Mbak Dara ke mana pun. Sementara Ibu, kerja di bagian laundry, tukang cuci dan setrika merangkap guru masak mamanya Mbak Dara.” Bu Mahdi terkekeh kecil, disambut dengan tawa tanpa suara dari Mama.

“Kenapa Ibu nggak pernah bilang siapa Dara sebenernya sama Naga?”

Bu Mahdi menghela napas. “Bapak sama Ibu pikir, kalian udah saling kenal, jadi nggak perlu dikasih tahu lagi. Sesuai permintaan Mbak Dara juga yang waktu itu lagi ngambek sampai kabur dari rumah.”

Naga tidak membalas. Pemuda itu memilih beranjak dengan langkah lebar dan keluar dari area ruang ICU.

“Naga!” Beriringan dengan Choky, Dara mengejar bocah ambekan yang sepertinya sudah siap menyemburkan amarahnya sekarang.

“Bapak sama Ibu tahu siapa lo, tapi lo minta mereka buat nggak ngasih tahu gue. Lo tahu? Gue udah kayak orang bego yang percaya aja sama semua kata-kata lo.” Naga menghela napas sebelum melanjutkan kalimatnya, “sekarang semua pertanyaan gue selama ini tentang alasan lo selalu nolak gue udah terjawab. Jelas lo nggak bakal mau deket sama cowok yang nggak selevel sama lo.”

Dara mengernyit. “Ga, seriously? Lo mikirin itu sekarang? Di saat orang tua lo lagi butuh support, bisa-bisanya lo malah mikirin hal nggak penting kayak gitu.”

“Hal nggak penting buat lo itu penting buat gue,” sergah Naga. “Apa emang udah jadi kebiasaan lo buat ngelihat semua hal dari sudut pandang lo sendiri? Lo nggak bisa maksain orang lain buat pakai sepatu lo!”

“Terus, lo pikir orang lain bisa pakai sepatu lo?” Dara kehilangan kesabaran. Seharusnya dia sudah belajar dari pengalaman, tidak pernah mudah bicara ‘baik-baik’ dengan Naga. “Sampai kapan sih, lo mau mengasihani diri lo sendiri? Sampai kapan lo menganggap diri lo nggak punya value? Nggak semua orang melihat orang lain dari statusnya, termasuk gue. Alasan penolakan gue selama ini bukan kayak yang ada dalam pikiran lo. Gue nggak pernah mempermasalahkan status sosial seseorang. Kalau gue nggak mau nerima perasaan lo, ya itu murni karena gue nggak memiliki perasaan yang sama. As simple as that. Nggak perlu lo sampe harus ngerendahin diri lo karena hal itu.”

“Gue nggak merasa diri gue rendah. Itu namanya ‘tahu diri’ dan realistis. Kalau dari awal gue tahu siapa lo, pasti gue juga nggak akan maksain perasaan gue.”

Dara tersenyum mengejek. “Kalau lo beneran cinta, lo akan menerjang semua batasan itu. Kalau lo masih mikirin soal tahu diri dan yang lo bilang realistis, berarti perasaan lo ke gue cuma sebatas penasaran.”

“Lo nggak berhak nge-judge sebatas mana perasaan gue. Lo nggak tahu rasanya jadi gue. Kehidupan nyaman lo nggak pernah kan, ngajarin lo soal menghargai perasaan orang lain? Karena itu juga lo menganggap bisa menukar permintaan maaf lo soal pencurian ide gue dengan nawarin kerjaan. Sekarang jelas, gue bisa melihat dengan terang benderang tujuan Dimas datang ke rumah kemarin.”

Jika Dara nekat menanggapi, Naga bisa membawa perkara ketidakjujuran soal identitas ini ke arah lain. Dara sudah bisa membaca siapa yang akan lebih terluka saat pembicaraan ini merembet ke tempat yang tidak seharusnya. Sebagai seseorang yang lebih dewasa, Dara bersedia mengalah kali ini.

“Gue minta maaf kalau kebohongan gue ini bikin lo sakit hati,” ucap Dara, pada akhirnya. “Gue juga minta maaf karena Palette udah nyuri ide lo yang berharga. Gue nggak akan maksa lo buat nerima tawaran gue. Apa pun keputusan lo nanti, pastikan lo nggak akan menyesalinya lagi di masa depan.”

Usai mengatakan itu, Dara meninggalkan Naga dan kembali menemui orang tuanya yang masih asyik mengobrol dengan Bu Mahdi. Gadis itu harus menenangkan diri. Dara tahu, semua yang terjadi pada hidup Naga beberapa hari terakhir tidak mudah. Namun, bukan hanya Naga yang merasakan semua kesulitan itu. Jadi, Dara tidak ingin menjadi beban tambahan dan berharap Naga mau fokus memikirkan masa depan keluarganya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • idhafebriana90

    Nggak ada notifnya

    Comment on chapter TWICE
  • vanilla_hara

    Ini kalau nge-like muncul notif gak, sih? Biar Naga tahu gitu aku datang. 🤣

    Comment on chapter TWICE
Similar Tags
Rekal Rara
7775      3069     0     
Romance
"Kita dipertemukan lewat kejadian saat kau jatuh dari motor, dan di pisahkan lewat kejadian itu juga?" -Rara Gleriska. "Kita di pertemukan oleh semesta, Tapi apakah pertemuan itu hanya untuk sementara?" -Rekal Dirmagja. ▪▪▪ Awalnya jatuh dari motor, ehh sekarang malah jatuh cinta. Itulah yang di alami oleh Rekal Dirmagja, seorang lelaki yang jatuh cinta kepada wanita bernama Rar...
The Legend of the Primrose Maiden
640      331     1     
Fantasy
Cinta dan kasih sayang, dua hal yang diinginkan makhluk hidup. Takdir memiliki jalannya masing-masing sehingga semua orang belum tentu bisa merasakannya. Ailenn Graciousxard, salah satu gadis yang tidak beruntung. Ia memiliki ambisi untuk bisa mendapatkan perhatian keluarganya, tetapi selalu gagal dan berakhir menyedihkan. Semua orang mengatakan ia tidak pantas menjadi Putri dari Duke Gra...
Lily
1085      497     4     
Romance
Apa kita harus percaya pada kesetiaan? Gumam Lily saat memandang papan nama bunga yang ada didepannya. Tertulis disana Bunga Lily biru melambangkan kesetiaan, kepercayaan, dan kepatuhan. Lily hanya mematung memandang dalam bunga biru yang ada didepannya tersebut.
The Ruling Class 1.0%
1208      499     2     
Fantasy
In the year 2245, the elite and powerful have long been using genetic engineering to design their babies, creating descendants that are smarter, better looking, and stronger. The result is a gap between the rich and the poor that is so wide, it is beyond repair. But when a spy from the poor community infiltrate the 1.0% society, will the rich and powerful watch as their kingdom fall to the people?
Sebelas Desember
2939      928     3     
Inspirational
Launa, gadis remaja yang selalu berada di bawah bayang-bayang saudari kembarnya, Laura, harus berjuang agar saudari kembarnya itu tidak mengikuti jejak teman-temannya setelah kecelakaan tragis di tanggal sebelas desember; pergi satu persatu.
Reminisensi
0      0     0     
Fan Fiction
Tentang berteman dengan rasa kecewa, mengenang kisah-kisah dimasa lampau dan merayakan patah hati bersama. Mereka, dua insan manusia yang dipertemukan semesta, namun bukan untuk bersama melainkan untuk sekedar mengenalkan berbagai rasa dalam hidup.
Fix You
548      321     2     
Romance
Sejak hari itu, dunia mulai berbalik memunggungi Rena. Kerja kerasnya kandas, kepercayaan dirinya hilang. Yang Rena inginkan hanya menepi dan menjauh, memperbaiki diri jika memang masih bisa ia lakukan. Hingga akhirnya Rena bersua dengan suara itu. Suara asing yang sialnya mampu mengumpulkan keping demi keping harapannya. Namun akankah suara itu benar-benar bisa menyembuhkan Rena? Atau jus...
Bee And Friends
1966      856     1     
Fantasy
Bee, seorang cewek pendiam, cupu, dan kuper. Di kehidupannya, ia kerap diejek oleh saudara-saudaranya. Walau kerap diejek, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Di dunianya, ia suka sekali menulis. Nyatanya, dikala ia sendiri, ia mempunyai seseorang yang dianggap sebagai "Teman Khayalan". Sesosok karakter ciptaannya yang ditulisnya. Teman Khayalannya itulah ia kerap curhat dan mereka kerap meneman...
SURGA DALAM SEBOTOL VODKA
5855      1523     6     
Romance
Dari jaman dulu hingga sekarang, posisi sebagai anak masih kerap kali terjepit. Di satu sisi, anak harus mengikuti kemauan orang tua jikalau tak mau dianggap durhaka. Di sisi lain, anak juga memiliki keinginannya sendiri sesuai dengan tingkat perkembangan usianya. Lalu bagaimanakah jika keinginan anak dan orang tua saling bertentangan? Terlahir di tengah keluarga yang kaya raya tak membuat Rev...
Premium
Titik Kembali
3825      1286     16     
Romance
Demi membantu sebuah keluarga menutupi aib mereka, Bella Sita Hanivia merelakan dirinya menjadi pengantin dari seseorang lelaki yang tidak begitu dikenalnya. Sementara itu, Rama Permana mencoba menerima takdirnya menikahi gadis asing itu. Mereka berjanji akan saling berpisah sampai kekasih dari Rama ditemukan. Akankah mereka berpisah tanpa ada rasa? Apakah sebenarnya alasan Bella rela menghabi...