Aku kaget ketika sampai rumah, banyak orang. Bahkan Tante Liana, adek Mama yang tinggal di Cirebon aja ada di sini. Ah, lupa dia kan sejak cerai tahun lalu, pindah ke Yogyakarta.
"Assalamualaikum. Loh, kok rame di rumah. Ada apa?" tanyaku heran.
"Eh, Allura akhirnya datang juga. Sini gabung. Ikutan rapat menetukan tanggal lamaran adekmu, Aryan," jawab Mama.
Mataku melebar. "Hah? Aryan mau ngelamar cewek? Dia kan masih bocil."
"Bocil gimana sih, Kak. Aku udah 23 tahun loh. Kakak aja yang udah tua," celetuk Aryan dengan bibir manyun. Dia paling kesal ketika diledek 'Bocil'.
Sial. Pakai diingetin kata 'sudah tua'. Ya dia ada benarnya. Aku asyik dengan dunia sendiri sampai lupa waktu terus berjalan dan usiaku tambah tua.
"Allura, kamu sendiri kapan lamaran? Atau mau dibarengi sama nikahan Aryan?" tanya kakaknya Papa. Lupa namanya siapa. Durhaka emang lupa sama nama Budhe sendiri. Abis gimana, dia juga ingat kami kalau lagi kena masalah keuangan atau ya acara besar kayak gini.
"Nanti aja deh Budhe. Kapan-kapan. Kalau nggak Sabtu ya Minggu."
Mereka tertawa bersamaan.
"Bener loh, kamu mesti segera nikah juga. Masa kakak cewek dilangkahi adek cowok yang umurnya baru 23 tahun? Apa kata dunia?" celetuk Tante Grizel, adiknya mama.
"Emang pengaruh ya Tan, dilangkahi adek nikah duluan?"
"Jelaslah. Harga diri. Lagian umurmu udah 30 tahun lebih masa nggak nikah-nikah. Jangan terlalu pemilih dan terlalu sibuk kejar karier, ntar cowok pada takut deketin,” sambar Budhe Nazneen.
Sedikit aku jelaskan, Tante Grizell dan Budhe Nazneen itu adalah saudara Mama. Mereka pebisnis hebat. Budhe Nazneen seorang CEO AT Press bidang penerbit dan percetakan. Sedangkan Tante Grizell General Manager AT Menulis, platform menulis ternama di Indonesia. Aku diizinkan membangun A2T Cafebook di lantai 1 kantor mereka. Ya, tentu saja nggak Cuma-Cuma. Tetap bayar uang sewa.
Aku mendesah napas berat. Kenapa sih cewek suka banget menghakimi cewek lain yang belum menikah? Seolah cewek belum nikah itu hina banget. Nanti kalau buru-buru nikah terus ternyata salah pilih suami emang mereka mau tanggung jawab?
“Tan, aku nanya deh. Tante kalau ke mal cari baju lebaran, milihnya lama nggak?”
“Iya. Kenapa?”
“Nah, cari baju lebaran aja milihnya lama apalagi cari jodoh notabennya pakaian seumur hidup. Apa salahnya memilih yang terbaik? Kalau kita salah pilih jodoh Tante mau tanggung jawab?”
Si Tante terdiam. Raut wajahnya memucat. “Bener sih. Inget loh, cewek ada masa monopause. Kalau makin lama, ntar susah punya anak. Mau Tante cariin jodoh nggak?"
Malah mau dicarikan jodoh. Kepalaku makin pening. Debat sama emak-emak nggak akan ada habisnya. Mereka maha benar dan nggak mau kalah.
"Nggak usah Tan, aku udah punya pacar kok. Tinggal nunggu dia siap melamar saya aja. Insyaallah tahun ini doain ya." Aku terpaksa berbohong.
Seketika membuat Papa dan Mama menoleh. "Siapa pacarmu? Kok nggak pernah dikenalin? Jangan-jangan masih sama Adrish?" sahut Mama.
Sial, Mama masih ingat Adrish. Memang, cowok terakhir yang aku kenalin ke orang tua ya cuma Adrish.
Akhirnya aku pamitan. Menghindari pertanyaan lainnya.
"Oh iya, Ma, Pa, Tante, Budhe, maaf nih aku capek banget. Mau istirahat dulu di kamar. Lagian belum salat Ashar juga. Soal tanggal lamaran Aryan saya serahin ke kalian aja."
***
Tadinya aku pikir sehabis ashar sudah pada bubar rapat tanggal lamaran adikku. Ternyata masih banyak keluarga. Dengar-dengar tanggal lamaran yang mereka tetapkan 12 Februari 2023. Sekarang tanggal 22 November 2022. Artinya dua bulan lagi.
Orang-orang di rumah ini sedang berbahagia karena menjelang pernikahan Aryan. Seolah-olah kebahagiaan itu hanya sebatas pernikahan. Hal itu nggak berlaku untukku. Boro-boro memikirkan pernikahan, hubunganku sama Adrish dan Taqi aja nggak jelas. Kayak lagu Rossa berjudul Kini.
Dan tak seindah kisah yang lalu
Yang jalan dan jalin tanpa restu
Ku akhiri, namun tak berakhir
Kuhindari hati tak ingin berpisah
Bila kau dengan yang lain, sesungguhnya ku tak relaaa
Dulu 2010 hubunganku dengan Adrish berakhir karena mamanya nggak merestui aku jadi mantunya karena ya kekuranganku ini. Adrish dipaksa menikah dengan wanita lain. 2012 dia cerai, terus kami balikan. Sayangnya makin dewasa aku makin sadar bahwa kami memang bagai langit dan bumi. Dia dosen, aku hanya lulusan paket C. Jika dipaksakan menikah, nanti aku bakal ngerasa jadi bini bego karena nggak nyambung obrolan circel Adrish ketika diajak ke acara para dosen. Makanya sekarang kami sepakat dia jadi sahabat, kakak serta rekan bisnis aja. Kalau nggak bisa jodoh di pelaminan, kenapa nggak jodoh di perusahaan aja?
Sedangkan sama Taqi, jadian 2017. Dia teman waktu SD. Dia ternyata mencintaiku sejak kelas 4 SD. Aku pikir nggak ada salahnya menerima orang yang mencintaiku. Pepatah mengatakan lebih baik dicintai daripada mencintai. Eh, bubaran juga di tahun 2019 gara-gara di workholic. Lebih memilih lembur dan dinas di luar kota dibanding aku. Sama seperti Adrish, akhirnya memutuskan sahabatan aja.
Kemarin ada karyawan baru, tahu-tahu menyatakan perasaan ke aku. Duh, makin galau deh. Apa aku terima aja dia buat dibawa ke nikahan adekku dan menghindari pertanyaan seputar nikah?
Seseorang menyentuh pundakku. Aku menoleh. Ternyata Tante Liana. "Eh, Tante. Kirain siapa."
"Tante cariin ke mana-mana eh ternyata di sini. Kenapa? Kamu lagi galau ya?"
"Nggak apa kok, Tan," jawabku berbohong.
Tante Liana mengelus-elus pundakku. "Udah, nggak usah bohong. Tante kenal kamu bukan sehari dua hari doang. Sejak kamu lahir. Inget nggak dulu waktu kecil kamu sering dititipin mamaku di rumah Tante?"
Aku nostalgia masa itu. Ah, rindu masa kecil. Andai waktu bisa diputar kembali, aku ingin tetap masa kecil selamanya aja. Masa kecil yang indah tanpa pusing menghadapi drama-drama orang dewasa.
"Kalau lagi galau, cerita aja. Tante dengerin tanpa dihakimi."
Akhirnya aku menceritakan semua kegalauanku. "Aku harus gimana ya, Tan?"
"Perasaanmu sendiri ke dia gimana?"
Aku angkat bahu. "Entahlah. Aku sendiri ngerasa nyaman sih sama dia. Dia selalu ada saat aku butuh. Banyak persamaan sama dia. Jadi berasa ngaca gitu lah."
"Menurut Tante sih jalani dulu aja. Toh, cuma pacaran kan? Kalau nggak sreg tinggal putus. Kalau dia ngajak nikah, bafu kamu mikir seribu kali. Jangan sampai kayak Tante, ngebet nikah buru-buru tapi nggak kenal karakter dia gimana, alhasil ya gitulah endingnya."
Aku prihatin sama Tante Liana. Tiga kali nikah, semua kandas. Pernikahan pertama cerai gara-gara suaminya kasar dan KDRT. Yang kedua gara-gara tukang mabok, males kerja. Yang terakhir, tukang selingkuh.
"Nah, sekarang Tante Liana udah ada yang baru belum nih?" Aku balik kepoin Tante Liana.
Tante Liana tersipu malu. "Tante sih masih trauma nikah." Dia mulai curhat masalah rumah tangganya. "Tapi kalau cem-ceman adalah."
Jujur, aku salut sama Tante Liana. Walau dia sering gagal dalam percintaan, tapi nggak kapok jatuh cinta sama cowok. Beda banget sama aku. Butuh waktu dua sampai tahun baru bisa buka hati lagi buat cowok. Sepertinya aku harus belajar lebih banyak tentang percintaan ke Tante Liana.
"Siapa tuh?" godaku.
"Ada deh. Nanti Tante kenalin."
Setidaknya kehadiran Tante Liana sedikit mengurangi kegalauanku dan bisa tersenyum kembali.
***
Ketika tiba di A2T Cafebook, Renaldy sudah stand by di teras kafe.
"Loh, kamu cepet datangnya. Belum jam delapan padahal."
"Lebih baik datang awal daripada terlambat, kan?"
"Andai ada award kategori karyawan terrajin, maka kamu pemenangnya."
Renaldy terkekeh. "Hehehe, Mbak bisa aja."
Aku melihat-lihat sekitar. Berhubung masih sepi, mungkin ini waktunya menyampaikan keputusan ke Renaldy.
"Renaldy, mengenai pertanyaanmu kemarin aku udah punya jawabannya."
Dia menggeleng. "Nggak usah buru-buru dijawab. Saya hanya menyampaikan perasaan tanpa menuntut jawaban."
"Justru itu aku nggak mau ngegantungin perasaan cowok. Aku juga nggak demen digantung. Setelah semalaman berpikir, aku rasa nggak ada salahnya menerima kamu."
Mata Renaldy membola seolah nggak percaya ucapanku. "Serius Mbak mau menerima saya?"
Aku mengangguk. "Iya, tapi syaratnya."
"Apa pun syaratnya, pasti saya lakuin."
"Syaratnya hubungan kita jangan sampai ada yang tahu dulu. Kalau dua Pak Bos dan karyawan lain nanya, bilang aja aku nolak kamu. Bukan aku malu jadian sama kamu atau gimana ya, cuma aku kita jalani dulu aja sambil mengenal karakter lebih dalam. Lagipula Adrish dan Taqi pasti nggak setuju sama hubungan kita. Gimana? Bersedia?"
"Baik. Tidak masalah buat saya. Mbak Allura menerima cinta saja sudah alhamdulillah banget. Jadi saya tidak akan menuntut apa pun ke Mbak Allura."
Duh, ini cowok terlalu baik atau polos sih?
Tiba-tiba Imel dan Diani datang. Aku buru-buru berdiri dan pintu buka kafe.
"Ciyeeee udah berduaan aja pagi-pagi. Saya laporin dua Pak Bos loh," ujar Imel.
"Apaan sih, aku juga baru datang kok. Renaldy noh, pagi bener datangnya sebelum aku malah." Aku nggak mengaku ke mereka.
"Antara gabut di rumah nggak ada kerjaan atau caper ke bos sih," celetuk Diani.
Nggak tau kenapa mereka berdua sensi banget sama Renaldy. Entah Renaldy salah apa ke mereka.
Sukses, Mbak Arini
Comment on chapter Chapter 1 (Kinari Allura)